HyungWonho

312 27 2
                                    

Hyungwon masih ingat jelas pesan ibunya tadi pagi.

"Hyungwon-ah..."

"Nde?" Hyungwon mendongakkan kepalanya dan menunjukkan ekspresi kebingungan sementara itu, ibunya masih asik tersenyum sembari merapihkan kerah kemeja serta jas formal yang ia pakai khusus untuk hari ini.

Upacara kelulusan tentu saja.

"Anak lelaki kebanggan eomma sudah besa ne? Aigoo...uri aedul~" Pemuda manis ini tak dapat menolak tindakkan ibunya yang sama sekali tak menggambarkan bahwa dirinya calon mahasiswa tahun ini. Mungkin ibunya senang pipinya menjadi chubby setelah ujian. Atau melihat anaknya semakin tampan apalagi dengan ja-

"Jadi siapa orang beruntung itu?"

"A-ah?" Dia tidak gugup. Sama sekali tidak tapi siapa gerangan yang ibunya mak-

TAK!

"Ah! Eomma!" Hyungwon merengek pelan. Jas ini sudah jauh-jauh ia beli dari tahun pertama tetapi mengapa ibunya justru melepaskan kancing kedua dari kemejanya itu? Anak lelakimu ini ingin menghadiri acara kelulusan bukannya mau menari sampai kancing baju terlepas semua juga tak masalah!

Tanpa diduga-duga, ibunya menangkup tangan kanan anak lelakinya, membuka genggam kuat tersebut untuk meletakkan kancing yang sudah tak ada harapan dapat dipasang tanpa dijahit itu.

"Karena pasti ibu orang yang kamu cintai jadi ibu melepaskannya tapi pasti ada yang kamu sayangi selain keluarga geurochi?" Pipinya kembali dicubit. "Makanya ibu hanya melepaskan kancing keduamu dan mengembalikannya lagi. Berikah kancing ini pada orang yang tepat oke?"

"Eomma dapat ide darima-"

"Ah, cerita kuno itu," Ibunya terkekeh pelan sebelum membetulkan posisi dasinya. "Kancing pertama untuk sahabat, kancing kedua yang dekat dengan hati untuk orang terkasih, dan kancing ketiga, keempat sampai seterusnya untuk teman. Itu cerita lama, bukankah anak zaman sekarang menunggu hari kelulusan untuk memberikan atau mendapatkan kancing kedua dari orang yang disuka?"

Hyungwon mengerucutkan bibirnya -refleks- untuk berpikir sejenak. Nampaknya efek ujian masih mempengaruhi otaknya, ia sama sekali tak mengingat hal apapun selain soal-soal ujian yang agak membekas di hati tersebut.

"-Ah, kamu polos sekali. Tapi kamu pasti punya kan?"

Shin Hoseok.

Tiba-tiba saja nama itu muncul di dalam benaknya, munculnya secepat kilat layaknya rona merah di kedua pipinya.

"Benar kan! Kamu punya!"

"Eomma~~!"

Ibunya tertawa kecil seraya menepuk beberapa kali sepasang bahunya yang berdiri tegak tersebut.

"Mama tidak tau kamu itu dominan atau substansi tetapi apapun yang terjadi jangan terlihat sangat kentara bahwa kamu menyukainya. Kamu harus menunjukkan sisi kerenmu juga karena bagaimanapun kamu laki-laki! Maksud mama bukan jual mahal loh, tahan rona dan gelagat gugupm itu. Anak mama yang manis harus percaya diri!"

Tanpa diminta, rona kemerahan kembali menghiasi pipinya.

Ini bukan karena eksistensi seorang Shin Hoseok tertangkap oleh sepasang mata besarnya. Salahkan saja kejadian awal tahun kedua, beberapa minggu selesai pelantikkannya selaku wakil ketua OSIS yang mengharuskannya sering menghadap ketua OSIS tahun ini alias Hoseok atau Wonho itu sendiri.

Bukannya menggunakan kesempatan sering bertatap muka dengan baik, semakin bertambahnya intensitas mereka bertemu justru memberikan efek berbeda pada Hyungwon; sering kali salah bicara, ketahuan tidak fokus, hobi melamun, gugup, ceroboh, dan masih banyak lagi. Parahnya, itu terus terjadi sampai awal tahun ketiganya.

Ada Apa Dengan Senpai?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang