Agni sadar kalau semuanya memang harus di laluinya. Dia merasa bersalah dengan semuanya. Setelah kepergian Raditya, Agni akhirnya menyibukkan diri dengan menata pakaian yang masih berada di dalam koper yang dibawanya dari Jakarta. Lalu setelah itu dia mulai membersihkan rumah itu. Dia tak menyangka kalau mbaknya dulu pernah tinggal di sini. Radit memang pria dewasa yang sudah mapan, sebenarnya dia memang masih terlalu sedikit mengetahui tentang informasi suaminya itu. Selain dirinya yang sudah sebatang kara karena sudah tak memiliki saudara lagi, Agni belum mengetahui semua hal tentang Radit.
Hari sudah beranjak malam saat dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa melingkar yang ada di ruang keluarga. Perutnya terasa begitu lapar, tadi dia sudah makan siang. Makanan yang di bawakan satpam yang di suruhnya untuk membeli bakso di depan komplek perumahan itu. Dia sendiri juga belum pernah memasak apapun, meski dia di rumah selalu membantu Mbaknya atau bundanya memasak. Tapi selama 23 tahun hidupnya, dia belum sedikitpun mandiri. Selama ini bunda dan Mbak Nares yang selalu memenuhi kebutuhannya.
Memainkan remote yang ada di tangannya, dan menatap televise yang ada di depannya. Agni merasa, kalau Raditya mengabaikannya. Ini memang salahnya, seharusnya dia tak gegabah dalam membuat keputusan. Harusnya saat ini dia sudah bisa tertidur pulas di rumah mbaknya itu. Tapi sekali lagi Agni mengabaikan rasa merana itu, dia harus belajar mandiri saat itu.Suara pintu terbuka membuat Agni terkejut, dan saat menoleh dia melihat Raditya melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Tatapan Radit langsung tertuju kepadanya. Agni segera bangkit lalu melangkah canggung ke arah Radit yang kini tengah melepas jaket hitam yang di kenakannya itu. Bulir-bulir air hujan jatuh ke lantai, dan Agni terkejut saat mendapati tubuh Raditya tampak basah kuyup.
"Kak, memangnya kakak pergi menggunakan apa? Kenapa sampai basah kuyup begitu?" Agni langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Radit meletakkan jaket yang sudah basah itu. Pria itu mengabaikannya, saat ini Radit melangkah mendahuluinya saat dia sudah meletakkan jaket itu di gantungan jaket yang ada di ruang tamu. Agni segera berlari menyusul Radit yang sudah masuk ke dalam kamar mereka. Menatap bingung saat Radit mulai melucuti kemejanya yang basah itu.
"Kakak mau apa?" Dia memekik saat Radit melepas begitu saja kemeja yang di pakainya. Dan saat itulah Radit baru menoleh kepadanya.
"Tentu saja aku akan mandi dan melepas semuanya. Jangan bertingkah seperti remaja seperti itu. Aku tahu kamu sudah tak polos lagi dek. Jadi bisakah kamu penuhi bath ub dengan air hangat, aku akan mandi sebentar lagi." Suara datar dan dingin itu membuat Agni memberengut tapi kemudian akhirnya melangkah menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Setelah menyalakan kran air hangat yang mengaliri bath ub, Agni segera berbalik, tapi kemudian kembali memekik saat Radit ternyata sudah berdiri di belakangnya. Dan matanya membelalak saat pria itu setengah bertelanjang. Tubuh bagian bawahnya sudah di tutupi dengan handuk putih, tapi dadanya sungguh benar-benar membuat Agni kembali menutup matanya.
"Aku mau mandi." Radit tak merespon setiap sikapnya. Dan hal itu membuat Agni sedikit kesal. Dia bergeser untuk memberi Radit ruang, lalu melangkah dengan cepat keluar dari kamar mandi itu.
Kembali perutnya terasa lapar. Dia akhirnya memutuskan untuk ke dapur. Mencari apapun yang bisa di makannya. Dia tak mau terkena amarah Radit lagi. Pria itu sepertinya pulang dengan suasana hati yang buruk.Melangkah dengan cepat memasuki dapur mungil itu. Agni segera menuju lemari es dan membukanya. Dia memang melihat bahan makanan di dalam sana. Tapi Agni benar-benar tak mengerti apa yang harus di masaknya. Dia akhirnya mengambil telur dan beberapa sayuran yang terasa dingin itu. Mengedarkan pandangannya, untuk mencari semua yang di butuhkannya. Agni mulai berlari ke sana ke sini untuk menyiapkan semuanya.
Saat semuanya sudah di rasa siap, Agni menatap hasil pekerjaanya. Dan menatap ngeri dengan irisan wortel yang terlalu tebal itu, atau tomatnya yang terlalu kecil-kecil. Mengangkat bahu dia akhirnya melenggang ke arah kompor. Mengambil Teflon berwarna merah dan meletakkannya di atas kompor. Sebenarna dia ingin membuat sayur cacpay malam ini. Dia sudah pernah membantu Mbak Nares memasaknya.Tapi dia bingung apa yang pertama kali akan di masaknya. Melirik minyak goreng yang sudah di sediakannya, akhirnya dia menuang minyak goreng itu dan menyalakan kompor.
"Ehm telur atau sayur dulu?" Agni mencoba melihat telur yang ada di samping kanannya dan irisan sayur yang sudah ada di dalam baskom.
Agni memutuskan untuk memecah telur itu dan langsung memasukkannya ke dalam Teflon, tapi secepat kilat dia memekik karena percikan telur dan minyak panas mengenai tangannya."Apa yang kamu lakukan?" Suara berat itu membuat Agni terlonjak mundur dan punggungnya menabrak sesuatu yang keras. Uluran tangan dari belakang langsung membuat kompor padam, dan dia tahu Raditya langsung mematikan kompor itu.
Agni berbalik dengan kesal lalu mendapati Radit kini menatapnya dengan galak. Pria itu sudah berdiri tepat di belakangnya, membuat jarak mereka kian tipis. Rambut Radit masih basah dan aroma after shave kini menguar di sekeliling mereka."Kenapa masak malam-malam begini?" Teguran galak itu membuat Agni kini mencoba untuk memberontak.
"Aku lapar kak." Suaranya bergetar antara takut dan kesal. Pria itu telah membereskan semua kekacauan yang di buatnya. Tapi saat mendengar jawabannya seketika pria itu terdiam, lalu menatapnya dengan tajam.
"Astaga kamu belum makan? Aku sudah memerintahkan Mang Diman untuk membelikanmu makan siang dan juga makan malam."
Agni hanya menggelengkan kepalanya, perutnya menghasilkan bunyi lagi. Dan hal itu langsung membuat Raditya mengerang. Dia mengacak rambutnya sebelum kini melangkah mendekati Agni.
"Jadi kamu belum makan?" Agni hanya menggelengkan kepalanya. Dan saat Raditya kini mengedarkan pandangannya ke seluruh bahan makanan yang telah di kacaukannya pria itu menghela nafasnya.
"Astaga jangan katakan kalau kamu juga tak bisa masak? Bukankah mbakmu itu pintar memasak? Kenapa kamu tidak mencoba belajar kepadanya?"
Lagi, ulu hatinya terasa sakit. Dia tidak mau di banding-bandingkan dengan mbaknya itu. Mbak Nares memang sempurna, cantik dan pintar segalanya. Sedangkan dia memang tak mempunyai bakat apa-apa. Wajahnya pun jauh dengan paras cantik mbaknya itu. Merasa merana, akhirnya Agni memilih untuk pergi dari dapur. Dia tidak mau Raditya melihatnya menangis dia tidak mau di katakan sebagai gadis manja."Berhenti!" Suara parau di belakangnya membuat Agni menghentikan langkahnya, tapi dia tak mau berbalik karena air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Tapi saat nafas hangat kini menerpa tengkuknya dan bahunya seperti di sentuh lalu tubuhnya di putar untuk menghadap pria itu. Pertahanan Agni hancur. Dia menangis dengan histeris saat Radit menariknya ke dalam pelukannya.
HARI INI PROMO PDF NOVEL CEPTYBROWN 100RB DAPAT 5 YA
LANGSUNG KE WA 085643207626
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUND OF HEART
ChickLit8 tahun yang lalu dia merasakan degup jantungnya dengan begitu keras. 8 tahun yang lalu dia mengerti apa itu yang di namakan cinta. 8 tahun yang lalu dia berjanji akan memendam semuanya sendiri. Hanya dia yang tahu. Nyanyian hatinya, rasa cintanya. ...