Part 1

267 22 16
                                    

Musim hujan masih panjang dan mungkin akan berakhir dua atau tiga bulan lagi, walaupun aku suka hujan tapi kalau hujan terus kan juga repot. Seperti pagi ini, biasanya sang mentari akan tersenyum di ufuk timur tapi kali ini sinarnya redup karena awan mendung.

Kalau weekend mungkin cuaca mendukung untuk kembali ke alam mimpi tapi saat ini adalah hari Senin! Ku perjelas kembali, SENIN. Berarti weekend masih satu minggu lagi dan itu rasanya seperti setahun.

Sejujurnya aku malas untuk ke sekolah, mungkin aku bisa meminta izin untuk tidak ke sekolah dengan alasan demam tetapi sama saja dengan berbohong. Kalau orang tuaku tau, pasti aku akan diceramahi seharian. Ya, orang tuaku sedang ada di London. Papaku sedang mengurusi bisnisnya sedangkan Mama, ia menemani papaku disana.

Ketika aku melihat papa dan mamaku, aku berpikir "aku ingin seperti mereka, menemukan cinta sejati dan saling mencintai". Mungkin itu akan sulit karena aku belum pernah jatuh cinta selama hidupku.

Di rumah ini hanya ada aku, kakak laki-lakiku dan asisten rumah tangga. Kakakku namanya Rio, Satrio Yogatama. Dia dan aku hanya selisih 3 tahun. Saat ini ia sedang menempuh studinya di salah satu universitas ternama di Jakarta. Apalagi ya? Oh iya aku lupa belum memperkenalkan diriku. Maaf hehehe.

Namaku Syaifa Anza Azzahra. Biasanya teman-temanku memanggilku Ara. Saat ini umurku 16 tahun yang berarti aku kelas 1 SMA. Aku sekolah di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Aku punya sahabat, namanya Arin. Dia sahabatku dari SMP dan juga satu sekolahan bahkan satu kelas denganku sekarang.

"Ara cepetan turun. Lo mau telat ke sekolah?". Aku tau itu suara siapa. Ya, itu suara kakakku. Kadang aku heran, sebenarnya dia cowok atau cewek, kenapa cerewet banget bahkan aku aja ngga secerewet dia. "Iya bentar. Ini lagi sisiran. Sabaran kek, lagian masih jam setengah tujuh" jawabku asal.
"Setengah tujuh dari mana? liat jam woy, udah jam tujuh kurang lima belas menit! Lo pikir Jakarta ngga macet?". Aku hanya tertawa mendengarnya.

Aku tau saat ini pasti dia lagi uring-uringan. Biarinlah, sekali-kalilah buat dia jengkel. Aku turun ke lantai bawah. Dan liat saja, kakakku itu saat ini sedang apa. Aku pikir dia lagi uring-uringan, ngga taunya malah lagi nguras makanan.

"Lo udah siap?" tanya kakaku disela-sela makannya. "Ya, yok cepetan". Aku keluar dan langsung naik ke mobilnya kak Rio. Tak lama kemudian kak Rio datang membawa tas-yang aku tau isinya buku-buku tebal yang tidak ku mengerti kata-katanya. "Kok lo ngga kesel sih sama gue? gue kira lo uring-uringan". Seperti kataku barusan, aku pikir dia uring-uringan ternyata itu cuma sandiwara. Pinter banget sih lo kak. "Kenapa gue harus kesel? kalau telat kan yang kena marah loe bukan gue? yang nanggung juga kan loe bukan gue?" jawabnya. "Jahat banget sih loe jadi kakak." kataku asal. "Lo juga jahat jadi adik".

Seperti itulah kami, ngga pernah akur. Sekalipun akur itu hanya berlangsung beberapa menit. Tapi kadang dia juga peduli. Ketika aku sakit dan kedua orang tua kami tidak di rumah, dia akan menjadi orang yang paling peduli bahkan bisa sampai agresif.

-ooOOoo-

Aku berjalan di koridorku yang hening, seperti tak ada lagi kehidupan. Aku yakin bel masuk belum berbunyi, kalaupun sudah pasti banyak murid ataupun guru yang berlalu lalang ke kelas. Sepi. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana sekolahku. Aku masih berjalan sendirian menuju kelasku.

Tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang, refleks aku berbalik. "Huft! aku pikir siapa" kataku sambil menghembuskan nafas kasar. Aku pikir seseorang yang menepuk bahuku adalah hantu atau semacamnya, ternyata dia adalah tukang kebun di sekolahku. "Ada apa pak?". Mungkin itu pertanyaan yang tepat karena aku bingung kenapa ia menepuk bahuku. "Loh kok malah enon yang tanya, harusnya saya yang tanya. Enon kok malah ada disini? bukannya sekarang hari libur non?". Hari libur? yang benar saja, inikan hari senin bukan hari lib- oh tidak! hari ini tanggal merah. Kak Rio!!! "Ah, iya pak saya lupa. Maaf ya pak" kataku sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. "Iya ngga papa kok non".
"Kalau begitu saya permisi dulu ya pak, mau pulang". "Iya non, hati-hati di jalan ya." Katanya dengan tersenyum di wajahnya yang sudah keriput. "Iya, pak." Aku bersalaman dan pergi keluar gerbang sekolahku.

Terpaksa aku harus jalan kaki sampai rumah. Jarak antara rumah dan sekolahku hanya 30 menit jika berjalan kaki. Kak Rio jahat. Lihat saja nanti gue bakal bales perbuatan lo. Sepertinya sebentar lagi hujan, langit sudah menampakan ketidaksenangannya akan cuaca cerah. Liat saja awan mendung sudah menyelimuti langit yang memang dari tadi sudah mendung.

Sudah kuduga. Dia pasti mengerjaiku lagi. Aku masuk gerbang dan langsung disapa oleh mbak Ambar-asisten rumah tanggaku. Aku tau dia dan kak Rio pasti sengaja mengerjaiku. Mereka berdua memang cocok dalam urusan membuat orang jengkel.

"Hai tuan putri, kok jam segini udah pulang?". "Bukan urusan lo!" jawabku ketus. Aku sudah terlanjur marah dengannya-kak Rio. Orang yang menanyaiku barusan bukan mbak Ambar tapi kak Rio. Sejak kecil aku sudah diajarkan oleh orang tuaku untuk menghormati mbak Ambar. Maka dari itu aku tidak pernah marah ke mbak Ambar. "Tuan putri kok ngambek? nanti cantiknya luntur lho."

Aku berjalan melaluinya tanpa mau mendengar ataupun menjawab pertanyaannya yang lebih terdengar seperti sebuah celaan.

Seharian aku mengurung diri di kamar, hanya ada Hp dan laptop. Bahkan aku melewatkan makan siangku. Tentu kakakku itu khawatir. Buktinya sejak tadi ia mengetuk pintuku sambil mengucapkan maaf berkali-kali.
Sebenarnya aku juga lapar, apalagi aku ngga tega kakakku seperti ini. Aku tau saat ini dia menyesal-bukan sandiwara. Oke aku akan keluar. Cacing-cacing di perutku sudah berdemo dan minta dilayani.

Aku membuka pintu dan benar kakakku sekarang sangat menyesal. Ia menundukan kepalanya. Jarang dia mau menundukan kepalamnya kecuali ketika ia benar-benar menyesal. Ia mengangkat kepalanya ketika aku membuka pintu. "Ra gue minta maaf. Tadinya gue cuma pengen ngerjain lo doang, eh malah lo marahnya lama banget".
"Iya gue maafin lo, lagian lo kelewatan sih ngerjainnya".
"Iya deh iya, maaf tuan putri" katanya bak gaya seorang pangeran di film Disney. "Gue laper mau makan".

Aku turun ke lantai bawah dan menuju meja makan yang ada di dapur. Wah makanannya banyak banget, ada acara apa nih?. Mataku berbinar ketika aku melihat makanan favoritku ada disana, tersaji rapi tanpa ada noda. "Itu semua buat lo, yah anggap aja permintaan maaf gue ke lo".
"Beneran? makasih kak," aku memeluk kakakku itu dan mulai memankannya sampai habis.

-ooOOoo-

"Baik kok ma, iya, engga, hehehe.."
Aku mendengar kakaku berbicara di telepon, mungkinkah itu mama? Aku mendekati kak Rio dan bertanya 'siapa itu?' tanpa suara. 'Mama'. Itulah jawaban yang kakaku berikan. 'Aku ingin bicara sama mama' kataku masih tanpa suara. Kakaku memberikan telepon itu ke aku, aku pun mengambilnya dan mulai berbicara dengan orang diseberang sana yang aku ketahui bahwa dia adalah mamaku.

Aku begitu merindukan mamaku, padahal baru tiga hari aku tidak melihatnya. Banyak hal yang akan aku ceritakan ke mama ketika ia telah kembali dari London, Termasuk kajadian hari ini.

-
-
-
-
-
-
-

TBC

Hai semua, terimakasih karena udah mau baca ceritaku. Maaf ya kalau ada kata-kata yang menurut kalian aneh. Aku akan berusaha memperbaiki. Oh ya, ini cerita pertamaku di wattpad, minta dukungannya ya. Jangan lupa coment dan vote. Terimakasih readers yang baik:))

Cause You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang