Chapter 18

37.7K 2.8K 48
                                    

Flashback...

Pagi ini tidak seperti pagi biasanya karena hari ini disambut dengan hujan. Walaupun hujan, tetapi hati Steve tenang saat mendengar suara hujan yang dapat mendamaikan hatinya. Baginya hujan adalah anugrah dari tuhan yang patut disyukuri. Selain itu, setiap hujan dia selalu berdoa dan menatap jendela.

Seperti saat ini yang dilakukannya. Tetapi bedanya ia sedang menikmati suasana hujan sambil duduk dikursi teras. Ingin rasanya dia berjalan ketengah derasnya hujan. Menikmati setiap tetes yang terjatuh dari langit. Mengadahkan wajahnya kelangit sambil menutup mata. Steve tersenyum saat membayangkan dirinya yang melakukan itu. Tapi mustahil dia lakukan. Dia tak mau mendapatakan resiko atas kelakuannya yang kekanak-kanakkan tersebut.

"Steve...kau kenapa berada diluar ?" Tanya seorang wanita dibelakangnya. Dia menolehkan wajahnya kearah sumber suara. Ternyata itu adalah suara Sisca.

"Aku hanya ingin menikmat hujan." Jawab Steve.

"Iya aku tau. Tapi udara dingin tak baik untuk anakmu. Mengerti ?" Steve mengangguk mendengar ceramahan temannya itu. Entah kenapa saat dia tinggal disini dan kehamilannya yang pada bulan terakhir ini membuat teman-temannya sangat posesif kepadanya.

Steve masuk ditemani dengan Sisca dibelakangnya.

Karena ia tau bakal merasa bosan kalau hanya duduk saja, jadi dia putuskan untuk menonton tv. Setidaknya ada hiburan yang akan membuatnya tidak merasa kesepian. Ya, walaupun teman-temannya juga bisa diajak bercanda.

Saat Steve fokus pada film didepannya, ia mendengar suara kamera dan saat dia menolehkan kepala, ternyata Jordan lah yang seperti mengambil gambarnya. Dia ingin mengambil ponsel genggam Jordan tetapi ditolak. Akhirnya dia hanya pasrah.

"Emmm Steve aku mau bicara padamu." Ucap Sisca yang duduk disamping Steve.

"Apa ?" Jawab Steve.

Sisca berpikir sebentar dan mengangguk.

"Bagaimana sekarang pikiranmu ? Sudah tenang ?" Tanya Sisca.

Steve mengerutkan keningnya karena tidak mengerti apa yang dibicarakan teman disampingnya.

"Kau berbicara apa ?"

"Aisshh... Kau apa tidak merindukan suamimu ? Ah maksutku Robert ?" Ketus Sisca.

Steve menundukkan kepalanya sambil mengelus perutnya yang besar.

"Sejujurnya aku merindukannya. Tapi yak au lihat sendiri bukan kalau dia tidak berusaha untuk kesini dan memintaku kembali lagi. Jadi percuma saja kalau aku berharap dia akan datang." Jawab Steve.

Ya, selama berhari-hari Steve merasa kalau Robert tidak berusaha untuk memintanya kembali. Padahal sehari setelah dia mengusir Robert, dia telah sadar kalau Robert memang sangat mencintainya. Bahkan Robert rela ditampar berkali-kali oleh orangtuannya demi mempertahankannya.

Lalu setelah dia sadar, kenapa Robert tidak mengunjunginya seperti waktu Robert memaksanya untuk kembali. Jangankan menemuinya, menghubunginya pun tidak. Steve rasanya ingin menangis kalau mengingat hal tersebut. Jujur dia menyesal atas apa yang dia lakukan dan putuskan. Coba saja kalau dia dulu tidak memutuskan untuk pergi dan memilih untuk tetap berjuang bersama dengan Robert. pasti tidak akan terjadi seperti ini.

"Sudahlah kau tidak usah bersedih. Kau harus yakin kalau Robert tetap akan berusaha. Kau hanya perlu meyakinkan dirimu saja kalau kau memang pantas untuknya dan jangan dengarkan apa kata orang. Kau cukup harus percaya diri dengan apa yang kau punya sekarang." Jelas Sisca berusaha menguatkan Steve.

Being a mother  ( mpreg )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang