22. [SM] Khawatir Jadi Fitnah

3.8K 554 126
                                    

Serial SHALIH SQUAD – 22. [SM] Khawatir Jadi Fitnah

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 21 Januari

-::-

Malamnya, Saad pulang sekitar jam tujuh. Bau harum masakan Mutia untuk disantap di makan malam mereka hari ini, menguar hingga ke ruang tamu. Tapi sayangnya, bahkan wangi harum itu tidak bisa membuat Saad menyembunyikan wajahnya yang lesu.

Mungkin karena penat seharian berhadapan dengan masalah-masalah kantor.

"A, cobain deh, tadi aku bikin peyek kacang," kata Mutia senang. Di tangannya ada satu toples besar yang setengahnya diisi oleh rempeyek kacang. "Ada tempe juga, tapi belum digoreng. Nanti aku goreng pas Aa ke masjid yah?"

Saad melirik toples tersebut, membuka dasi dan kaus kakinya dengan tidak bersemangat, seolah beban hidup tertimpa di pundaknya. Dia beranjak dari sofa, mengabaikan kalimat istrinya barusan. Pergi ke kamar mandi.

Suara kucuran air di kamar mandi terdengar. Sedangkan Mutia duduk di sofa dengan tertegun beberapa jenak. Dia merapikan sepatu dan dasi Saad yang masih ada di dekat sofa. Meletakkan sepatu di rak, dan dasi di dalam kamar.

"Isyaan dulu. Assalaamu'alaykum," kata Saad, begitu melewati Mutia yang hendak keluar kamar. Padahal Isya masih lima belas menit lagi. Biasanya Saad akan ke masjid begitu azan terdengar.

"Wa'alaykumussalaam warahmatullaah..." Mata Mutia mengerjap pelan. "Si Aa teh kunaon?"

*****

.

.

.

Mutia mematikan kompornya begitu mendengar suara pintu diketuk. Usai memastikan tempenya tidak ada yang jatuh keluar dari piring saji, Mutia menuju pintu.

Saad membiarkan Mutia mengambil punggung tangannya untuk dicium seperti biasa.

"Aa sakit?" tanya Mutia sebab Saad melengang begitu saja tanpa memberinya kecupan di kening. Debar di jantung Mutia mulai tidak teratur. Teringat kejadian tadi siang.

Rencananya dia akan menyampaikan pada suaminya perihal Hamas yang mengantarnya pulang, nanti... ketika mereka selesai makan malam. Karena perut kosong hanya akan menambah emosi.

Langkah Saad menuju kamar, terhenti. Pelan, dia berbalik.

"Kamu ada yang mau disampein ngga, Mut?" tanya Saad. Kakinya bergerak, menuju sofa dan duduk dengan helaan napas kecewa di sana.

Mutia tahu benar apa maksud Saad.

Suaminya itu ingin dia mengaku. Jelas sudah, yang siang tadi itu memang adalah kesalahan.

Mutia menghampiri Saad, duduk di samping Saad yang tampak sekali enggan.

"Tadi siang Hamas antar aku pulang, A..." kata Mutia lamat-lamat. Dia memberanikan diri melihat sepasang mata suaminya yang sejak tadi menolak terarah padanya.

Diamnya Saad bahkan lebih parah terasa. Hening yang melanda ruang depan ini sungguh menyiksa. Mutia mencari lagi di tatapan suaminya.

Marah, atau bagaimana?

"Aku bilang apa sama kamu tadi siang?" tanya Saad.

Mutia terbungkam. Kalimat formil barusan menusuknya terlalu dalam.

Suaminya ini marah, tentu saja.

"Pulang sendiri," kata Mutia pelan.

"Ya udah," Saad beranjak, tapi Mutia menarik tangan Saad.

SHALIH SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang