Chapter 11

43.2K 3.7K 137
                                    


Matanya masih tertutup. Selang infus menempel ditangannya. Sudah satu jam lebih dia belum sadar dari pingsannya. Masih beruntung dokter bilang kalau kandungannya tidak terjadi apa-apa. Hanya Steve lah yang shock sehingga tak sadarkan diri.

Disebelahnya, Robert hanya memandangi wajah Steve. Ia menyesal telah membawanya untuk kerumah orangtua Steve. sungguh Robert sangat merasa bersalah. Dia tidak ingin melihat orang yang disayanginya seperti ini. Jadi jangan salahkan dia untuk melakukan sesuatu agar membuat orang yang menyakitinya jera dan tau kalau seorang Robert tidak pernah main-main dengan kata-katanya.

Dia melihat Clarissa yang tertidur disofa kamar perawatan. Setelahnya dia melihat kearah Steve sebentar sebelum keluar dari kamar tersebut.

Robert berjalan menuju pintu kamar dan keluar dari ruangan tersebut. Saat sudah berada diluar, dia merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel genggamnya. Dia menekan beberapa digit telepon yang menghubungkan kearah sang asisten.

"Halo !" ucap orang diseberang sana saat mengangkat teleponnya.

"Aku tidak mau berbasa-basi. Cari tau keluarga Bernard. Cari sampai mendalam. Kutunggu laporanmu besok pagi di emailku. Mengerti ?" Perintah Robert pada sang asisten.

"Siap bos." Robert mematikan teleponnya dengan asistennya.

Saat dia sudah selesai menelepon, Robert kembali masuk kedalam kamar perawatan Steve. dia kembali duduk dikursi samping ranjang Steve.

"Cepatlah sadar. Kau tidak tau secemas apa aku hm." Ucap Robert sembari menggengam tangan Steve dan menciumnya.

Tak lama, Robert merasakan pergerakan di jari Steve. seketika dia mendongakkan kepalanya tepat kewajah Steve.

Steve membuka matanya perlahan. Silau cahaya lampu yang menyambutnya untuk pertama kali. Dia menyipitkan matanya saat cahaya lampu tersebut memaksa untuk masuk. Dia membiarkan sebentar. Setelahnya dia melihat kearah samping kiri dan kanan. Tepat disebelah kanan, dia kaget saat melihat Robert yang tengah tersenyum padanya.

Ia bingung. Steve bingung sedang berada dimana. Setau dia terakhir kalinya dia ingat kalau sedang dirumah orangtuanya.

"Kau sudah sada Steve ? Sebentar aku panggilkan dokter." Steve hanya menganggukkan kepalnya saja untuk menjawab Robert. Dia masih tidak kuat untuk menjawabnya.

Robert memencet tombol hijau didekat ranjang Steve. Tak selang beberapa menit kemudian, seorang dokter laki-laki masuk kekamar perawatan tersebut.

Saat sudah disamping Steve, dokter tersebut mengeluarkan benda dinginnya. Dia memasang ke kedua telinganya dan juga benda dingin tersebut dia tempelkan didada Steve juga perutnya.

"Ah syukurlah keduanya sehat. Walaupun Tuan Steve masih butuh banyak istirahat. Jadi kami sarankan untuk menginap disini dahulu. Besok baru anda boleh pulang." Jelas dokter tersebut dengan ramah. Robert tersenyum dan menjawab terimakasih. Steve pun tersenyum saat mendengar kalau keadaan bayinya selamat.

Setelah memeriksa Steve, dokter tersebut meninggalkan ruangan Steve.

"Untung kalian baik-baik saja." Ucap tulus Robert sembari mengelus kepala Steve.

"Emm ya terimakasih. Dimana Clarissa ?"

"Dia sedang tidur disana." Jawab Robert dengan menunjuk arah sofa. Steve mengikuti arah telunjuk Robert dan tersenyum setelahnya.

"Apa dia lihat yang terjadi ?" Tanya Steve.

"Jangan kau pikirkan kejadian tadi. Kata dokter kau tidak boleh stress dan berpikir terlalu keras." Jelas Robert mengikuti saran yang diberikan oleh dokter kepadanya.

Being a mother  ( mpreg )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang