Kelam

35 12 6
                                    

Hai hai hai! Author balik nih, maaf kelamaan gak post chapter, Author lagi sakit jadi imajinasinya kebatas hehe. Maaf jadi curhat juga wkwk.

Gimana ceritanya? Menarik atau kurang menarik? Penasaran atau gak penasaran? Apapun itu yang penting Author semangat nulis karena kalian para pembaca yang setia membaca ceritaku yang penuh dengan tebaran typo disana sini haha.

Baca dan ikuti terus tiap chapternya yah, jangan lupa vote and comment biar tahu dimana kelemahan dan kekuatannya wkwk.

Selamat membaca kembali😊

Dalam bisingnya suara sirine yang dikeluarkan oleh mobil ini, membuat Annisa menguatkan diri untuk menatap sahabatnya, bukan, dia adalah mantan sahabatnya, dia akui sangat berat untuk mengatakan bahwa dirinya adalah mantan sahabatnya, karena dalam hati yang terdalam Annisa hanya merasakan rasa yang sama dari dulu mereka bertemu sampai sekarang. Annisa banyak menyimpan kenangan dan sejuta kerinduan untuk Kenzo.

Di teliti dari rambut sampai ujung kaki nya, dia tatap dengan seksama wajahnya, dia mengingat kembali hal-hal dulu waktu kecil yang pernah mereka ukir bersama. Dia baru menyadari bahwa beberapa saat ini dia berada dekat dengannya. Digenggamnya tangan itu dengan lembut untuk menguatkan bahwa dirinya agar cepat pulih kembali. Kepalanya yang terus mengeluarkan darah membuat Annisa tidak bisa menahan air matanya kembali, semakin dia bendung semakin sakit dan sesak didadanya.

"Kamu kuat! Harus sadar Ken!" Tangisan pun semakin pecah, genggaman pun semakin menguat. Suasana haru sangat mendekap dimobil itu.

***

Gelap, bingung, takut, rasa yang dia miliki sekarang campur aduk. Tepat didepan cermin ada dia dari sisi lain yang datang kembali dengan tatapan mengerikannya.

"Kau puas dengan yang kau lakukan Reza Fathir?" Seringai itu tampak dengan tatapan kelam dan tak asing lagi.

"Anjiiiing! Gila gue gilaaaaa!!! Kenapa lo harus ngelakuin ini dengan diri gue? Kenapa hah kenapaaa?!!!" Kegeraman yang ada dalam toilet itu sangatlah mencekam.

"Gue senang! Gue bahagiaaaa ngeliat Kenzo yang terkulai lemas seperti itu. Bukannya lo juga seneng kalo dia mati? Jangan so munafik jadi orang Rez!" Tatapan itu semakin tajam.

Reza hanya mengacak-acak rambutnya, seringkali dia menjambak rambutnya sendiri karena jiwanya yang sangat tergoncang oleh masa lalunya yang kembali hadir dalam hidupnya.

***

Annisa hanya menunggu, menunggu sendirian didepan pintu yang menentukan bahwa orang akan tetap hidup atau sudah tidak lagi.

Entah berapa butir dan liter air yang dikeluarkan oleh sepasang matanya, dia menyesali rasa bencinya yang begitu besar kepada Kenzo. Mengapa dia harus memendam benci selama ini?

Dalam lamunan dan tangisannya, pintu penentu itu terbuka dan nampak seorang pria berwibawa keluar dari sana dengan pakaian putih dan tinggi semampai.

"Anda wali nya pasien?" Seorang pria dewasa itu bertanya pada Annisa.

"Saya teman dekatnya Dok, orang tuanya tidak di Indonesia." Tegas Annisa.

"Hanya kamu yang disini?"

"Iya Dok."

"Yasudah, kamu ikut keruangan saya. Ada yang saya ingin bicarakan." Ujar Dokter.

Annisa pun menangguk, dan pasrah akan penjelasan Dokter. Apapun itu hasilnya yang penting Kenzo masih bisa bertahan hidup.

Mereka berdua pun berjalan menuju ruangan yang di arahi oleh Dokter tersebut.

Dokter pun memasuki ruangannya terlebih dahulu, sedangkan Annisa berdiam sejenak sebelum memasuki ruangan itu, dia berusaha mengumpulkan tenaga dan kekuatan agar dapat menguatkan diri dengan penjelasan Dokter nanti.

PhosphorescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang