BAB 4. Penjara Nostalgia

58 6 0
                                    

(Sebutir Kata-Kata Semalam)

Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarkanlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.

~HUJAN, Tere Liye~

⌚⌚⌚

"Alhamdulillah sudah sampai.." Gia turun dari motor, melepas helm, menghirup udara malam di kampung halaman almarhumah ibundanya.

Darul memparkirkan motor di halaman depan rumah panggung bercat hijau milik sang ibu mertua. Selepas mendaratkan kedua kakinya di tanah, ia memutar pinggang ke kanan dan ke kiri hingga terdengar bunyi 'krek-krek', "Aah.." Darul berjalan ringan menuju muka pintu.

Tapi langkahnya tertahan. Darul teringat sesuatu.

Ya, rumah panggung sederhana ini. Rumah tempat almarhumah istrinya tumbuh menjadi wanita berjiwa bidadari surga.

Sepuluh tahun lalu, setelah resmi menjadi guru honorer di SMA tempatnya belajar dulu, Darul memberanikan diri mengajak ayahnya menemui orangtua Bunga Salsabila, sang almarhumah istrinya, yang dulu sempat membuat Darul klepek-klepek tak karuan hanya karena senyum meneduhkan mahasiswi satu fakultasnya itu.

Darul ingat, betapa giatnya ia mengoleksi informasi terkait Bunga, wanita berhijab syar'i yang mendapat kesempatan kuliah ke Al-Azhar, Khairo, Mesir karena beasiswa Hafidz Al-Quran 30 juz-nya.

Tak pernah ada perkenalan ataupun tegur sapa di antara mereka. Darul hanya mampu mengagumi sosok Bunga dari belakang. Ia memasrahkan perasaannya pada Sang Maha Pencipta Rasa, berharap kelak bidadari berwujud manusia itu menjadi ibu bagi Darul-Darul juniornya.

Siapa sangka lamaran pria sederhana asal Betawi itu diterima oleh Mojang Priangan idamannya? Kesetiaan dan kesabaran Darul menjaga utuh cintanya hingga Bunga kembali ke Tanah Kelahiran menjadi Al-Bayyinah bagi umat manusia bahwa tulang rusuk dan pemiliknya takkan pernah tertukar dan akan berjumpa pada saatnya. Jodoh pasti bertemu lalu bersatu!

Darul ingat benar, di hari lamaran itu, Bunga yang mengaku sebatas 'tahu nama' saja pada Darul, entah mengapa.. timbul suatu keyakinan dibenaknya hingga ia berani menerima lamaran pria sesederhana Darul. Ta'aruf dua bulan kemudian 'bersalaman' dengan Pak Penghulu. Setahun berumah tangga, diberi titipan buah hati, hingga lahirlah Gia Salsabila Firdausyah ke bumi pertiwi. Namun sayang, Allah berkehendak lain. Sang istri tercinta berpulang ke Rahmatullah semenit setelah kelahiran buah hati perdana mereka.

Ah, Darul tak sanggup lagi mengungkitnya.

"Ayah nangis?" Gia memiringkan kepala, heran melihat ayahnya terdiam seperti patung pancuran.

"Eh.." Darul menyeka jejak tangisnya, mencoba menarik senyum sealami mungkin. "Gia, jangan lupa itu barang-barangnya dibawa. Uuh, badan Ayah pegal.."

Gia mengangguk. Bruuk! "Aw, uuh Ayaah, tasnya beraat!"

Darul mengulum senyum melihat Gia menggusur dua ransel mereka hingga ke pembatas dipan. Wajah polosnya semakin menggemaskan saat bocah cantik itu kesal.

"Ayaaaah, bantuin Gia ih, berat nih!" rengek Gia.

Volume tawa Darul semakin super saja.

AJMALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang