Chapter 6 | Bahagia

4.5K 223 2
                                    

     Di permalukan oleh seseorang memang sangat menyebalkan. Seperti Wina yang di permalukan oleh Satria. Ia tak bisa mengilangkan kemarahannya saat pikirannya membayangkan waktu siang. Sangat malu.

Untuk membalas kejahilan Satria, Wina dengan semangat empat lima malam ini memasak ikan panggang. Tak peduli dengan tetangga di sebelahnya jika ulahnya akan menyebabkan bau yang tidak sedap. Beberapa kali Wina membolak-balikkan panganggannya yang berisi ikan, tetapi tak kunjung matang.

Walau sudah di olesi madu dan kecap, tetap saja rasanya amis. Wina meletakan sejenak pangangannya dan berlari ke kulkas, mengambil satu buah jeruk nipis dan membelahnya. Ia menaburkan perasan jeruk nipis diatas panganggan ikan.

"Pikirkan bahagia... pikirkan bahagia..." Gumam Wina sambil membolak-balikkan panganggan ikan.

    Tiga puluh menit. Waktu yang sangat lama jika hanya untuk membuat ikan bakar. Wina selesai membakar, ia meletakan ikan gosong di piring saji. Keringat bercucuran ke dahi dan meluncur ke leher.

Malam ini ia gagal membuat ikan panggang. Uang seratus ribu untuk membeli bahan masakan malam ini melayang menjadi ikan panggang gosong yang terasa pahit di lidah. Apa Satria mau untuk memakan ikan seperti itu? Mencicipinya saja sepertinya lelaki itu akan ogah-ogahan.

Sekali lagi Wina menggaruk-garuk kepalanya. Bingung. Akan ia apakan ikan itu? Sudah terlanjur jika akan diolah menjadi pepes.

Ponselnya berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Wina segera merogoh saku jeansnya dan membuka pesan itu.

Satria : Malam ini aku tidak pulang. Bermalam di rumah orangtuaku.

Emosinya membuncah setelah membaca pesan singkat itu.

"SATRIA...! BODOH! GILA! NGESELIN! KAMPRET! ANGKUH! NAKAL! BANG*AT!!!" Wina berteriak tak karuan. Wajahnya merah padam.

*

     Pagi-pagi sekali Satria bangun. Ia keluar dari kamarnya sambil membawa kemeja dan jasnya. Dan kini lelaki itu hanya mengenakan kaos putih biasa.

"Maid, saya pulang dulu. Kau bilang saja pada Papi, aku pulang ada urusan." Kata Satria, ia memberhentikan pembantu di rumah orangtuanya. Wanita setengah baya itu mengangguk. Satria segera berlari keluar dari rumah.

     Sampai di depan pintu apartemennya, Satria menekan kode apartemen dan membuka pintu.

Tujuan pertamanya adalah ke pantry untuk mengambil minum. Sampai disana, kakinya tiba-tiba berhenti. Berhenti saat matanya melihat seseorang tertidur di atas meja bar. Apa itu Wina? Kenapa wanita itu lebih memilih tidur disana? Kamar kan lebih nyaman. Pikir Satria.

Tak ada niat untuk membangunkan Wina, Satria kembali melangkah, membuka kulkas. Ia meletakan satu gelas di meja bar dan menuangkan air putih disana.

     Gerakan Satria jelas membangunkan tidur Wina. Wanita itu membuka matanya sedikit sambil mengangkat kepalanya. Setelah tersadar, Wina membelalakan mata melihat keberadaan Satria di sebelahnya. Lelaki itu dengan seksinya meminum air putih penuh gairah.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Wina, ia berdiri di belakang Satria sekarang.

Menghabiskan setengah gelas air putih, Satria meletakan gelasnya di meja, berbalik badan dan menatap Wina. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan disini?"

Bukannya menjawab, Wina menunjuk tangannya ke depan, ke arah meja bar, terdapat piring yang di tutupi oleh kain.

Dahi Satria berkerut, memandang arah tunjuk tangan Wina. "Apa itu?"

"Itu menu sarapan pagi ini! Dan kau harus memakannya sampai habis!" Ketus Wina dan berlari mengehtak-hentakkan kaki, masuk kamar.

     Masih bingung dengan gelagat Wina. Satria membuka kain itu dan ia kembali mengerutkan dahi saat melihat isinya. Ikan bakar? Sepagi ini ia harus makan ikan bakar? Apa lambungnya nanti akan baik-baik saja? Satria tidak percaya dirinya akan baik-baik saja, tapi tangannya ia ulurkan untuk mencuil sedikit ikan panggang mengenaskan itu.

Crazy Maid (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang