"Agni kamu baik-baik saja kan?" suara di ujung sana membuat Agni tersenyum. Kakaknya yang sangat menyayanginya itu meneleponnya sepagi ini hanya ingin menanyakan keadaannya. Sungguh, keputusan yang tepat untuk menikah dengan Radit. Sehingga dia bisa menutupi seluruh perasaan cintanya kepada Langit. Kakak iparnya yang juga suami Mbaknya tercinta itu."Iya mbak, Agni baik kok." Agni mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Pagi ini terasa sunyi. Setelah Radit meninggalkannya tadi, dia masih duduk di ruang keluarga milik Radit. Menatap sekeliling, dan melihat beberapa foto pernikahan pria itu. Istrinya sungguh sangat cantik, dan Agni tahu kalau Radit di lubuk hatinya terdalam masih sangat mencintai almarhumah istrinya itu. Terbukti sekali kalau Radit belum mau menurunkan foto- foto itu.
"Masmu tuh yang dari semalam ribut. Katanya suruh nelpon kamu dia masih tak percaya kalau kamu dan Radit saling mencintai. Dasar ya masmu suka berpikiran yang berlebihan." ucapan Mbaknya membuat jantung Agni berdegup dengan kencang. Kakak iparnya itu memang selalu mempunyai intuisi yang tajam. Tapi semoga kakak iparnya juga tak menangkap sinyal kalau dia menyukai pria itu. Sungguh sangat malu bila semuanya terbongkar.
"Owh, aku dan Kak Radit saling mencintai mbak. Mana mungkin aku mau menikah dengan pria yang berbeda 13 tahun di atasku." Agni mencoba menekan ludahnya untuk membuat tenggorokannya yang tiba-tiba tercekat itu. Dia tak tahu lagi bagaimana bisa mengatasi perasaan bersalah ini karena berbohong kepada Mbaknya itu.
"Tapi kamu benar mencintainya kan? Mbak yakin Mas Radit bisa membahagiakanmu...jangan ragu itu."
Agni mencoba memahami ucapan Mbaknya itu. Setelah 8 tahun berlalu dia memang belum begitu mengenal Radit. Dulu, saat Mas Langit membawa Mbaknya pulang setelah kesalahpahaman yang membuat Mbaknya itu berada di Bandung dan di tolong oleh Raditya. Agni masih terlalu muda untuk mengerti dan memahami.
"Sayang, kenapa teleponnya lama sekali."
Jantung Agni berdebar begitu kencang saat mendengar suara yang sangat di kenalnya di ujung sana. Mas Langit. Kemarin saat dia berpamitan dan akan di bawa Radit ke sini, Langit memeluknya erat dan mencium keningnya. Layaknya kakak kepada adiknya. Pria itu menasehatinya panjang lebar."Iya,...sebentar dong mas. Katanya tadi suruh nelpon Agni. Agni mbak pamit dulu ya nanti mbak telpon lagi....ihh mas iyaa bentar aduhh geli mas...maass..."
Agni menatap layar ponselnya dan tersenyum saat sambungan itu tiba-tiba terputus. Dia iri, tentu saja. Mbaknya itu bisa memiliki pernikahan yang begitu berwarna dengan Langit.
Dan akankah dia mendapatkannya dengan Radit?
Agni kembali menggeser tatapannya ke arah foto besar yang menampakkan Radit tengah memeluk mesra seorang wanita. Niken. Nama istrinya itu. Agni sempat mendengar ceritanya dari Mbaknya. Niken meninggal saat melahirkan putra pertama mereka, begitupun dengan bayi yang di lahirkannya."Apa yang kamu lakukan di situ?" Suara Radit yang berat membuat Agni berjenggit. Lalu dia kembali terkejut saat pria itu sudah berada di sampingnya. Dan ketika Agni menoleh, Radit sedang menatap foto besar yang tadi di tatapnya itu.
"Aku lupa menurunkannya." Sebelum Agni membuka suara, pria itu sudah melangkah ke tempat foto itu di tempelkan. Lalu dengan cepat, Radit sudah mengambil foto itu dari dinding. Meski sedikit keberatan saat memegangnya. Pria itu sudah berhasil menurunkannya.
"Aku akan menyimpannya di gudang."
"Kak, tak perlu. Kalau itu merupakan kenangan Kak Radit sama almarhumah." Agni menatap takut kepada Radit yang ini menatapnya tajam. Pria itu tampak mengerutkan alisnya, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. Menyandarkan figura besar itu di dinding. Agni melihat Radit melangkah mendekatinya. Tentu saja dia yang duduk di sofa berwarna merah burgundy dengan lengan besar di kedua sisinya tak bisa menghindari Radit.
Saat pria itu tiba-tiba sudah memerangkapnya dengan kedua tangannya yang di sandarkan di lengan kursi. Aroma musk yang segar menguar di sekeliling mereka. Pria itu membungkuk, dan mengintimidasinya dengan tatapan yang Agni sendiri tak bisa baca.
"Pernikahan ini bukan untuk main-main." Radit menatapnya dari balik bulu matanya yang tebal. Dia baru menyadari kalau pria itu memang mirip dengan Mas Angga. Almarhum suami Mbak Nares itu memang tampan. Tapi Radit lebih memiliki kulit yang lebih gelap daripada Angga.
"Aku tahu kak." Agni bisa menjawab itu. Tapi Radit langsung menggelengkan kepalanya lagi.
"Kamu belum menganggap ini pernikahan yang sebenarnya. Karena kamu masih belum ikhlas melakukan semuanya."
Agni terkesiap saat hal itu di angkat lagi ke permukaan. Dia memang belum siap untuk hal itu. Dan Radit pasti sudah bisa menerkanya.
"Aku...aku..." Agni memejamkan matanya saat pria itu tiba-tiba sudah menunduk. Wajah mereka sangat dekat, sehingga nafas hangat mereka saling menerpa.
"Aku tahu kamu belum pernah di cium? Atau kamu merindukan ciuman kakak iparmu itu?" bisikan itu membuat jantung Agni berdegup kencang kembali. Dan perlahan saat dia membuka mata, Radit berada persis di depannya. Matanya yang tajam menatapnya intens.
"Kak..." suaranya tercekat saat bibir itu menyentuh bibirnya. Lembab dan hangat. Agni belum pernah di cium. Itu memang benar. Dan dia tahu semua ini bukan seperti yang di impikannya. Tapi bagaimanapun juga, ciuman itu memberikan efek yang sangat besar kepadanya.
Belaian lembut bibir Radit memang membuatnya terkejut. Pria itu merengkuh tengkuknya sehingga membuat wajahnya semakin merapat. Ciuman panas dan lembut itu tiba-tiba berakhir saat Radit menghentikannya. Lalu menarik diri. Untuk beberapa menit mereka saling menatap. Tapi kemudian Radit menegakkan tubuhnya. Lalu mengacak rambutnya sendiri, yang pagi ini masih terlihat segar itu.
"Maafkan aku." pria itu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Lalu dengan cepat mengambil foto yang tadi sempat dilupakan. Dan tanpa bicara lagi pria itu melangkah menuju pintu.
"Dek, kamu harus makan, aku sudah siapkan Kamu sarapan. Aku mau pergi mengurus sesuatu, kamu nikmatilah rumah ini. Meski tak ada pembantu, tapi ada satpam dan supir yang akan menjagamu kalau kamu masih merasa asing di sini."
Agni mengerjapkan matanya lalu mencerna ucapan Radit. Saat pria itu berbalik lagi dan sudah sampai ambang pintu,
"Kakak mau kemana?"Ucapan itu terlontar begitu saja. Dan hal itu langsung membuat Radit membalikkan tubuhnya lagi.
Ada keheningan yang lama, dan Agni menatap Radit dengan gelisah.
"Aku akan ke makam Niken dan Satria. Jangan tunggu aku, mungkin tengah malam nanti aku baru pulang." hanya dengan begitu pria itu meninggalkannya lagi.
Hati Agni mencelus dan tubuhnya bergetar. Menahan tangis yang sudah pasti akan keluar saat ini juga. Inikah pernikahan yang akan di jalaninya?
Bersambung
READY LENGKAPNYA DI KARYAKARSA ATAU BISA WA KE 081255212887 ADA PROMO PDF YA
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUND OF HEART
Chick-Lit8 tahun yang lalu dia merasakan degup jantungnya dengan begitu keras. 8 tahun yang lalu dia mengerti apa itu yang di namakan cinta. 8 tahun yang lalu dia berjanji akan memendam semuanya sendiri. Hanya dia yang tahu. Nyanyian hatinya, rasa cintanya. ...