📿 TIGA

2.2K 92 1
                                    

Sudah sebulan lebih perkuliahan berlangsung. Aku bersyukur tidak ada kesulitan yang ku dapat sejauh ini. Hari ini saatnya praktik, kami di suruh mengenakan seragam lab yang berwarna putih itu laksana jas yang biasa di kenakan oleh dokter. Wajahku masih begitu basah hingga tampak segar karena berwudhu untuk sholat dhuhur tadi. Teman sekelasku berasal dari bermacam-macam negara ada yang berasal dari Arab, Iran, Perancis, Ingris, dan negara-negara lainnya. Di kelasku, cuman ada dua orang wanita yang mengenakan kerudung. Satu, gadis dengan hidung runcing dari negara Arab yang kemudian ku kenal dengan nama "Zulaikha", dan yang satunya tidak lain dan tidak bukan adalah aku sendiri. Aku merasa senang setidaknya ada juga wanita seiman yang sekelas denganku, hingga aku bisa beribadah bareng dengannya setiap kami berada di kampus.

Ketika aku masuk ruang lab, aku mendengar dua orang pemuda bercakap-cakap selepas aku dan Zulaikha berjalan melewati mereka. Aku tak tahu apa yang mereka berdua lakukan disana karena mereka bukanlah teman sekelasku. Tapi, aku dapat melihat dengan jelas seseorang di antaranya bertanya pada teman disampingnya dengan menunjukkan tangannya ke arahku dan Zulaikha selepas kami melintas dari hadapan mereka. Aku tak melihat paras mereka dengan jelas hingga tak ku tahu seperti apa wajahnya karena sedari tadi aku hanya menundukkan kepalaku. Aku hanya mendengar dengan jelas percakapan mereka, karena aku duduk di bangku lab yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Ano hito wa dare desuka? ucap seseorang pemuda kepada pemuda yang berdiri di sampngnya.

Sementara pemuda di sampingnya itu bertanya memperjelas. "Yang mana yang kau tanyakan..?" sambil melihat kami semua yang tengah sibuk mencari tempat duduk yang nyaman.

"Ano hito?" ucap pemuda yang bertanya tadi dengan mengarahkan telunjuknya ke arahku.

"Emm..Najwa san. Ano hito wa Indonesia desu," ucap seorang pemuda yang ditanya oleh pemuda sebelum dengan melihat beberapa kertas yang di bawanya yang bisa ku tebak mungkin berisi form tentang identitasku dan teman-teman sekelasku.

"Oh...Najwa san,"

Setelah semua teman sekelasku masuk semua ke dalam lab, seorang pria separuh baya masuk ke lab, dan bisa ku tebak mungkin dialah dokter pengajar yang akan mengajari kami hari ini. Dengan senyumannya yang lebar, pria separuh baya itu memperkenalkan dirinya.

"Konnichiwa..," ucapnya dengan tersenyum lebar. "Hajimemashite. Dokuro desu. Dozo yoroshiku..," ucapnya.

Setelah beliau memperkenalkan dirinya beliau mempersilahkan dua orang pemuda disampingnya untuk memperkenalkan diri. Aku menulis nama dokter pengajar itu dalam buku agendaku hingga tak ku perhatikan pemuda pertama yang berkenalan. Yang ku tahu hanya namanya Nakato dan bisa ku tebak bahwa dia juga berkebangsaan Jepang sama dengan sensei yang berkenalan sebelumnya. Pemuda kedua berkenalan dan aku tengah selesai dari kesibukanku menulis. Aku arahkan lagi pandanganku pada beberapa orang yang tengah berdiri di hadapanku dan semua teman-temanku itu.

Betapa terkejutnya aku bahwa ku dapati seorang pemuda lain yang berdiri di sana adalah seorang pemuda yang beberapa hari ini sering muncul dalam pikiranku meski berulang kali aku menepisnya.

"Park Young Ha desu," ucapnya dengan tersenyum kecil ke arahku. Aku langsung menundukkan pandangku seperti biasa. Sementara itu, dia melanjutkan acara perkenalannya. Dalam tundukkanku aku masih bisa mendengar jelas darimana dia berasal. Dia berasal dari Korea Selatan. Sebuah negeri yang tak begitu jauh dari Jepang. Sebuah negeri yang sangat terkenal dengan keindahan pulau Jejunya dan sebuah negeri yang terkenal banyak artisnya itu.

Pelajaran usai dan kami pun langsung pergi meninggalkan lab untuk pulang. Tiba-tiba saja ketika aku berjalan di sepanjang koridor lab seseorang memanggil namaku.

"Najwa chan...," panggilnya. Aku yang tengah berjalan bersama Zulaikha pun menoleh mencari sesosok orang yang telah meneriakkan namaku itu. Dia menghampiriku dan tersenyum lebar. "Najwa chan, masih ingat denganku...?" tanyanya yang sontak membuatku terbelalak kaget. Sementara Zulaikha yang berdiri di sampingku juga sama kagetnya, dia berulang kali bolak-balik melihat ke arahku dan ke arah orang yang sekarang berdiri di hadapan kami itu, seolah tak percaya bahwa kami saling mengenal.

"Hai...," ucapku. "Bagaimana mungkin aku melupakanmu? Sepasang mata teduh di balik Sakura..," batinku.

"O, genki desu?" tanyanya padaku yang juga membuat tragedi kekagetanku yang tadi terulang lagi.

"Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia sok akrab denganku?" pikirku. Tapi, aku langsung buru-buru menjawab pertanyaannya karena takut jika dia tiba-tiba tahu bahwa aku tengah berpikir tentang arti sikapnya padaku. "Hai, genki desu," ucapku. Aku pun bertanya hal yang sama padanya dan dia pun menjawab dengan jawaban yang telah ku lontarkan tadi.

"Ah, baiklah kalau begitu. Saya pikir anda sudah lupa sama saya," ucapnya.

"Oh, tidak bagaimana mungkin. Anda telah menolong saya waktu itu," ucapku sekenanya. Alasan sebenarnya adalah aku tidak bisa melupakannya karena sepasang mata teduhnya itu yang ku lihat di balik pohon sakura untuk pertama kalinya di musim semi, beberapa bulan yang lalu.

"Ah, anda tidak perlu sungkan. Baiklah kalau begitu saya permisi dulu. Sayonara," ucapnya dengan tersenyum dan membungkukkan badan. Aku dan Zulaikha pun melakukan hal yang sama.

Sejak saat itu, kami jadi beberapa kali sering bertemu tanpa sengaja. Dia bersikap ramah meskipun dia berada dua tingkat di atasku. Walau begitu, dia tak pernah meremehkan atau tidak menghargaiku, dia bersikap hormat padaku seperti yang di lakukannya pada orang lain, sehingga itu membuat kami menjadi sedikit lebih akrab. Dia adalah tipe orang yang sangat ingin tahu. Dia sering bertanya hal-hal yang membuatnya penasaran.

"Najwa chan, yang biasanya sering kau dan Zulaikha lakukan itu apa?"

Aku yang terkejut mendengar perkataannya pun mengetahui arah pembicaraan yang ingin di bangunnya itu. "Oh, itu namanya sholat..,"

"Sholat..?"

"Iya, bagi kami orang-orang yang beragama Islam wajib melaksanakannya. Kami melakukannya setiap hari dan dalam sehari kami melakukan hal yang sama sebanyak lima kali berdasarkan waktu-waktu yng sudah di tentukan dalam agama kami, dan dengan tiap rakaat yang berbeda-beda yang juga sesuai dengan ketentuan,"

"Wah.. banyak sekali bahkan melebihi aturan minum obat. Kau tidak merasa lelah?"tanyanya dengan penuh penasaran.

Aku yang sekarang tak canggung lagi melihat laki-laki di depanku itu pun tersenyum simpul mendengar pertanyaannya. "Tidak... Jika kau melakukan itu dengan iklas dalam hati dan karena Tuhanmu, kau tidak akan pernah merasa lelah sedikitpun,"

"Kau begitu mencintai Tuhanmu?"

"Ya, Dialah Yang Maha Agung. Yang menciptakan alam semesta yang indah ini, yang juga memberikanku napas sampai sekarang..,"

"Oh...begitu," ucapnya dengan raut wajah penuh berpikir.

"Kalau Young Ha kun bagaimana?" tanyaku.

Park Young Ha terkejut mendengar aku bertanya hal yang sama padanya. "Ak...aku...aku tidak mengenal Tuhan. Jika memang benar di atas sana ada Tuhan, kenapa dia tidak pernah mendengar do'a-do'aku selama ini?" ucapnya.

Sama terkejutnya dengan ketika Park Young Ha mendengar pertanyaanku. Aku yang mendengar jawaban darinya lebih terkejut lagi. "Kau....seorang atheis...?"tanyaku sebelumnya.

"Iya," jawabnya mantap. "Sebelumnya, aku beragama kristen. Tapi, sejak peristiwa yang terjadi saat itu, aku sekarang tidak percaya pada Tuhan...," ucapnya dengan tersenyum kecil padaku.

Aku tidak bertanya lebih lanjut padanya setelah kulihat raut wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi mendung setelah mengatakan hal itu. Meskipun sangat penasaran dengan apa yang terjadi padanya, hingga dia tidak percaya pada Tuhan, aku memutuskan untuk tidak bertanya. Aku hanya membalas tatapannya padaku yang tersenyum manis, dan membalasnya dengan senyuman yang sama.

SEPASANG MATA DI BALIK SAKURA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang