Three

387 19 2
                                    

Author POV

Sinar sang mentari kembali menerangi bumi, setelah awan menangis. Seorang gadis menghembuskan nafas, saat bau tanah mulai merasuki indra penciumannya. Ia sangat suka dengan hujan, karna membawa ketenangan tersendiri, tatapi ia juga tidak suka, karna hujan selalu turun membawa kenangan.

Teeettt...

Bel istirahat berseru nyaring dan disusul dengan sorakan anak-anak X IPA 2. Semua bergegas ke kantin begitupun dengan guru-guru.

"Yuk, Dhen! Cacing-cacing gue udah minta asupan makanan!" Seru Risya menghampiri Adhena sambil mengikat rambutnya menjadi satu.

"Yuk! Anaconda diperut gue juga minta asupan!" Balas Adhena dengan berdiri. Saat ingin keluar, ia melirik Rio yang tertidur dengan wajah damainya. Adhena tak tega jika harus membangunkan Rio, tapi ia juga tak mungkin melompat melewati Rio.

"Ehm, lo duluan aja deh. Gue gak enak kalo harus bangunin Rio, lagian gue bawa buah kok." Lanjutnya kembali duduk dan mengeluarkan kotak bekal kecil berwarna tosca.

"Yah, terus gue sama siapa?"

"Sama, kevin aja! Kevin! Diajak Risya makan kekantin!" Seru Adhena saat melihat Kevin akan keluar kelas. Kevin berbalik dan mengangguk mantap. Risya mengangkat jempol dan menghampiri Kevin.

Adhena membuka kotak bekalnya dan memakan buah satu persatu yang telah dipotong-potong sambil men-stalk instagram milik mantannya itu. Beberapa foto ia lihat, dan tak sengaja terpencet tanda 'love'.

"Bodoh! Goblok! Ah! Ya Tuhan! Kok bisa ke like sih, anjir! Gimana ini? Aduh, goblok banget sih! Niat nge-stalking malah kena imbasnya!" Sumpah serampah keluar dari mulut Adhena. Ia tak sadar jika Rio telah bangun dan melihat semua kejadiannya.

Adhena merasa ada yang memperhatikannya, saat menoleh ke sebelah, ia sedikit terjengat karna mata abu-abu milik Rio menatapnya dengan dahi berkerut. Adhena tersedak dan dengan refleks Rio memberikan botol minum berwarna pink yang segera diteguk Adhena.

"Abis ngapain sih sampe kesedak gitu?" Tanya Rio dengan nada dinginnya tapi ada sedikit kekhawatiran.

"Eh. Oh, enggak. Gak mikirin apa-apa. Akhirnya lo ngomong panjang, Ri. Gue kira lo gak bakalan mau ngomong panjang sama cewek. Sumpah ini tanda-tanda akhir kiamat, anjir!" Teriak Adhena dan menggebrak-gebrak meja. Rio menghela nafas kasar.

"Ri?"

"Iya, Ri, Rio maksud gue. Nama lo Rio Nathaniel kan? Yaudah gue panggil lo Riri aja, hehe. Kaya kurang sreg kalo gue manggil lo, Yo? Emangnya kenapa?"

"Oh."

'Oh. Cuman oh doang? Untung ganteng, kalo gak gue sumpel mulut lo pake buah!' Batin Adhena dan memfokuskan pandangnya pada benda kotak berwarna gold itu. Ia terus saja men-stalking mantannya, tapi kali ini dengan hati-hati.

'Ting!'

Pesan dari handphone Adhena berbunyi, ia segera membuka pesan tersebut. Adhena membulatkan mata dan melempar handphone-nya. Rio melirik Adhena dengan pandangan bingung.

"Anjing! Aduh, jangan sampe rusak!" Pekik Adhena dan memeriksa setiap sudut handphone-nya, ia menghela nafas lega saat tak ada rusak sedikit pun.

'Lah, tadi dibuang. Sekarang panik kalo rusak. Emang, cewek selalu aneh.' Batin Rio dengan mengedikkan bahu tak acuh.

"Berisik tau gak! Kenapa sih?" Geram Rio. Adhena meneguk ludahnya yang terasa sangat sulit dilakukan.

"Ehm, enggak, tadi itu mantan gue nge-chat lagi. Eh, tapi lo tau ga—"

"Gak." Potong Rio tanpa menoleh ke Adhena sedikit pun.

AdherioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang