Hari ini Nina tidak masuk, jadi aku duduk sendirian. Dan juga guru mata pelajaran Ekonomi yang tidak menunjukkan batang hidungnya ke kelas ini.
Merasa bosan, aku bergegas mengeluarkan Macbook-silver-ku dan menuju ke pojok belakang kelas ini agar bisa menonton film dengan nyaman.
"Dar," Sang ketua kelas.
"Apa?"
"Nggak ada kerjaan ya jadinya ke pojok sini? Mau ngapain? Baca novel? Nenangin diri?" katanya lagi sambil berjalan menghampiriku lalu duduk tepat di sebelahku.
"Mau nonton film. Bosen, guru nggak masuk-masuk."
"Bersyukur dong!"
Aku menoleh keheranan, melihatnya sedang menatap jariku yang kutaruh di keyboard Macbook-ku, "Kok bersyukur, sih? Gue kesini tujuannya belajar, Ham."
Ia berdecak, "Halah,"
"Kata-kata dustanya keren banget,"
"Cover lagu bareng gue aja, gimana?"
"Hah? Kelas lagi rame banget gini, nanti malah nggak kedengeran."
Ia mengangkat tangan kirinya, menatap jam yang ia gunakan, "Masih ada dua puluh menit sebelum bel istirahat, kita cari lagunya aja dulu."
"Yaudah, tapi lo yang main gitar ya."
"Iya-iya."Menatap layar Macbook-ku dengan serius, sambil meng-scroll down perlahan.
"Ini aja nih!" sambil menunjuk layar Macbookku, Firasat Buruk dari Raisa.
"Nggak ah, melow banget."
"Yah terus apa dong, nggak ada yang asik nih lagunya,"
"Eh tunggu tunggu, ini nih, Dari Mata aja."
"Yang ini? Lagunya Jaz?"
"Iya!" dengan girang.
"Emang lo bisa gitarnya?"
"Em..,"
"Bisa deh bisa! Cari di Google aja chord-nya. Coba cari dong, Dar. Biar langsung nih!" ia bergegas bangkit dari duduknya untuk meminjam gitar yang dibawa Raffa."Nih, Ham."
"Eh gampang nih," dengan nada yang sombong. Cih.Aku menemaninya berlatih memainkan gitar, sesekali menahan tawa ketika tiba-tiba salah dan ia mendesah kesal.
"Susah dah, Dar!"
"Tadi sih katanya, eh gampang nih." jawabku mengutip perkataannya tadi.
"Bisa sih, tapi dikit-dikit gitu. Hehehe,"
"Eh, kalo misalnya gue udah lancar, terus nyanyiin ini di depan Alifa gimana ya, Dar?"
Aku mengernyitkan dahi, berharap itu hanya candaan. Benar kata Nina, aku jatuh hati dengan Ilham. Sial! Kenapa sih aku ini baper-an banget! Tapi, kalau dia memang suka dengan Alifa, kenapa dia selalu mendekatiku? Kenapa nggak deketin Alifa saja? Atau aku yang ke-geer-an?"Dar? Denger nggak sih? Kok malah diem?"
"Hah? Denger kok. Hmmm, yaudah coba aja lo nyanyiin depan dia. Siapa tau nyangkut. Hahaha." kataku sambil berusaha menyembunyikan rasa kecewaku.
"Gue coba ajak ah, kapan-kapan." bersamaan dengan itu, bel istirahat berdering nyaring memekakan telinga setiap siswa di sekolah ini."Nah, udah bel nih. Jadi nge-cover, 'kan?"
"Em..., sorry gue berubah pikiran. Gue laper ah, Ham. Mau beli makan aja. Kapan-kapan aja ya nge-cover barengnya. Atau kalo bisa lo cover lagu itu aja bareng Alifa." kataku sambil menutup layar Macbook-ku dengan penekanan di kalimat terakhir."Loh? Yah, yaudah deh,"
"Nanti sore pulang sama gue ya, Dar!" sedikit memekik. Aku mengabaikan pekik-kannya itu. Pura-pura nggak denger aja, deh.///
"Darin, gimana kalo mulai besok kamu ke sekolah pake sepeda aja?"
"Hah? Bun! Jauh, nggak ah capek."
"Orang deket kok, sehat lagi. Daripada dianter Ayah melulu nanti telat terus gara-gara macet."
"Tapi aku nggak mau sepeda yang biasa cewek-cewek pake ya, yang ada keranjangnya itu."
"Iya, sepeda yang kamu punya kan sepeda sport, gimana sih."
"Yaudah deh, Bun."
"Oiya, itu yang seneng banget nganterin kamu pulang, siapa sih?"
"Tetangga sebelah bun, namanya Ilham."
"Oh, kamu pacaran sama dia?"
"Heh? Enggak, Bunda!!!!" kataku memekik dan Bunda hanya tertawa.Melempar tubuhku ke atas kasur, sambil memikirkan, kenapa Ilham mendekatiku kalau dia suka dengan Alifa? Sekedar modus? Ah, masa bodoh! Lebih baik aku tidur, daripada berfikiran yang aneh-aneh.
///
Aku mengeluarkan sepedaku dari garasi untuk kukendarai menuju sekolah dan menuntunnya keluar. Ingat kata Bunda tadi malam, kan? Argh! Bu Ida, kalau bajuku sudah basah padahal masih pagi, jangan dimarahi ya. Salahkan Bundaku yang memintaku untuk mengendarai sepeda. Ya memang jarak rumah dan sekolahku cukup dekat, sih.
"Dar,"
"Apa?" sautku sambil naik keatas sepedaku dan duduk di atas joknya tanpa melihat siapa yang mengajakku berbicara. Lalu aku mendongak, melihat Ilham dengan sepeda motornya dan tatapannya yang bingung.
"Kenapa? Bingung?" kataku lagi.
"Kok bawa sepeda?"
"Iya, disuruh Bunda."
"Oh, yaudah. Tunggu di sini dulu, bentaaaaar aja." ia memutar balikkan motornya, kembali menuju rumahnya. Tak lama, ia keluar dari rumahnya sambil menuntun sepedanya, dan menghampiriku dengan lari kecil-kecil."Yuk,"
"Hah? Lo nggak bawa motor?"
"Nggak."
"Kenapa?"
"Nemenin lo, nanti lo diculik atau nyasar gimana? Lo kan cewek. Sekalian juga olahraga pagi-pagi."
"Tapi nanti baju lo basah gara-gara keringet, gimana? Gue aja mikirin itu dari semalem, nanti kena omelnya Bu Ida lagi."
"Nggak usah dipikirin. Tinggal bilang dari rumah naik sepeda,"
"Udah yuk, jalan."Sedikit terkejut, sih. Tapi, sekarang kamu mulai mengerti, kan? Gimana aku nggak jatuh hati sama dia, kalo tiap hari dia berlaku manis terus kepadaku! Dia ini, menyukaiku atau Alifa sih? Jangan rakus dong, Ham!
—————
vomments dooong:((((((
oh iya, kalo bisa kalian baca dari awal lagi ya, ada sedikit editan soalnya he he he thankieeees
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
ChickLitWanita yang jatuh hati dengan seorang pria diam-diam, berharap hanya dia dan Neptunus yang tahu tentang itu, berharap dia bisa melenyapkan perasaan itu, agar tidak sakit hati terus-menerus ketika pria itu membicarakan perempuan luar yang ia sukai. L...