[ADEGAN BERBAHAYA UNTUK YANG BELUM MENIKAH. DILARANG KERAS MENCOBA KESELURUHAN ADEGAN PADA BAB INI BERSAMA PASANGAN YANG BELUM HALAL! DOSA DAN BAPER DITANGGUNG MASING-MASING!]
Sudah lama sekali rasanya aku tidak mengalami hari ini. Tidur tanpa alarm. Sejak memasuki masa koas, rasanya alarm adalah hal paling krusial dan satu strata dengan kata wajib. Seperti sudah menjadi kebiasaan, setiap malam, sebelum kepalaku merebah pada kasur, tanganku refleks men-set alarm pada handphone. Tiga alarm, masing-masing kuselingi lima menit, wanti-wanti jika kadar 'kebo' dalam diriku sedang tinggi-tingginya akibat lelah berlebihan.
Hari ini sebenarnya tidak ada yang spesial. Hanya kebetulan saja aku sedang tidak sholat, tidak ada jadwal jaga seharian ini, dan ada dia dikasurku. Dia—suami yang menikahiku tiga tahun lalu, yang tangannya sedang memelukku erat dari arah belakang, yang suara dengkuran halusnya menjadi suara pertama yang aku dengar di pagi hari ini.
Menjadi gulingnya adalah pekerjaan sampinganku selain menjadi dokter dan seorang istri. Katanya, ini kewajibanku sebagai istrinya, lebih wajib dari membuatkannya makanan atau membersihkan rumah.
Omong-omong, suamiku namanya Aditya Nagendra, seorang dokter internis alias spesialis penyakit dalam yang sedang mengambil pendidikan subspesialis endokrin dan metabolik di Universitas Indonesia. Hobinya mencatat pelajaran, marah-marah, dan tidur di sembarang tempat. Yang membuatku pusing, jika tiga hobinya itu dilakukan bersamaan. Karena pernah di suatu waktu, dia tertidur dalam keadaan duduk di closet setelah marah-marah karena buku yang berisi catatan pelajaran yang dia tulis semalam suntuk hilang secara misterius.
Aku memanggilnya mas Adit, sedangkan orang-orang memanggilnya dokter Adit. Aku mengenalnya sebagai lelaki paling cuek seantariksa, sedangkan orang-orang mengenalnya sebagai dokter paling care dan berdedikasi penuh melayani keluhan-keluhan pasiennya. Aku menganggapnya suami rasa alien—sangking jarangnya dia pulang ke rumah, sedangkan orang-orang menganggapnya dokter rasa pacar—sangking perhatiannya dia ke pasien-pasiennya melebihi ke istrinya sendiri.
Cemburu? Well, mungkin bisa dikatakan begitu.
Tapi aku bisa apa jika yang kucemburui adalah orang-orang disekitarnya yang justru membuatnya bahagia?
Aku tahu, menjadi dokter adalah passion terbesarnya. Lihat saja, dia sampai rela mengambil pendidikan subspesialis—yang artinya dia sekolah lagi, belajar lagi, bikin thesis lagi, di saat aku masih menjadi dokter umum dan belum berniat sedikitpun untuk mengambil pendidikan spesialis. Sejujurnya, aku punya alasan khusus mengapa aku stuck di titik ini.
Suara ombak pun tiba-tiba menggetarkan gendang telingaku selain suara dengkurannya. Itu suara ombak di belakang rumah kami. Kami memang sengaja membeli tanah di bibir sebuah pantai tanpa nama di Yogyakarta lalu membangun rumah sederhana berlantai satu bergaya minimalis dengan dominasi cat warna putih. Ini adalah mimpiku dan mas Adit, memiliki rumah dengan pemandangan pantai di halaman belakangnya. Walaupun harganya terbilang kurang masuk akal, tapi mas Adit rela saja menyisihkan tabungannya demi memiliki rumah ini.
Rumah sederhana ini hanya memiliki satu ruang tamu, satu ruang tengah sebagai ruang keluarga, satu dapur yang bergabung dengan ruang makan, satu kamar mandi, dan dua kamar tidur. Kamar utama adalah tempat tidurku dengan mas Adit, sedangkan kamar kedua sudah kami persiapkan untuk anak-anak kami kelak. Dibagian belakang terdapat sebuah jetty yang menghubungkan rumah dengan tepi pantai.
"Emmmm,"
Lamunanku buyar mendengarnya berdehem sembari menggerak-gerakkan tubuhnya. Walau demikian, tangannya masih tetap memelukku dari belakang dan kakinya menimpa kakiku. Awal-awal pernikahan, aku merasa berat sekali harus mendapat setengah beban tubuhnya seperti ini setiap kali dia tidur bersamaku. Tapi lama kelamaan jadi terbiasa sendiri. Bahkan rasanya aneh jika tidak dijadikan 'kebab' dalam semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Internal Love 2
Romance[Medical Content] Bagaimana jika seorang dokter menikah dengan yang seprofesi? Orang-orang menyebutnya keberuntungan, tapi kenyataannya adalah bencana. Internal Love 2 merupakan sequel dari Internal Love (Wajib baca yang pertama dulu!). Adit and Ad...