Pengakuan

4.2K 310 11
                                    

"Tapi apa Wen?" tanyanya tidak sabaran sambil terus menatapku. Ya tuhaaaan, bisakah mata indah itu tidak menatapku sekarang?!

Aku membuang wajahku, berusaha menghindari tatapan matanya itu. "Kau tidak boleh bersikap seperti tadi lagi dan tidak boleh memanggilku loser mulai sekarang"

Aku menoleh ke arahnya dan melihatnya sedang tersenyum manis. "Lalu aku memanggilmu siapa? Lussie?" pertanyaannya sontak saja membuatku terkejut dan menengok ke arahnya. Kenapa Lussie? Tidak ada seorang pun yang memanggilku Lussie, kecuali.... Zac.

Aku menatapnya tidak percaya. "Ke..ke..kenapa kau memanggilku Lussie?" tanyaku dengan gagap. Jangan bilang.. jangan bilang kalau dia itu Zac. Jika Zayn adalah Zac, pasti sekarang dia sudah besar kepala karena aku sering membicarakannya. Zayn tolong jangan bilang bahwa kau adalah Zac!

Zayn tersenyum penuh rahasia sambil masih menatapku. "Ke..ke..kenapa kau memanggilku Lussie?" Zayn menirukan ucapanku tadi lalu tertawa kencang. Sial, dia malah meledekku.

Aku memukul bahunya. "Hey aku serius!"

"Kenapa kau langsung gagap begitu ketika aku panggil Lussie?" tanyanya dengan santai lalu menyenderkan dirinya di kursi.

"Hm...hm.... Sudahlah kau jawab pertanyaanku dulu jangan malah balik bertanya" ujarku kesal karena bingung harus menjawab apa.

Ia pun memegang dagunya, berpura-pura berpikir. "Memangnya tidak boleh ya aku memanggilmu Lussie? Itu kan nama belakangmu" tanyanya heran. Aku langsung lega begitu mendengar jawabannya, untunglah dia tidak berkata bahwa dia adalah Zac.

"Tidak! Kau hanya boleh memanggilku Wendy!" aku berteriak di depan wajahnya.

Zayn langsung menutup telinganya ketika aku berteriak. "Oke-oke aku mendengarnya, kau tidak usah berteriak, kau kira aku tuli ya" ujarnya kesal yang langsung kutanggapi dengan tertawa. "Hey kenapa kau malah menertawaiku? Dasar menyebalkan!" ia mengacak-acak rambutku sambil tersenyum.

"Zayn kau merusak rambutku tau" aku cemberut sambil menyingkirkan tangannya yang berada di rambutku. Aku pun membereskan rambutku yang sedikit acak-acakan.

Zayn hanya tertawa melihat tingkahku lalu langsung bangun dari tempat duduknya. "Ayo kita kembali ke kelas, Louis pasti kebingungan mencari kita" ujarnya sambil menjulurkan tangannya ke arahku seolah ingin membantuku bangun dari tempat duduk dan menggandeng.

Aku melihat tangan itu dengan penuh tanda tanya, aku ragu apa pemikiranku tadi benar?

"Apa lagi sih yang kau tunggu ayo Wendy!" ujarnya tidak sabaran sambil menggerak-gerakkan tangannya tadi.

Aku akhirnya menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Kau mau aku menggandeng tanganmu?" ujarku dengan wajah polos.

"Tangan?" Zayn terlihat bingung, lalu terdiam sebentar. "Bu..bukan itu maksudku" ujarnya salah tingkah lalu ketika menyadari apa maksudku dan langsung membawa tangannya tadi ke belakang tubuhnya.

"Lalu?"

"Sudahlah, kau mau ke kelas bersamaku atau tidak?" tawarnya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Baiklah ayo" aku pun mengalah dan langsung bangkit dari dudukku dan berjalan di sampingnya.

Ketika sedang berada di tangga menuju kelas kami yang ada di lantai 2 tiba-tiba ada segerombolan anak berbaju olahraga yang berlari ke arah berlawanan. Gerombolan itu cukup banyak sampai-sampai aku harus menggeser tubuhku ke arah Zayn agar gerombolan itu tidak menabrakku. Tanpa sengaja tanganku menempel dengan tangan Zayn, aku yang sadar akan hal itu tetap diam dan tidak menjauhkan tanganku dari tangannya. Aku nyaman ketika aliran listrik yang ada di tangannya itu membuat jantungku ingin meloncat keluar. Tiba-tiba saja hal yang tidak pernah kuduga terjadi, Zayn menggenggam tanganku erat. Aku yang terkejut pun langsung menghentikan langkah.

ASL? (Zayn Love Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang