Citra melihat jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya, 06.25. Lima menit lagi bel akan berbunyi, tanda masuk sekolah. Meskipun sudah berada di depan gerbang sekolah, tapi perempuan dengan rambut sebahu yang dikuncir asal-asalan itu terlihat kalang kabut. Pasalnya, dari luar gerbang dia dapat melihat para siswa yang sudah memenuhi koridor lantai satu untuk segera mengikuti upacara bendera.
Dengan langkah kaki yang besar-besar perempuan itu mulai menapaki lantai Sekolah Menengah Atas Taruna. Sepatu Converse hitam yang dipakainya berdecit saat menyentuh lantai.
"Misi... Misi... Misi, ya" langkahnya sempat tersendat karena harus bertubrukan dengan beberapa siswa di koridor. Bukan Citra namanya kalau nggak ngotot menerobos keramaian itu.
Setelah berhasil lolos dari keramaian tersebut, kini kakinya mulai menaiki tangga sekolah dengan kepala tertunduk--takut-takut kalau tersandung salah satu tangga. Hingga pada saat dirinya berhasil menapaki tangga terakhir dan bersiap lari menuju kelasnya, seseorang yang datang dari arah berlawanan menabraknya. Membuatnya terjatuh dan sialnya bokongnyalah yang harus mencium lantai pertama kali.
"Aduh!"
"Anjing! Eh, kalo jalan tuh liat pake ma- lo?"
"Lo?" Mata Citra membulat sempurna melihat orang yang baru saja bertabrakan dengannya. "Ngapain lo di sini?"
"Harusnya gue yang tanya. Lo ngapain di sini? Anak baru?"
"Iya anak baru. Baru aja masuk sini 2 tahun yang lalu. Nah, lo sendiri ngapain di sini?"
"Sekolah"
"Gue juga tau lo sekolah. Maksudnya, lo ngapain ada di sekolahan gue?"
"Hebat. Sejak kapan sekolah ini jadi sekolahan lo? Udah ah, gara-gara lo gue jadi telat." laki-laki yang posisinya saat ini sama persis dengan posisi Citra segera bangkit berdiri sambil memegangi bokongnya dan bersiap pergi.
"Eh, lo mau kemana? Bantuin gue bangun dulu," sergah Citra sebelum laki-laki itu benar-benar pergi meninggalkannya.
"Lo mau modus?"
"Hah?"
"Hoh!"
"Paan, sih!"
"Iya, lo mau modus 'kan sama gue. Sepik-sepik minta bantuin biar gua pegang-pegang tangan lo."
"Ish, najis! Yaudah, kalo lo mau pergi, pergi sana. Gue bisa bangun sendiri."
"Yaudah." dan akhirnya laki-laki yang Citra ketahui bernama Adhikari Prasta dari nametag-nya itu benar-benar pergi meninggalkannya.
"Beneran pergi, lagi. Nggak peka banget jadi cowok!" Dengan hati-hati Citra mulai berdiri. Kedua tangannya mengusap-usap bokongnya, sementara kedua matanya memandangi punggung laki-laki yang mulai menuruni tangga tersebut.
Adhikari Prasta. Kok, gue baru liat itu anak, ya. Apa dia anak baru?
***
Mata Citra mulai menyipit, mencoba menemukan salah satu anak kelasnya. Saat ini dia sedang berada di lapangan. Tepat di belakang barisan para murid yang sedang khusyuk mendengarkan sang pembawa upacara bicara.
Beruntung karena nggak ada guru yang memerhatikan, jadi Citra bisa mengendap-endap untuk masuk ke barisan. Meskipun barisan yang ia masuki ini adalah barisan anak kelas X-IPA 2. "Nyesel banget deh gue ninggalin kacamata di kelas," keluh Citra sebelum matanya mendapati Alif, ketua kelasnya, XII-Bahasa. "Ada untungnya juga si Alif punya badan gede."
KAMU SEDANG MEMBACA
Closer
Teen FictionPras tidak percaya dengan adanya suatu hubungan. Baginya rasa saling menyayangi sudah cukup. Lagi pula apa arti sebuah hubungan bagi dua orang yang saling menyayangi kalau akhirnya hanya menimbulkan rasa sakit. Berbeda dengan Pras, Citra justru sang...