Serpihan 2

377 53 2
                                    

Serpihan 2

Gadis seperti apa kau itu? – Oh Sehun-

***

Seoul – 23.01

Tangan Sehun mengepal kuat. Bibirnya tetap terkatup rapat meski lelaki tua di depannya berteriak berulang kali. Bertanya nama dan alamatnya.

"Namamu siapa? Bisakah kau tak usah berbelit-belit dan buat semuanya mudah??"

Kuku ibu jarinya semakin kuat menusuk area kulit jari telunjuk. Sehun mulai berkeringat dingin. Seakan dia tengah menahan sesuatu –entah apa- di balik keterdiamannya.

"Ini sudah sangat larut malam... Ucapkan saja namamu dan alamatmu, lalu kita semua bisa pulang..." Orang itu berucap dengan gigi menggeretak. Geram.

Jelas saja, polisi mana yang tidak geram saat ia hanya perlu menulis berita acara sederhana, tapi berubah jadi runyam hanya karena Sehun bungkam. Lelaki itu bertahan dengan mulut tertutup rapat selama hampir setengah jam lamanya. Bahkan, orang yang berkelahi dengannya pun sudah pulang dari tadi.

"Kau... siapa na—"

"—kami yang akan menjawab pertanyaan Anda."

Suara ringan seorang lelaki, memotong umpatan marah itu. Sehun maupun si lelaki tua, keduanya mendongak. Meski tak terlihat signifikan, mata Sehun sempat berbinar seketika.

Hyung. Gumamnya dalam hati.

"Sekretaris saya yang akan mengurus semuanya... Anak ini, bisa saya bawa pergi kan?"

Nadanya ramah. Setara dengan wajahnya yang terpahat dengan kesan lemah lembut. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan raut Sehun yang terkesan tegas dan misterius.

Setelah mendapat persetujuan berupa anggukan, Luhan langsung saja menarik lengan Sehun menjauh. Ia membawanya menuju kamar mandi.

Dan, bruah... Kala Sehun membuka mulutnya, darah segar mengucur dari dalam sana. Begitu banyak. Seakan selama ini ia sudah menyimpan cairan kental itu di dalam sana.

Sehun membasuh mulutnya dengan air dari wastafel. Berkumur-kumus hingga rasa anyir darah hilang dari dalam mulutnya. Setelah itu, ia mendongak ke arah Luhan dan membuka mulutnya lebar-lebar.

"Di sebelah kananmu, dekat gigi. Ada luka besar karena tergigit bibirku sendiri..." Ucap Sehun kala Luhan melihat ke dalam.

Dan entah sejak kapan, Luhan sudah memegang sebuah suntik kecil dengan cairan warna kuning di dalamnya. Luhan pun menyuntikkan cairan tadi ke area dimana Sehun terluka.

Jemari Luhan menjauh kala luka itu mulai menutup dan darah berhenti mengalir. Ia membuang suntikan kosong tadi ke tempat sampah terdekat. Lantas, melipat tangannya sembari menatap Sehun marah.

"Kenapa kau bertengkar? Selama ini kau berhasil mengendalikan diri untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa melukaimu... Tapi ini apa?" Mata Luhan membulat sempurna. Seketika, raut lembut tadi berubah menjadi mirip milik Sehun. Dengan proporsi wajah lebih kecil.

"Aku kira hyung sibuk..." Sehun menjawab pelan. "Aku kira hyung tidak akan pernah bisa membaca pesan dariku."

"Tidak usah mengalihkan pembicaraan..." kata Luhan sedikit melembut. "Kenapa kau berkelahi? Kalau lukamu parah... kau bisa—"

"—aku tidak bisa menjawabnya..." potong Sehun cepat. "Yang jelas ini tak akan terulang lagi..." tutupnya dengan bubuhan senyum manis menenangkan.

Luhan menghela nafas panjang. Ia menyerah dengan senyum itu. Karena ia tahu, dengan bertanya lebih lanjut itu percuma saja. Sehun, adiknya itu memang selalu seperti itu.

Gadis dalam AlmariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang