📿 SEBELAS

1.5K 59 0
                                    

Aku begitu terkejut ketika mendapati telepon rumahku berdering dan kudapati seseorang di seberang sana yang sudah ku kenal adalah seseorang yang sangat ku kenal dan ku nanti-nanti. Aku bertanya-tanya darimana dia dapat nomor telepon rumahku? Pikirku. Tapi, aku bisa menebak bahwa itu pastilah ulah kakakku karena sendari tadi dia senyum-senyum kecil melirikku yang dengan jantung berdebar-debar menerima telpon dari seseorang yang berada di seberang sana.

Aku lebih terkejut lagi ketika aku mendengar bahwa dia sedang berada di sini sekarang, di kotaku, Yogyakarta. Aku berkali-kali bertanya padanya. Tapi, dia juga tetap memberikan jawaban yang sama. Dan mendengar jawabannya yang kelima kali dari pertanyaanku itulah aku percaya bahwa dia benar-benar berada di sini. Di tempat yang tak begitu jauh dariku. Di tempat yang tak lagi terpisah oleh didinding tinggi dari tempat itu. Di tempat dimana waktu tidak akan berbeda jauh dari tempat itu. Dia di Indonesia sekarang, benar-benar di Indonesia dan bukannya di negeri Jepang. Terlebih lagi, dia di Yogyakarta, di Bandara Adi Sucipto, dan memintaku untuk bersedia menjemputnya di sana. Karena ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di Yogyakarta. Dia pernah beberapa kali datang ke Indonesia dengan ayah angkatnya dokter Dokuro, tapi itu hanya ke Bali.

Aku tahu kakakku sudah tahu sebelumnya tentang berita kedatangannya itu. Dia sudah berpakaian rapi dan menyiapkan kontak mobil di tangannya. Dia mengajakku untuk menemaninya. Aku menatap kakakku penuh selidik.

"Kak Nara..,"

"Apa?"

"Jujur deh, kakak sebenarnya sudah tahu kan dia mau datang?" Kakakku tidak menjawab pertanyaannku dan hanya tersenyum simpul ke arahku. "Kakak tega banget denganku?" ucapku.

"Kakak bilang, kakak sudah lama tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi, kakak malah lebih tahu tentang keadaannya dariku,"

"Ma'af... kakak sebenarnya juga ingin memberi tahumu. Tapi, dia melarangnya,"

"Kenapa?"

"Dia hanya tidak ingin kau khawatir. Dia banyak mengalami kesulitan beberapa waktu lalu. Kau tahukan tak mudah baginya untuk bisa menjadi muslim?"

"Iya..,"

"Dia berusaha keras meyakinkan orang tua angkatnya bahwa itu adalah jalan yang terbaik untuknya,"

"Em..begitu, tapi tak seharusnya dia menyembunyikannya dariku. Dia menanggung kesedihannya sendiri tanpa ku tahu," ucapku. "Terus, kalau akhir-akhir ini, kenapa dia tak menghubungiku sama sekali..," tanyaku dengan manyun ke arah kakakku.

"Kalau masalah itu, sebaiknya kau tanyakan saja padanya," ucap kakakku sembari mencubit pipiku.

Tak beberapa lama kami pun tiba di bandara Adi Sucipto. Aku melihat dia yang melambai ke arahku dan kakakku. Tapi, yang kuherankan dia tidak datang sendiri ada dua orang separuh baya di sampingnya yang tak ku tahu dengan jelas itu siapa. Dari kejauhan, aku mengira dia pasti datang bersama dengan Dokter Dokuro dan Nyonya Misaki, orangtua angkat Park Young Ha, tapi ternyata bukan. Aku lebih terkejut lagi ketika melihat sang wanita mengenkan jilbab sama sepertiku. Dia tersenyum dan buru-buru berlari menghampiriku. Hampir-hampir saja dia melepaskan kerinduannya dengan memelukku, jika saja kakakku tidak berdehem untuk memperingatkannya.

"Tunggu, sampai aku menjadi halal bagimu...," ucapku berbisik ke telinganya dan dia pun tersenyum mendengar kata-kata itu.

"Aishiteru," ucapnya padaku. Dan aku memberikan senyuman termanisku untuknya.

Sebelum naik ke mobil, dia memperkenalkan dua orang pria dan wanita yang berdiri di sampingnya. Kedua orang itu adalah paman dan bibi Park Young Ha yang dengan susah payah di carinya selama lebih dari satu tahun. Dia begitu bersyukur jika ternyata paman dan bibinya juga menganut agama yang sama dengannya. Untuk mencari kedua orang itulah dia tidak bisa menghubungiku lewat email selama beberapa bulan. Sebenarnya, yang di carinya adalah orang tua kandungnya tapi kedua orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan mobil setelah memberikan Park Young Ha ke panti asuhan. Sementara itu, paman dan bibinya tidak tahu kalau kakaknya memiliki seorang putra. Karena mereka berdua sudah di usir dari keluarga besarnya karena menganut agama islam.

Orangtuaku menyambut kedatangan Park Young Ha beserta Paman dan Bibinya, dengan ramah. Mereka membicarakan maksud kedatangan mereka kemari bahwa ingin segera meminangku. Aku yang saat itu hanya memakai gamis biasa begitu terkejut mendengar hal itu. Ketika aku membuatkan minum dan menyiapkan makanan kecil di dapur ibu berbisik kecil ke arahku.

"Oh, jadi pemuda itu, yang membuat anak gadis ibu rela menjadi perawan tua," ucap ibuku.

"Ibu...Tapi, ibu menyetujuinya bukan?"tanyaku dengan malu-malu.

"Setuju apa?"

"Ya, setuju jika dia mau jadi imamku,"

"Kau yakin itu maksud kedatangannya kesini...?" goda ibu padaku. Aku mengangguk malu. "Ya, bagaimana ya...,"

"Ibu...,"

"Bagaimana mungkin ibu tidak menyetujuinya. Ketika ibu tahu sendiri anak gadis ibu ini sudah menjaga dirinya begitu lama hanya untuk menunggu pemuda itu meminangnya," ucap ibuku. Aku langsung memeluk ibuku dan mencium sebelah pipinya.

"Terima kasih...," ucapku.

"Ya, ma'afkan ibu karna bersikap kasar padamu dan memaki pemuda itu,"

"Iya, aku tahu bahwa sebenarnya ibu tidak bermaksud seperti itu,"

"Anak gadis ibu satu-satunya akan menjadi istri orang. Ibu harap dia pilihan yang tepat untukmu. Sekali lagi, ma'afkan ibu karena sempat menghalangi jalanmu," ucap ibuku dengan berlinang air mata dan memelukku dengan eratnya. Aku pun membalas pelukan ibuku dengan tak kalah hangatnya.

SEPASANG MATA DI BALIK SAKURA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang