Part 1

269 8 0
                                    

Mataku terpapar sinar matahari yang menyingsing melalui celah jendela kamarku. Jam masih menunjukkan pukul 06.00. Saatnya aku bersiap-siap menuju sekolah baruku. Dengan seragam putih abu-abu kumulai pengalaman baruku di sekolah favorit di kotaku.
Hari ini diadakan masa orientasi, namun tidak begitu buruk bagiku, karena menurutku masa-masa seperti inilah yang mungkin akan menyenangkan.

“Sarapan dulu sayang." ajak Mama saat melihat kuburu-buru berlari dari kamar. Karena aku takut telat dan mendapatkan hukuman.

“Iya ma.” Kuseruput segelas susu dan kuambil sebuah roti dan segera pamit pada papa, mama dan abang.

Dengan kucir dua menggunakan pita merah dan kaus kaki yang berlainan warna, aku terlihat asing di angkot ini, dan menjadi beberapa bahasan pembicaraan remaja-remaja SMP. Tapi aku mengabaikan pandangan mereka, karena yang terpenting bagiku saat ini adalah sampai ke sekolah, karena lima belas menit lagi, gerbang sekolah akan ditutup.

Ah syukurlah, aku sampai tepat waktu. Semua murid baru sudah berkumpul di aula termasuk panitia acara. Aku dipanggil oleh salah seorang panitia, yang berkulit hitam manis itu, tubuhnya tidak terlalu tinggi tapi tetap saja lebih tinggi dariku. Aku sedikit menunduk menghadapnya.

“Kenapa lama sekali datangnya? Bukankah di website pengumuman dikatakan harus hadir lima belas menit sebelum jam masuk?”

“Iya bang, saya minta maaf. Jalanan macet sekali.”

“Ayo cepat bergabung dengan teman-temanmu disana.”

Tanpa menjawab, aku segera berlari karena kudengar ketua Osis sudah memberi aba-aba untuk membagi kami menjadi beberapa kelompok. Suasana tidak terlalu panas karena kami sekarang berada di aula yang sejuk dan dilengkapi dengan kipas angin. Aku mulai mengobrol dengan teman kelompokku bernama Renata. Kami membicarakan hal-hal yang sebenarnya tidak penting, namun aku bisa menjadikannya teman baik, karena aku menyukai sifatnya yang blak-blakan dan terbuka.

“Rin, ganteng ya ketua osis kita.”

“Biasa aja sebenarnya, tapi kayanya playboy deh. Kenapa lo suka?”

“Astaga Rin, siapa sih yang gak demen sama cowo begituan? Emang lo gak denger semua cewe-cewe daritadi gosipin dia mulu. Lesbi lo ya jangan-jangan?”

“Anjir lo, ya nggak lah”

Fahmi, ketua Osis, ketampanannya memang di atas rata-rata tapi tetap saja aku kurang tertarik, karena menurut abang gue, cowo yang kaya tipe bang Fahmi itu, pakai behel dan kulit putih, biasanya playboy dan banyak maunya.

“Ade-ade, bisa diem gak? Kepsek sebentar lagi datang.” Pandangan Nando sungguh mematikan. Nando adalah panitia yang sempat menegurku karena telat, tapi dia cukup ganteng sih, gak kalah keren dibanding Fahmi.

Kepsek dan perwakilan panitia satu persatu selesai memberikan sambutan. Jenuh memang, namun bagaimana lagi, inilah prosedur perkenalan. Kami juga diberikan beberapa tugas untuk dikumpulkan esok hari sebagai hari penutup masa orientasi siswa.
Saat berjalan menuju gerbang sekolah dengan Renata, tiba-tiba ada suara memanggil namaku.

“Ririn, Ririn!”

“Iya Bang, ada apa?” Kutoleh ke belakang mendengar sumber suara yang memanggilku cukup kencang.

“Kamu Ririn kan? Saya Anggi, panitia acara tadi. Kamu gak lupa kan besok harus tulis surat cinta buat salah satu dari kami?”

“Iya bang, saya ingat kok.” Kataku sedikit menunduk.

“Baiklah, hati-hati di jalan ya Rin”

“Iya bang.”

“Ih kok bang Anggi yang buntel itu kenal lo sih?” Sambar Renata yang daritadi kebingungan melihatku berbicara dengan Anggi.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang