Kau!

38 11 2
                                    

Seragam putih abu-abu masih setia menemani Annisa sampai detik ini. Matahari telah berganti menjadi rembulan yang tertutup oleh awan, langit pun telah memberikan suara dan getaran yang cukup takut untuk didengar. Rintikan air telah berjatuhan dan beradu di permukaan dunia yang telah gelap. Tidak ada satu pun bintang yang menggantung dilangit sana, hanya langit yang sangat hitam dan membuat suasana gelap.

Rintikan air mulai membasahi rambutnya, dia hanya melihat ke langit lalu menunduk kembali.

Langkahan itu menuju Rumah Sakit setelah Annisa membeli sebotol air mineral di toko yang ada disekitar sana.

Rintikan kecil itu berubah dengan cepat menjadi hujan yang sangat deras, Annisa tidak meperdulikan lagi dirinya yang telah basah kuyup. Dia hanya menunduk dan merenung, batinnya sangat sakit, pikirannya hanya ada satu nama yaitu Kenzo. Reza? Entah, begitu saja dia melupakannya.

Dia pun duduk di tepi gedung itu, dia merenung, bayangannya hanya Kenzo dan Kenzo. Benar-benar sangat cemas.

"Aku mohon Tuhan, tidak usah terlalu terang, cukup selalu ada dan tidak pernah padam." Tangisan itu semakin deras, hujan yang mengenai sebagian badannya ikut membasahi seluruh wajahnya, sehingga tidak ada yang bisa melihat bahwa dirinya sedang menangis.

Manisnya peri hujan, biarkan senja buta berhias pendar kehangatan, walau sebentar mampu hapus kepiluan.

***

Dalam sudut ruangan, tidak ada cahaya sedikitpun, dia hanya meringkuk sendiri. Tatapannya kosong, bibirnya bergetar, rambut yang tidak teratur, dia ketakutan, ketakutan akan hal dulu kembali terjadi.

Aku mengingat kembali semua masa lalu ku. Entah sejak kapan aku menjadi seperti ini, memelihara sisi lain diri ku sendiri. Ya! Ku akui, aku memiliki trauma yang sangat berat karena Kakak ku. Keluarga ku memang cukup harmonis, namun seketika berubah karena Kakak ku ikut terjerumus kedalam jurang bersama laki-laki bejad! Hampir setiap hari dia pulang larut malam dengan keadaan mabuk berat dan ditemani laki-laki bejad itu! Laki-laki itu telah mengajarkan segala hal kegelapan pada Kakak ku, narkoba pun telah menjadi konsumsi mereka sehari-hari. Setiap hari bersamanya, sampai Bunda pun bersumpah tidak ingin mengaku bila dia adalah anaknya kembali karena sifat dan sikapnya tidak bisa ditoleransi lagi. Entah berapa usiaku waktu itu, yang ku ingat aku masih kelas 1 SD dan masih belum mengenal Kak Raka, Kenzo apalagi Annisa. Aku yang dulu masih bisa dibilang anak kecil melihat kejadian yang menurut usiaku sangat tragis dan tidak mengerti apa yang dilakukan mereka berdua. Rumah dalam keadaan sepi, hanya ada aku dan Kakak ku karena Ayah dan Bunda sedang pergi berkunjung ke rumah Nenek di Amerika sana. Ketika aku sedang berada dikamarku, aku mendengar jeritan wanita yang sengaja di bekap. Aku terbangun dari tidurku, aku dengarkan dengan jelas bahwa suara itu nampak sangat jelas berasal dari kamar Kakak ku. Aku mencoba untuk bangun dan melihat keadaan Kakak ku yang semakin menjerit dengan keras. Sesekali dia mengucapkan kata "Bunda maaf!", aku semakin bingung, ada apa dengan Kakak ku ini? Aku mencoba untuk memberanikan diri membuka pintu itu, kubuka dengan lebar pintu itu, dan yang ku lihat hanyalah Kakak ku yang telah telanjang bulat dan ada seorang laki-laki yang menindihnya. Ratapan Kakak ku itu membuatku sakit, entah harus melakukan apa saat aku masih berusia sangat belia seperti itu. Aku hanya melihat beberapa detik kejadian itu setelah seorang pria brengsek itu mentapku dan dan menghampiriku, lalu dia mendorongku untuk menjauhi pintu kamar Kakak ku. Dia tutup kembali pintu itu dan menguncinya, rintihan dan jeritan yang dikeluarkan Kakak ku semakin mengeras. Aku hanya berdiam pada posisi ku sekarang dengan melihat pintu yang terkunci dengan rapat. Cukup lama aku menunggu disana sampai laki-laki brengsek itu membuka pintu itu dan meludahi ku begitu saja. Tidak peduli dengan hal itu, aku hanya memandang lurus pada wanita yang masih telanjang bulat dan terkulai lemas. Aku menghampirinya, dia meringkuk dan menutup wajahnya karena tangisan yang terus-menerus keluar dari matanya. Aku ambil selimut putih yang telah ada di lantai, dan aku tutupi tubuh itu agar tidak terlihat kembali. Hatiku sakit, melihat Kakak ku dilecehkan seperti ini oleh orang yang benar-benar brengsek! Yang aku dengar dibalik rintihan itu hanyalah "Za, jagain Bunda, maafkan Kakak telah berbuat buruk terhadap keluarga ini, jadi anak yang baik ya. Kakak sayang kamu. Balik gih ke kamar, Kakak gak papa kok, Kakak cuma mau istirahat aja." Dengan polosnya, aku hanya mengangguk dan menutup kembali pintu itu. Aku kembali ke tempat tidurku untuk kurebahkan kembali tubuhku dan mencoba menghilangkan ingatan yang telah ku lihat tadi. Sungguh, itu membuatku tidak bisa tidur dan aku pun mendengar suara kerumunan yang berada di luar. Ku buka jendelaku, dan ku lihat ada apa di bawah sana, yang ku lihat adalah seorang wanita yang terbalut oleh selimut putih telah terkapar bersimbah darah dibawah sana, aku terkejut, sangat terkejut, aku segera berlari dan mengecek kamar Kakak ku, ternyata jendelanya terbuka dan tidak ada dia disana. Aku semakin yakin bahwa dia adalah Kakak ku, dan memang benar dia adalah Kakak ku, ketika ku lihat ke tempat itu. Aku hanya menangis! Meminta tetanggaku untuk segera menghubungi ambulans agar Kakak ku dapat terselamatkan, namun nyatanya tidak bisa tertolong lagi.
Bunda dan Ayah pun segera mengambil jadwal penerbangan pada saat itu setelah ku beri tahu mereka.
Pada saat pemakaman, ku lihat Bunda ku yang menangis tak henti-henti dan seringkali kehilangan kesadarannya. Yang aku rasakan hanyalah sakit di dadaku, sakit melihat Kakak ku telah dikubur didalam tanah. Yang aku pikirkan adalah ketika ku dewasa nanti, aku akan membalas perbuatannya itu! Dan sisi lain dari diriku pun muncul saat itu. Sehingga kebencian pun tertanam dalam hatiku karena luka Kakak ku.

***

Bimbang dalam segala keraguan melangkah ke arah pintu yang penuh dengan cahaya itu sangat sulit rasanya ketika seorang wanita kecil memanggilnya dan melambaikan tangannya.

"Kenzooo. Siniiii." Dia menoleh kembali dan menemukan senyuman yang telah lama ia tidak jumpai, yang telah lama ia rindukan. Dia pun membalikan tubuh itu dan segera menghampiri wanita kecil itu, namun wanita itu semakin jauh sampai dia menemukan pintu yang dilalui oleh wanita kecil itu. Dia mengikuti dan mengikuti terus jejak kecil itu, sampai wanita itu berbalik dan mendekapnya, dalam kegelapan dia sangat bercahaya dan membisikkan dua kata padanya.

"Jangan pergi." Suara kecil itu membuatnya seperti tersetrum, ingin rasanya kembali dan menggenggam tangannya tanpa dia lepaskan kembali untuk orang yang akan menyakitinya.

***

"Kamu pulang dulu ajaaa, biar teteh yang nungguin disini." Kinan yang baru saja tiba merasa kasihan pada Annisa, melihat badannya yang lesu dan semuanya basah kuyup.

"Nisa gak papa kok."

Pintu itu pun terbuka, seorang Dokter yng lengkap dengan pakaian bedah nya memberi tahukan bahwa Kenzo kekurangan darah, golongan darah Kenzo A- dan kantung darah di Rumah Sakit itu pun tidak tesedia A-. Dan itu menjadi masalahnya, Kenzo sangat banyak mengeluarkan darah sehingga akan sangat fatal bila darah itu kekurangan. Kinan tidak bisa mendonorkan darahnya karena dia mengalami darah rendah. Dan untungnya Annisa memiliki golongan darah yang sama, sehingga dia bersedia untuk mendonorkan sebagian darahnya untuk Kenzo.

Annisa pun segera bersiap-siap untuk mengecek dan mendonorkan darahnya. Harapannya hanya satu, Kenzo dapat selamat.

Akhirnya, sebagian darahnya pun mengalir pada diri Kenzo. Dokter pun menyatakan bahwa keadaan sudah stabil, dan Kenzo telah melewati masa kritisnya. Hanya berdo'a dan menunggu agar cepat sadarkan diri.

***

Masa lalu semakin menghantuinya, ketika bayangan itu kembali lagi dalam pikirannya.

Kami pun akhirnya pindah rumah karena bayangan Kakak ku selalu ada dalam rumah itu, membuat kami semakin tidak bisa melupakan dirinya. Kami mengambil rumah di komplek yang masih dekat dengan daerah sini. Dan saat itu lah aku berkenalan dengan Kak Raka lalu Kenzo, karena rumah kita saling berdekatan. Dan akhirnya aku berkenalan dengan Annisa, waktu itu dia adalah gadis kecil yang telah meleburkan hati ku untuk membenci seseorang. Namun, benci itu kembali datang, dan tak disangka-sangka, laki-laki brengsek itu adalah Kakak tertua Kenzo sebelum Kinan. Mungkin umurku waktu itu tengah menginjak 9 tahun, dan telah memikirkan hal-hal buruk untuk membalasnya ketika sebentar lagi tumbuh besar dan dewasa. Namun, yang telah ku rencana kan sia-sia begitu saja karena laki-laki brengsek itu meninggal dunia setelah overdosis. Hatiku rasanya hampa, ingin rasanya melampiaskan kemarahan ini! Dan akhirnya aku mendapatkan sasarannya, yaitu adiknya. Kenzo! Ya! Dia yang akan menjadi sasaran kebencianku terhadap Kakak ku. Benci ini semakin besar ketika aku melihat dirinya selalu bersama wanita yang ku sukai. Ya, kau tahu siapa yang ku sukai? Gadis kecil yang bernama Annisa Nurul, yang membuat hatinya sempat meredam dan menghilangkan rasa benci itu. Namun, benci itu semakin kuat karena melihat Kenzo dan Annisa selalu berdua bila tidak dengan Kak Raka. Dan saat itulah, tatapan hitam selalu tampak pada mataku, dan itu bukanlah diriku yang sebenarnya, namun sosok lain dari diriku sendiri.

***

Oke! Chapt selanjutnya segera meluncur, ikuti terus dan jangan lupa VoteComment guys!

PhosphorescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang