Tenggelam dalam Masa Lalu

83 16 27
                                    

Holla!
Vote sebelum baca.
Comment setelah baca.
Imajinasi kalian gunakan dengan luas, agar  mendapatkan adegan 3D di pikiran kalian sambil membaca ini😂

Aku termenung dalam kegelapan dimasa lalu yang terkubur telah lama. Kini, kenangan itu kembali terbuka didalam memoriku, memori yang tak ingin ku ingat kembali.

"Annisa, kau ingin berkenalan dengan kedua teman abang? Mereka diatas 1 tahun lebih tua darimu, dan tentunya lebih muda dari abangmu ini ha ha. Mereka sangat kecil dan lucu, mereka memiliki sepasang mata, satu hidung untuk menghirup, mulut untuk berbicara dan makan, memiliki sepasang telinga untuk mendengar, memiliki sepasang tangan untuk menggenggam sesuatu, dan memiliki sepasang kaki untuk melangkah. Mereka sama seperti kita, hanya manusia biasa. Namun, abang merasa kalah dengan mereka." Ujar Raka sembari menunduk.

"Kalah apanya bang?" Tanya wanita kecil berparas cantik, terdapat sebuah pita besar di kepalanya sebagai aksesoris untuk menandakan bahwa dirinya adalah wanita.

"Kalah tampan nya Nis." Raka hanya menunduk dan menjawab.
"Memangnya mereka setampan apa? Yang aku lihat didepanku adalah seorang laki-laki berambut hitam pekat, dan di potong rapi dibagian sekitarnya. Dia memiliki hidung yang lancip, sepertinya akan sekali patah bila hidung itu terluka ha ha. Dia tampan, sangat tampan. Aku menyukainya, sangat menyukainya. Bahkan, aku sempat berpikir akan menikah dengannya dimasa depan nanti. Aku kecewa karena tidak bisa menikah dengannya, Ibu bilang laki-laki itu bernama Raka Dimas. Dan Raka Dimas itu ternyata kakak ku, yang sedang berada di hadapanku, dan dengan senang hati kupanggil dia abang." Senyumannya pun merekah, tampah seperti jembatan gantung yang bergelayut pada dua tiang.

"Apa? Kau ingin menikahiku? Hahahaha!" Gelak tawa kecilnya yang khas masih sangat terngiang ditelinga Annisa.

"Iya, aku ingin menikahimu. Tapi kau adalah abangku. Aku tidak bisa merubah takdir yang telah Tuhan kasih kepadaku bang." Dia memang masih kecil diwaktu itu, namun entah kenapa setiap perkataannya kerap kali menunjukkan sisi kedewasaannya, mungkin karena pengaruh kakaknya.

"Nanti abang kenalin sama mereka deh! Biar Annisa bisa menikahi salah satu dari mereka. Asal jangan abang aja haha" Kakak beradik yang tak beda jauh ini memberikan kenangan tawa nya masing-masing.

Dia masih ingat, ketika hari ulang tahun yang bersamaan dengan kakaknya. Mereka tidak merayakan hari jadi itu layaknya seperti anak kecil diluar sana. Keluarga mereka mampu bila mereka menginginkannya. Namuj, keduanya tidak ingin mengadakan acara dengan banyak orang. Mereka hanya ingin melakukan kegiatan yang sangat sederhana, hanya di sebuah taman bermain dekat rumahnya. Itu sangat sederhana, tidak ada apapun, tidak ada minuman, tidak ada makanan berat maupun kecil. Mereka hanya cukup bermain jungkat-jungkit bersama dan saling mengucapkan "selamat ulang tahun". Kala itu Raka tengah berusia 7 tahun, dan adiknya Annisa berumur 5 tahun. Mereka terlihat saling menyayangi. Tidak perlu kue dan balon, hanya perlu waktu luang dan saling berbagi macam-macam cerita.

"Bang, abang tahu Pak Engkos yang ngejaga kostan di dekat rumah kita?" Tanya Annisa dengan serius.

"Tahu, memangnya kenapa dengan Bapak itu?" Raka pun penasaran akan jawabannya.

"Kata temanku, dia suka sulap lho ka. Tapi dia penipu." Jawabnya dengan polos.

"Penipu? Maksudnya?"

"Ya penipu. Aku ceritain deh yah biar abang tahu. Aku sama Thalia pergi ke pertunjukan si pesulap itu. Kami menunggu sesuatu yang mengagumkan di atas panggung sana, satu adegan pun berlangsung, ketika si pesulap itu akan mengeluarkan kelinci dari topinya, dia kebingungan karena sikelinci itu tidak ada didalamnya, tiba-tiba saja anak-anak lain yang sedang menonton tertawa dengan serentak. Aku heran kenapa mereka tertawa ke arahnya, dan aku mulai mencari sesuatu yang mereka tertawakan, ternyata si pesulap itu tidak sadar bahwa si kelinci itu diselipkan di celana si pesulap itu. Bayangkan bang, kelinci itu terhimpit dengan belahan pinggul orang gemuk itu, hanya terlihat sebagian badannya, aku kasian sama kelincinya deh bukan sama si pesulapnya karena kebingungan nyari-nyari kelinci itu."

PhosphorescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang