Part 3

44 2 0
                                    

Im Goo Del masih bersabar menunggu dosen pembimbingnya di lantai tiga. Dia sedang membaca novel romantis Disguise sambil menyilangkan kakinya. Sesekali ia tersenyum kecil namun tetap melanjutkan membaca.

Bultourune. Fire.oh.uh.oh. sambil bernyanyi mengikuti suara SUGA. HP nya berbunyi. Im Goo Del benar-benar menyukai SUGA bahkan walpapernya pun gambarnya.

Yeoboseyo! Raa In ah kamu aman? Jumpa sama terorisnya? Ada kan? <hening>........
Atau jangan-jangan yang nelfon ini si teroris? Raa In ah,,Raa In ssi..yeoboseyo!! Kok tidak ada suara. Kamu lagi disekap si teroris ya? Raa In ssi? Omg. Save uri chingu.

Raa In sengaja tidak menjawab telfonnya bahkan ia sedang tertawa-tawa mendengar Goo Del. “Agh, jinjja Goo Del”, gumamnya pelan.

Hyaa Goo Del, geumanhae. Ngomong apa sih. Tidak usah panikan lah. I’m save. Teroris? Aku pikir dia seorang pahlawan. Ganteng lagi. Goo Del, kamu terlalu banyak nonton drama. Berhentilah”, sela Raa In.

Mwo? Aagghh. Baguslah. Oke Raa In ah, aku mau bimbingan dulu yaa. Nanti kita sambung di kosan.”
Panggilan terputus.

Dosen baru saja datang.
“Yang mau bimbingan sama saya tunggu 15 menit lagi yaa saya mau istirahat”, kata dosen kemudian langsung masuk ke ruangannya.

Menunggu adalah hal wajib yang dilakukan mahasiswa suka atau tidak. Kalau tidak mau menunggu tidak usah jadi mahasiswa. Begitulah. Im Goo Del paling benci menunggu. Jadi dia mengisi kebenciannya itu dengan menulis atau membaca novel seperti yang dilakukanya hari ini.

Kemudian,

“Tok..tok, selamat siang bu. Saya mahasiswa bimbingan ibu. Nama saya Im Goo Del", ucapnya memperkenalkan diri dengan sopan.

“Oke, silahkan duduk. Judul kamu apa?”, tanya dosennya.

Merekapun mulai berdiskusi. Satu jam berlalu akhirnya sesi bimbingan pun berakhir.

“Thanks God, aku bisa bimbingan hari ini, semoga setelah ini aku bisa jumpa Prince SUGA ku”, gumamnya pelan. Ia berjalan menuruni tangga sambil mengadu tinjunya karena bahagia.

Demi misinya ia pun pergi jalan-jalan ke biro rektor yang kebetulan ada taman di areal tersebut. Tanpa sengaja ia mengarahkan pandangannya ke sebuah lapangan basket. Dia mencubit-cubit ujung hidungnya sambil mengingat apa yang dilihatnya barusan. Dengan setengah bersuara, “bukankah dia mirip seseorang? Hmm, dimana aku melihatnya?”.

Ia pun mendatangi lapangan tersebut. Ia duduk di antara penonton. Ia tidak begitu paham dengan permainan bola basket tapi suka bermain basket. Sangat menyenangkan jika bisa memasukkan bola ke dalam ring.
Kadang-kadang ia ikut bermain dengan senior-seniornya di kampus. Memang hanya berlomba memasukkan bola ke ring tapi itu cukup menghibur. Itulah alasan Goo Del menonton pertandingan basket antar fakultas tersebut meskipun ia tidak mengenal satu orangpun disana. Im Goo Del tanpa malu ikut bersorak-sorak bahkan berjingkrak-jingkrak jika ada yang berhasil memasukkan bola ke ring.

Tidak peduli grup mana yang berhasil yang penting bola masuk ia ikut bersorak. Begitulah, Im Goo Del bukan gadis yang pemalu. Ia hanya malu jika ia ketahuan sama kawannya.

Pertandinganpun berakhir, para suporter dari masing- masing group membubarkan diri. Para pemain pun membubarkan diri dan bersitirahat di lapak masing-masing. Ada yang berdiri sambil mengipas diri dengan kaosnya. Ada yang menuangkan air minum ke wajahnya, ada yang hanya duduk meluruskan kakinya bahkan ada yang buka baju sehingga abs nya terlihat.

“Omaya, this is amazing. Tidak salah aku datang kesini. Meskipun suara serak tapi tidak apa-apa yang penting bisa lihat namja-namja keren ini. Agh, benar-benar cuci mata”, dia tersenyum sumringah. Dia tidak sadar ada seseorang yang memperhatikannya dengan senyum smirknya.

Lights, You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang