"Kau tidak bisa pergi begitu saja, Sari!" teriakku ketika kamu tetiba beranjak dari bangku dan hendak pergi.
Baru saja aku memberitahumu jika salah satu cara untuk melepaskan kepergian itu adalah dengan menjauh. Menciptakan jarak atas jejak-jejak kenangan yang tersebar di seantero kota. Jalan raya, perpustakaan, rumah sakit, sampai rumah duka, di mana pun Laras pernah berada.
Aku hendak mengajakmu tinggal bersama, tapi kamu menolak. Tak mungkin tinggal bersama dengan seseorang yang pernah mencintai kakakmu dalam-dalam. Aku adalah kenangan kakakmu sendiri. Ada benarnya dia. Artinya, kamu harus menjauh.
"Laras tidak akan menginginkan hal ini! Jika iya, dia pasti masih hidup sekarang!"
"Tidak perlu serumit itu, Sar. Aku masih mencintainya. Hanya dengan bersamamu, aku bisa perlahan melupakan Laras!"
Pembicaraan hari itu pun usai dengan kita saling berpisah jalan, hingga bertemulah lagi kita di sini sebulan kemudian. Rinai masih setia.
"Kembalilah, Sari. Ayo duduk di sini bersamaku."
Sejenak kamu terpaku. Kemudian memutuskan kembali duduk di sampingku. Aku merengkuhmu ke dadaku. Membuatmu menangis adalah sebuah kesalahan. Rasanya kamu tak usah mengatakan apa-apa padaku lagi. Air mata yang tumpah ke bajuku tidak basah. Justru langsung resap ke dalam ruang-ruang di dalam dadaku.
Karena tepat itulah yang kulakukan sejak kepergian Laras, dua bulan lalu. Setiap hari aku duduk di sini, menyesai kepergian Laras yang terlalu cepat.
"Sari, kau tidak akan bisa menjauh jika kau memaksa diri untuk menjauh."
Kamu mengangguk dalam pelukan. Sebelum memutuskan untuk lari menuju tempat yang entah itu kemana: memaksa hati melepaskan.
***
Enam bulan setelah pertemuan pertama, aku dan Anna sepakat untuk mulai menyamakan nada perasaan. Sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Laras begitu bahagia. Aku sangat beruntung Laras hadir untuk menyempurnakan hidupku yang separuh.
Tidak ada masalah dengan menikah muda. Dia berkata siap berlayar bersama, jadi buat apa menundanya? Terkadang yang dibutuhkan itu tindakan, bukan sekadar rencana-rencana fiksi. Aku membawa ke mana pun Laras hendak pergi. Aku membawa Laras ke surga dunia yang hanya aku, Laras, dan Tuhan tahu di mana tempat itu berada.
Bayangkan bagaimana rasa seorang anak lelaki yang terlahir dengan separuh diri, lalu harus tersobek lagi menjadi separuh ketika ayahnya meninggal, dan kini dia bisa menyempurnakan dirinya kembali dengan seseorang yang dicintai dalam-dalam. Jika ada perasaan yang lebih hebat dari itu, ceritakan padaku.
Lalu Laras mengenalkan adik perempuannya, yang baru saja pulang dari luar negeri padaku setahun lalu. Saat itulah aku bertemu denganmu. Satu-satunya perbedaanmu dengan Laras adalah lesung di pipi itu.
Aku tidak pernah mengkhianati takdir, tapi jelas-jelas ia mau mempermainkanku.
Entah bagaimana caranya, aku juga terjatuh dalam perasaan begitu dalam padamu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesal Muara
RomancePoligami itu tidak salah, kan? Sebenarnya aku tidak melakukan itu, tetapi kalian berdua sungguh memesona.