Serpihan 6
Tak apa tak menjadi yang sempurna. Karena itu berarti kau membiarkan orang lain menutupi kekuranganmu. –Kim Taehyung-
***
Hembusan nafas panjang di penghujung hari bukan menandakan dirimu lelah. Deru tangisan di malam hari setelah hari yang berat, bukan menandakan ingin menyerah. Semuanya normal. Semuanya hal yang biasa.
Tak apa menghembuskan nafas lelah. Tak apa menangis hingga air matamu mengering. Yang perlu kau lakukan hanya matikan lampu. Dan nikmati tiap detik yang terlewati. Toh pagi akan tetap datang. Hari-hari akan tetap berjalan.
Kau tak perlu selalu menjadi kuat. Kau hanya perlu bahagia. Begitu yang selalu pengasuh Kim Taehyung katakan kepadanya. Kala mendapati Taehyung menangis sendirian di balik selimutnya pada tengah malam. Atau melihatnya tanpa sadar menghela nafas panjang setelah melempar senyum atas pujian-pujian yang Ibu-Ibu pengantar TK lontarkan kepadanya.
Taehyung bukan anak nakal. Dia jauh dari kata itu. Bahkan untuk seukuran anak yang kala itu baru saja memasuki kelas 1 SD, Taehyung anak yang sangat sopan. Dia selalu memberi salam, tersenyum kala bertemu dengan semua orang. Tak pernah ia terlihat merengek seperti anak kelas 1 pada umumnya.
Namun, berbeda pada malam itu. Si tujuh tahun Taehyung tengah terlihat menangis sendirian di kamarnya. Begitu pelan seakan tak ingin orang lain tahu dirinya tengah menangis.
“Taehyung...” Pengasuhnya menyentuh pundak Taehyung yang tertutupi selimut itu. “—kenapa?” tanyanya kemudian.
Si tujuh tahun Taehyung menyingkap selimutnya. Dengan wajah memerah karena tangis, Taehyung menatap mata wanita dewasa di hadapannya.
“Taehyung lelah...” lirihnya pelan. “Taehyung lelah menjadi anak yang sempurna.”
Bibir wanita itu bergetar. Perlahan, ditariknya bocah kecil tersebut ke dalam pelukannya. Kata-kata yang pernah dilontarkannya kepada bocah kecil itu -mengenai kau tak perlu menjadi kuat, kau hanya perlu bahagia- pun terngiang.
“Rasanya berat...” Taehyung kembali berucap. Lirih. Dan menyakitkan.
Wanita tua yang sudah menjadi pengasuh Taehyung sejak kecil pun, tahu betul apa yang dideritanya.
Kim Taehyung lahir dari keluarga yang sangat sempurna. Ayahnya adalah orang kaya dari Amerika yang suka berkelana. Dirinya tergabung dalam Unicef sebagai seorang relawan. Harta warisan berlimpah yang ditinggalkan kedua orang tuanya membuat Ayah Taehyung tak perlu lagi dibebani masalah hidup. Oleh karena itu, Ayah Taehyung selalu berkelana dari negara satu ke negara lain hanya untuk membantu orang-orang kesusahan lewat Unicef.
Ibunya pun tak kalah sempurna. Pernah menjuarai kontes kecantikan Miss Korea, membuat Ibu Taehyung menjadi idaman seluruh warga korea. Cantik, pintar, dan baik hati. Sebuah paket lengkap yang diinginkan semua orang. Terlebih lagi Ibu Taehyung adalah lulusan fakultas kedokteran dari Universitas ternama di luar negeri.
Meski sempurna, lantas tak membuat Ibu Taehyung menjadi serakah akan hidup. Kalau boleh dijabarkan, Ibu Taehyung adalah kloningan dari ayahnya dalam jenis kelamin perempuan. Sebuah pasangan sempurna nan dermawan.
Kalau Ayahnya suka berkeliling dunia untuk membantu orang-orang. Ibunya lebih suka berkelana ke negara-negara perang untuk menjadi dokter di sana.
Semua orang membicarakan keluarga itu. Terlebih lagi anak lelaki satu-satunya yang keduanya miliki. Lahir dari ayah yang hebat dan Ibu yang sempurna, membuat Taehyung tanpa sadar memiliki beban yang berat.
Walaupun tak ada yang secara gamblang menuntutnya untuk menjad sempurna. Taehyung tahu bahwa dia harus sesempurna Ayah dan Ibunya. Ia harus menjadi anak yang sopan. Ia harus menjadi anak yang pintar. Ia harus menjadi anak yang sempurna. Karena dia Kim Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis dalam Almari
FanfictionSatu. Dua. Tiga. Empat. Aku menghitung dalam hati. Detak jantungku yang melaju kian kencang tiap detik terlewat. Pada suatu hari, yang tak pernah aku kira akan berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kutemui hatiku tertambat pada satu hati. Patung ya...