0.1

45 5 0
                                    

Aku terbangun karna alarmku yang sudah bunyi berkali-kali, dan ini yang terakhir kalinya alarmku bunyi lalu kumatikan dengan frustasi.
"Argh!" geramku sambil bangkit duduk dengan mata masih tertutup. Menatap jam, butuh beberapa detik untuk menyadarkan diri bahwa aku kesiangan untuk pergi sekolah, 06.17.

Padahal ini hari pertamaku masuk sekolah, dan hari ketigaku berada di perumahan ini.

///

"Sial! Kalo jalanan becek tuh nggak usah pake ngebut segala dong! Bikin rok orang kotor aja!" pekikku—di dekat gerbang sekolah yang sebentar lagi tertutup—pada-manusia-berjenis-kelamin-lelaki, yang mengendarai motor besar, memakai celana seragam abu-abu. Tidak berguna, lelaki itu tidak peduli dengan teriakkanku.

Setelah aku melewati gerbang parkiran, gerbang di lobby sekolah ini ditutup. Tuhkan, benar! Ah sial! Aku harus menunggu upacara selesai untuk bisa melewati gerbang ini, sial sial sial!

"Jadi, Neptunus, hari ini bakal jadi hari yang buruk? Masih pagi saja aku sudah emosi berkali kali! Sudah berapa kata sial yang aku ucapkan tadi?" ucapku pelan sambil menyender di tembok.

"Yah, pak! ini kan baru jam tujuh kurang lima menit, masa udah nggak boleh masuk?" pekik seorang lelaki sambil menenteng helm, dan jak–jadi itu yang ngendarain motor pake ngebut sampe nyipratin genangan air ke rokku?
"Ya kan belnya aja jam tujuh kurang lima belas, kamu tuh udah telat sepuluh menit, nggak bisa masuk."

Yaudah sih, tinggal tunggu upacara selesai aja apa susahnya.

Pun lelaki itu berjalan menuju diriku–samping kananku tepatnya–dengan pasrah. Refleks dia melihatku, kan?
"Lo telat juga?" katanya.
"Ya, lo pikir gue ngapain disini?"
"Yaelah santai kenapa, nggak usah ngegas banget gitu."
"Lo tuh yang harusnya nggak ngegas banget pas ada genangan air tadi!"
"Oh, jadi lo yang tadi teriak ngomel-ngomel nggak jelas? Sorry." balasnya dengan senyuman yang memamerkan barisan gigi-giginya yang rapih. Kurang ajar.

"Gue Ilham." katanya lagi dengan menyodorkan tangannya mengajakku berjabat tangan.
"Iya udah tau, lo kan punya nametag tuh di seragam. Udah tau kan gue siapa?"
"Yah elah, kenapa galak amat sih. Ini mau salaman nggak? Pegel nih." Sungguh, aku hanya mengabaikan ajakannya itu.

"Lo angkatan berapa?" Neptunus! Dia kenapa sih cerewet banget! Aku ingin membaca novelku dengan damai. Argh.
"Tiga puluh."
"Oh, berarti seangkatan. Hm, jadi lo Darin?"
aku hanya menjawabnya dengan sekali anggukan.

///

Sekolah baru, kelas baru, teman baru, lingkungan baru, materi-materi baru.

Syukurlah, seminggu ini pelajaran masih banyak yang belum efektif, jadi aku dan temanku bisa ke kantin kapanpun sesuka hati, apalagi kelasku yang memang bersebelahan dengan kantin. Dan kalian tahu? Ternyata aku sekelas dengan lelaki tadi yang mengotori rok abu-abuku dan membuatku tidak tenang membaca novel. Tadi juga, aku melihat lelaki itu menggoda Alifa, anak perempuan di kelasku yang fisiknya bagaikan angka yang lebih dari satu, dengan sifatnya yang lemah lembut, pintar, dan pendiam. Kurang apa lagi coba? Dengar-dengar sih, dia diajak senior untuk ikut ekskul paduan suara.

"Dar, kantin yuk?" Nina, teman sebangkuku.

Kantin ini memang besar, dan tentunya ramai dengan obrolan anak-anak sekolah ini, atau lebih tepatnya berbagi sumpah serapah.

"Nin, tadi ketua kelas kita siapa namanya? Lupa deh gue."
"Ilham. Yah elah baru berapa jam, udah lupa aja."
"Ya daripada gue inget mulu. Nanti dikira suka lagi. Idih."

"Hah? Lo suka sama Ilham? Demi apa?"
"Woi yakali, Nin. Baru juga sehari ketemu, masa langsung suka gitu sih. Tapi ya emang gue mengakui tampangnya diatas rata-rata."

"Jadi nanti lo bakal suka dong?" aku diam. Aduh? Mungkin?
"Ya enggak juga sih, najis."
"Yah, liat aja nih beberapa minggu kemudian, kalo gue liat lo boncengan sama dia, traktir gue siomay ya."

"Eh woi nggak bakal kali!"
"Harus nerima, kalo nggak nerima tawaran gue tadi berarti dari awal ini emang lo udah naksir." balasnya lagi dengan seringainya yang menyebalkan sambil menyuap sepotong kentang ke mulutnya. Aku hanya menjawabnya dengan memutar bola mataku.

///

Sekarang, aku sendirian, di kantin yang sudah lumayan sepi, menunggu Bunda menjemputku sambil membaca novel.

"Eh, Dar!" aku langsung mencari sumber suara, cowok tadi lagi! Neptunus, tolong beri aku kesabaran.

"Hm?"
"Kok lo sendirian?"
"Kok lo peduli?"
"Ya kan nanya doang. Kok belum pulang dah? Biasanya cewek-cewek kaya lo kan maunya pulang cepet tuh."
"Iya gue nunggu nyokap."

"Besok pulang sama gue aja. Biar nggak usah nunggu lama lama." katanya dengan senyumnya–lagi–.
"Idih?" sumpah! Demi Neptunus! Senyumnya manis banget, parah. Tapi, bukan berarti aku suka, ya. Catat itu!

"Lo sendiri kenapa belum pulang?" lanjutku.
"Iya tadi gue ada tugas dari wali kelas kita, biasa, ketua kelas mah gini. Mau nggak besok gue anter pulang? Nggak bakal kena cipratan genangan air lagi kok. Hahaha."
Lagi-lagi aku tidak menggubris omongannya, hanya memutar bola mataku lalu melanjutkan bacaanku.

——————
vomments ya! ehehe

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang