Gadis Hujan

18.8K 374 5
                                    

      Suara rintik hujan kembali terdengar di telingaku. Sepertinya tiada hari tanpa hujan di bulan Februari ini. Langit terus menangis setiap paginya bagaikan sudah mempunyai jadwal tetap. Sebagian orang mungkin membenci hujan yang terkadang membuat mereka tidak bisa pergi keluar, tetapi aku tidak. Aku suka hujan. Aku suka mendengar suara air hujan, aku suka bau tanah yang tercium ketika rintik-rintik air hujan mengenai bumi, dan aku juga suka hujan karena hujan membuatku nyaman untuk tidur seharian di kasur. Berat sekali rasanya jika harus meninggalkan kasur jika terdengar rintikan hujan di luar. Namun, hari ini berbeda. Aku sangat bersemangat ketika harus meninggalkan kasur padahal tadi suara hujan terdengar jelas dari kamarku. Maafkan aku kasur, aku harus meninggalkanmu kali ini.

       Setelah sampai di depan gedung sekolah, aku langsung melipat payung merah yang tadi aku gunakan ketika menerobos hujan. Karena lupa membawa kantong plastik, payung itu hanya ku tenteng. Tanpa mempedulikan air hujan yang menetes, aku terus berjalan menuju kelas.

      "Jane!" Aku berteriak sambil tersenyum lebar begitu sampai di pintu kelas. Mendengar namanya dipanggil, Jane yang kini sedang duduk di mejanya langsung menengok ke arahku dan menatap dengan penuh tanda tanya.

      "Bisakah kau tidak berteriak? Ini masih pagi, Loser!" teriak seseorang yang suaranya sangat ku hafal. Sebuah buku tulis bersampul coklat melayang ke arahku bersamaan dengan suara tadi.

      Aku memejamkan mata, berusaha menahan emosi. Untung saja buku itu tidak mengenaiku. Buku itu hanya terjatuh tepat di hadapanku. Zayn Malik. Nama itu tertulis dengan rapi di atas sampul coklat yang sudah sedikit robek. Dengan membawa buku bersampul coklat itu, aku berjalan menghampiri sang pemilik buku.

      Di sanalah dia. Laki-laki menyebalkan itu kini tengah tidur setelah melempariku dengan bukunya. Tangannya ia lipat di atas meja untuk dijadikan bantalan saat tidur. Matanya tertutup rapat seakan-akan tidak akan terbuka lagi.

      "Namaku Wendy Lussier bukan Loser!" Aku berteriak tidak kalah kencang di depan mejanya. Buku bersampul coklat tadi sudah aku lemparkan di atas meja yang sedang ditidurinya.

      Mata laki-laki itu langsung terbuka ketika mendengar suaraku. Dengan tenang, ia bangun dari duduknya menatapku. "Kau pikir aku peduli?"

      "Apa maumu sebenarnya?!"

      "Banyak."

      "Arghhhhhh, kau itu manusia atau apa sih?"

      "Tentu saja aku manusia, tapi sayangnya aku bukan Loser!"

      Aku menghembuskan nafas kencang, tidak tahu lagi harus berbicara apa padanya. Terkadang aku heran mengapa ia terus menerus mengataiku Loser, apakah dia tidak lelah? Aku tau nama belakangku memang hampir mirip dengan kata Loser, tapi tidak bisakah ia berhenti mengataiku Loser? Argh, semua ini salah ibuku, kenapa coba ia memberi namaku Lussier? Ia bilang sih itu seperti nama musisi Kanada favoritnya, Rene Lussier. Tapi, aku saja tidak tau dia siapa.

      "Kalian ini pagi-pagi sudah bertengkar saja, apakah kalian tidak malu?" Louis, ketua kelasku yang baru datang langsung berusaha melerai kami.

      "Benar apa yang dibilang Louis, kalian ini apa-apaan sih, setiap hari kalian bertengkar terus. Aku jadi curiga, jangan-jangan kalian saling menyukai ya?" ledek Jane, yang tiba-tiba muncul disebelah Louis.

      "Tentu saja tidak!" teriakku dan Zayn bersamaan.

      "Nah kan kalian kompak sekali, aku yakin kalian akan menjadi pasangan yang serasi." Jane meledek kami sambil tersenyum disambut suara tertawa dari Louis.

ASL? (Zayn Love Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang