[WARNING! BAB INI MENGANDUNG ADEGAN BERBAHAYA UNTUK DIBAYANGKAN PADA ANAK DIBAWAH UMUR DAN YANG BELUM MENIKAH. SUDAH DIPERINGATKAN YA, KALAU TETAP LANJUT RESIKO DITANGGUNG MASING-MASING]
Tiitt... Tiitt... Tiitt...
Suara monitor jantung itu terus bergema di telingaku. Kepalaku merebah pada bed tempat mas Adit baru saja memperjuangkan hidupnya. Jemariku mendekap punggung tangannya yang sudah bengkak karena terpasang selang infus.
Aku baru menyadari, ternyata mas Adit sekuat itu. Dia tidak menyerah sedikitpun, bahkan sampai saat Tuhan sudah menghentikan detak jantungnya. I'm jealous because God loves him so much, that's why God tested him.
Di luar sedang mendung untuk pertama kalinya setelah sekian lama matahari cerah sekali bersinar. Setiap kali cuaca seperti ini, aku selalu teringat dengan kejadian saat koas dulu. Kala aku dan mas Adit terjebak hujan di rumah sakit. Kala dia untuk pertama kalinya menggenggam tanganku. Kala desiran aneh muncul seperti mimpi yang sudah lama mati suri dalam hidupku.
Bolehkah aku mengatakan kalau saat itu aku mulai jatuh cinta padanya? Jatuh cinta yang prematur─ tidak disangka dan begitu lemah.
Genggaman tangan itu masih sama, menjalarkan hangat yang begitu cepat. Ya, ternyata rindu bisa semenyiksa ini.
"Kamu mau kemana?"
"Ke dapur,"
"Jangan!
"Kenapa?"
"Waktu akan berkurang 40 menit dari 4.320 menit yang kupunya selama di Jogja. Lebih baik melakukan hal yang lebih bermanfaat,"
"Contohnya?"
"Tidur,"
"Ya silahkan kalau kamu mau tidur, aku mau masak sebentar,"
"Tidak mungkin aku tidur kalau guling aku sedang memasak,"
"...."
"One four four two four three three,"
"Hhh.... nggak usah mulai kode-kodean deh,"
"I can't take my eyes off you, Dit! Kamu cantik,"
Nafasku langsung terasa berat mengingatnya. Si gombal yang super kaku ini adalah suamiku sendiri. Wajahnya yang jarang berekspresi sering sekali membuat perasaanku campur aduk karena aku tidak bisa menerka apakah dia sedang bercanda atau sedang serius. Apalagi sifatnya yang sulit mengontrol emosi saat sedang tertekan, i hate it much. Walaupun terkesan complicated, pada dasarnya cinta itu sederhana, kalau ribet namanya nafsu.
Cintaku untuk mas Adit sesederhana senyum satu detiknya setelah aku menciumnya. It's so precious. Atau sesederhana kata-kata "Masakanmu enak,". Atau sesederhana pesannya di whatsapp "Gajimu sebagai istri bulan ini sudah kutransfer ya,", dan masih banyak sederhana-sederhana lainnya.
Kepalaku lantas mendongak dan mataku menatap wajahnya yang sembab dan pucat. "Mas, jangan ngagetin lagi ya! Nggak lucu, ah, surprisenya! Kalau mau ngasih hadiah buat anniversary, kasih yang simple aja. Misalnya...," Jemariku mengelus jari-jarinya yang lemah, "Kasih aku hadiah kamu bisa gerakin jari-jarimu. Itu sudah cukup bikin aku bahagia kok,"
Hening, sampai 120 detik berlalu.
"Oke, nggak papa kok kalau kamu nggak mau kasih hadiah itu. Kamu sendiri mau hadiah apa dari aku?"
"Saya ingin Monas,"
"Monas? Monumen Nasional? Yang benar aja, Dok!"
"Saya ingin melihat Monas saat malam hari,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Internal Love 2
Romance[Medical Content] Bagaimana jika seorang dokter menikah dengan yang seprofesi? Orang-orang menyebutnya keberuntungan, tapi kenyataannya adalah bencana. Internal Love 2 merupakan sequel dari Internal Love (Wajib baca yang pertama dulu!). Adit and Ad...