TWO

89 14 26
                                    

Arkan menganga menatap kepergian Dira. Mengapa ia menyebutnya gelap? Jelas-jelas kulitnya putih bersih.

"Ayo!! bengong aja!!!"

"Ayo ke mana, Dir?"

"Gue hari ini bawa motor..."

"Terus kalo kamu bawa motor... Aku gimana?"

"Lah... makanyaaa... gue anterin pake motor... lama-lama lo kok jadi idiot beneran?"

"Maaf"

"Gue tunggu di parkiran.." Dira segera melangkah keluar kelas menuju parkiran.

Setengah perjalanan, Dira memutuskan untuk berhenti. Demi menatap lelaki berawak tegap tinggi berada di lapangan. Leo. Seperti biasa lelaki itu berhasil membuat Dira terpanah.

"Lo suka sama Leo?"

"Eh? Kak Ari?"

"Ke mana aja lo? Gue nunggu di sini dari tadi..."

"Gue kan gak nyuruh Kak Ari nunggu..." gadis itu berjalan melewati Ari. Tak terima dengan perilakunya, ia segera memegang tangan Dira.

"Lepas!!! Bukan muhrim!!!"

"Berarti lo mau kita jadi muhrim dulu??"

"Sableng!!!" Dira mencoba sekuat tenaga mengendurkan genggaman Ari. Tanpa membuat Ari bonyok lagi. Namun gagal. Genggamannya malah bertambah semakin kuat. Ditambah lagi suasana yang sepi sangat mendukung aksinya.

"Kalo lo mau jadi pacar gue, baru gue lepas..." ujar Ari santai. Kepala Dira terangkat. Ditatapnya lelaki yang sedang tersenyum penuh kemenangan di hadapannya itu dengan tatapan kebencian sambil terus berusaha melepaskan genggamannya.

Tiba-tiba, sebuah bola datang tepat di depan wajah mereka. Memisahkan pertempuran mata yang tengah terjadi.

"Woi!!! Ambilin bolanya dong!!" ujar lelaki tampan di tengah lapangan. Menyadari hal itu, Ari segera melepaskan genggamannya.

Sementara Dira, bungkam menatap lelaki yang berbicara barusan.

"Kalian kenapa, sih? Kok pada bengong? Cepet ambilin bolanyaaaa..."

Dira segera menyadarkan diri. Lantas membungkuk hendak mengambil bola yang berada tak jauh dari kakinya. Tangannya terulur ke bawah mendekati bola itu. Namun, sebuah sepatu muncul menendangnya lebih dulu dengan cukup keras.

Bola mata Dira secara refleks bergerak mengikuti arah bola itu pergi dengan posisinya yang masih membungkuk. Ia heran. Bagaimana bisa dengan tendangan dari jarak sejauh itu, bola langsung masuk ke gawang? Semua orang yang ada di sana pun tak kalah herannya melihat kejadian itu.

"Gilak! Gue jadi kebayang Messi yang nendang..." celetuk salah satu pemain di tengah lapangan. Semua orang pun masih menatap bola yang berada di gawang.

"Ntu tadi Kak Ari yang nendang?" tanya Tito sang penjaga gawang

"Kayaknya sih bukan... lah dari tadi Kak Arinya ngelihatin Dira terus. Sampek sekarang juga masih ngelihatin Dira." jawab Gery yang berada di sebelahnya.

"Yah masa si idiot?"

"Kayaknya sih iya... Masa Dira yang masih ngebungkuk itu yang nendang? Pake jurus paan dia bisa masukin bola dari sana pake tangan?"

Tanpa menghiraukan teman-teman sepermainan di sekitarnya, Leo segera melangkah maju mendekati posisi Dira, Ari, dan Arkan.

"Itu tadi keren, Ar..."

"Ar siapa? Aku atau Kak Ari?"

"Elo... Elo yang keren.. Gak ada sejarahnya Kak Ari keren... Karena setiap saat dia selalu keren badai... Ya nggak Kak?"

VERANDERING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang