📿 DUA BELAS

2K 65 0
                                    

Beberapa minggu kemudian acara pernikahan kami pun berlangsung. Acara pernikahan itu cukup sederhana. Hanya ijab qobul dan makan-makan dengan keluarga besar, kerabat dan teman-teman terdekat saja. Kami tidak dapat melakukan pernikahan yang mewah karena Park Young Ha harus terbang kembali ke Jepang untuk mengurus pembangunan cabang rumah sakit ayahnya. Tapi, kini dia tidak akan sendiri lagi terbang ke sana. Karena saat dia terbang kesana, aku akan berada di sisinya untuk menemaninya. Orangtuaku memang berat melepasku, tapi mereka tahu semua keputusan berada di tanganku. Dan mereka pun percaya padaku bahwa aku telah mengambil pilihan bijak yang tak akan pernah ku sesali nantinya.

Dapat ku lihat semua temanku berkumpul di sana. Orang tua angkat Park Young Ha juga menyempatkan diri untuk datang menghampiri pernikahan kami. Paman dan Bibi Park Young Ha yang ku kenal dengan nama Lee Tae Min dan Shin Eun Jung itu, mendampingi Park Young Ha sejak dia menginjakkan kaki ke Indonesia untuk meminangku hingga pernikahan ini berakhir. Dapat ku lihat juga Liena dan keluarganya hadir di sana. Disampingnya terdapat Yutaka yang menggendong putra pertama mereka. Sementara Tuan Yamato dan Nyonya Mayumi asyik mengobrol dengan besannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Pak Erwin dan Ibu Mira. Kakakku dia tersenyum lebar ke arahku dengan menggendong anak ke duanya yang baru lahir beberapa hari yang lalu sebelum pernikahanku.

Usai ijab Qobul dan semua hal yang menyertainya, ketika semua orang sudah menyatakan sah. Dengan tiba-tiba Park Young Ha mengecup bibirku. Aku begitu kaget, sama halnya dengan semua orang yang berada disana. Semua orang yang berada di sana sontak terkejut dengan apa yang di lakukannya. Beberapa orang tua menutup mata anaknya yang masih kecil. Baginya, atau di negerinya mungkin hal itu sudah biasa, mereka bahkan sudah sering melakukan ciuman di depan umum bahkan meskipun belum menjadi mahramnya. Tapi, di negeriku yang berbeda jauh kebudayaannya hal itu masih terlihat tabu, walaupun kami sekarang sudah menjadi mahram dan halal satu sama lain.

"Kamu bilang aku bisa menciummu kalau aku sudah menjadi suamimu," bisiknya padaku ketika itu.

Aku yang masih canggung karena semua orang memperhatikanku. "Iya, tapi tidak di tempat umum..," bisikku.

Dia mengerti apa maksudku, dan saat itu pula dia berdiri dan membungkuk minta ma'af kepada semua tamu yang hadir di pesta pernikahanku. Semua orang-orang itupun tertawa kecil melihat kelakuan Park Young Ha yang seperti anak kecil, yang segera meminta ma'af ketika dia berbuat salah, meskipun begitu aku menyukainya, menyukai seseorang yang masih seperti anak kecil yang lugu itu. Semua orang yang kebanyakan adalah kerabatku dan teman-teman dekatku itu dapat memaklumi tindakan Park Young Ha, pasalnya mereka semua tahu bahwa lelaki yang kini sudah menjadi imamku itu masilah seorang mu'alaf. Kakakku tersenyum lebar ke arah Park Young Ha dan menepuk bahunya. Dapat kulihat jelas kini kakakku membisikkan kata-kata pada telinga Park Young Ha. Aku yang berdiri di samping Park Young Ha untuk menyalami tamu-tamu yang mengucapkan selamat kepada kami berdua itupun samar-samar dapat mendengar bisikan kakakku pada Park Young Ha.

"Tidak apa, kau sudah menunggu dan menahannya cukup lama, aku bisa memakluminya," bisik kakakku.

Park Young Ha yang mendengar itu tersenyum lebar, dan dia tersenyum pula ke arahku yang membuatku bersemu merah karena malu. Tapi, untuk menyembunyikan hal itu aku memfokuskan diriku untuk kembali menyalami tamu-tamuku.

Sudah cukup malam ketika semua tamu itu pergi meninggalkan kami berdua. Aku sudah cukup lelah hari itu begitu pula dengan Park Young Ha. Kerabat orang tuaku memang cukup banyak. Maklumlah ini pernikahan terakhir anaknya, jadi orangtuaku mengundang semua kerabat besarku. Kami pun segera beristirahat untuk melepas kelelahan itu.

"Najwa chan...," ucapnya.

"Iya..,"

"Aku boleh melihat mahkotamu?" tanyanya.

"Ya, tentu. Kau kini sudah menjadi imamku," ucapku dengan senyuman ke arahnya.

Dia tersenyum balik kearahku. Di bukanya perlahan hijab yang tengah menutupi mahkotaku itu olehnya. Dapat kulihat begitu takjubnya dia melihat rambut panjangku yang bersembunyi di balik hijabku. Dipegangnya rambutku dengan lembut olehnya.

"Rambutmu indah, Najwa chan. Aku begitu beruntung bisa melihat mahkota yang mati-matian kau lindungi itu," ucapnya. "Najwa chan, Aku mencintaimu..," ucapnya dalam bahasa Indonesia.

Aku sedikit terkejut mendengarnya. "Kau bisa bahasa Indonesia?"

"Iya, memangnya Najwa chan pikir aku hanya belajar bahasa Indonesia hanya untuk kata-kata yang ku ucapkan di ijab Qobul itu tadi?" ucapnya dengan sedikit manyun. "Aku sudah belajar keras agar bisa berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Aku kan juga ingin bisa mengobrol dengan orang tuamu, tanpa harus kau yang menjadi penerjemah," ucapnya kemudian masih dengan sedikit manyun.

Aku hanya memperhatikan kelakuan lucunya itu dan berbisik lembut di telinganya. "Sarangheyo. Sarangheyo..Young Ha sshi...," ucapku. Dia terbelalak kaget mendengar perkataanku.

"Kau...bisa bahasa Korea?" tanyanya seketika.

Aku mengangguk. "Ya, aku minta kakakku mengajariku..," ucapku. Dia tersenyum bahagia dan mengecup keningku.

"Najwa sshi," ucapnya kini dengan bahasa korea."Boleh aku menyentuhmu?" tanyanya.

Aku membisikkan kata-kataku di telinganya. "Iya, Young Ha sshi. Kini aku sudah halal bagimu, dan kau juga sudah halal bagiku. Kau kini sudah berhak atas diriku," bisikku padanya. Dia memandangi wajahku dan tersenyum bahagia. Begitu pula dengan diriku. Aku melihat sepasang mata teduhnya, yang dulunya hanya bisa ku lihat tanpa sengaja di balik pohons akura itu, kini bisa kunikmati setiap hari dengan lebih dekat. Seketika itu juga ketika mata kami saling bertatap pandang, dia tersenyum dan segera meraihku dalam pelukannya.

Aku masih bangun di setiap pertengahan malam. Aku masih menggelar sajadah panjangku dan bersimbuh kepada-Nya, sang pemilik alam semesta ini. Namun, kali ini aku tak bersimbuh untuk menangis, agar tuhan mengambil rasa cintaku kepada pemilik sepasang mata di balik sakura itu. Tapi, melainkan mengucap syukur atas segala kuasanya karena telah memberikan hadiah terindah dalam hidupku setelah semua hal yang telah terjadi.

Tuhanku, terima kasih...

Karena tlahh mengizinkanku untuk memilikinya

Karena tlah mengizinkan cinta ini untuk masih kumiliki

Tuhanku...

Bersama dengan lelaki yang telah menjadi imamku ini

Hamba berdo'a penuh pengharapan kepada-Mu

Agar Engkau bersedia menjaga cinta kami

Dalam keagungan dan keabadian kasih-Mu

Sampai akhir nanti

Hingga kami kembali menghadapmu

A.N.E


~END~

SEPASANG MATA DI BALIK SAKURA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang