FOUR (b)

36 6 4
                                    

"Ayah?"

"Diraaa!! Elo gak pa-pa?!" terlihat Lia yang muncul dari balik kerumunan yang mengitari Dira.

Otak Dira kini hanya mampu mengulang rekaman beberapa waktu lalu saat ayahnya pergi. Bagaimana mungkin sosok ayah yang selama ini ia hormati telah berlaku kasar padanya? Terlebih lagi, setiap kata yang telah diucapkannya seakan mengambang tanpa arti di pikiran Dira. Seolah semua kalimat itulah yang menjadi faktor keberadaan bundanya kini. Hati dan pikiran Dira masih mempertahankan egonya. Entah kemenangan akan muncul dari pemikiran hati atau akal sehat Dira. Yang pasti, kini bumi telah berhenti berputar. Nafasnya semakin sesak. Pandangannya pun berangsur buram hingga akhirnya semua menjadi gelap.

◆◆◆

"Gimana keadaan Dira?" suara berat itu..

"Leo? Kok elo di sini? Bukannya elo di Bandung?" kejut Tasya yang menunggu Dira di luar kamar pasien.

"Gue langsung ke sini begitu sampe di bandara, Tasy.. Dira mana? Gue pengen liat dia..."

"Dia... di... sana" ucap Tasya seraya menunjuk arah kamar Dira ragu.

"Okey.. makasih... Di sana ada siapa?"

"Emm... ada.. lo liat sendiri deh.. Gue, Nasya sama Lia mau balik dulu... bye" ucap Tasya tergesa sembari menggeret Nasya dan Lia keluar.

Leo langkahkan kakinya gusar mendekati pintu ruang inap Dira. Perlahan pintu itu terbuka. Menampilkan dua orang di dalamnya denga seseorang yang berbaring lemah di atas ranjang. Dira, Arkan, dan mungkin bunda Dira.

Leo lantas menutup kembali pintu itu. Memilih untuk duduj di depan ruangan menunggu seseorang keluar dari dalamnya.

"Gue beliin minum dulu ya, Dir" terdengar suara Arkan mendekati pintu. Berlari kecil ke arah kantin rumah sakit.

°°°

Dira masih bungkam mengingat bagaimana telapak tangan yang biasa ia genggam mendarat mulus di pipinya. Tangan yang selalu ia genggam erat disaat ia menghadapi rintangan apapun di hadapannya.

"Dira, dia ayah lo. Gak mungkin dia tega ninggalin lo meski dia tega ndamparin emak lo. Dia juga butuh waktu buat beradaptasi, mmm nggak-nggak. Dia butuh waktu buat renovasi dunia kehancurannya. Baru dia akan kembali saat dunianya jadi surga lagi buat tempat lo dan emak lo tinggal,"

Tanpa sadar siapa yang berbicara dengannya, bibir tipis Dira mulai melengkung. Berharap sesuatu yang memiliki peluang 0,1 % bisa terjadi. Berharap wanita di depannya segera membuka matanya dan memeluknya hangat.

Mimpi itu segera buyar saat sebuah benda mendarat di tangannya yang kebetulan sedang terbuka.

"Gue denger, coklat bisa nenangin orang yang lagi emosi sih, Dir.. Jadi gue beliin deh buat elo."

Jantung Dira berdebar kencang. Melihat ukiran senyum di hadapannya. Senyum yang bisa terlihat jelas di bawah redupnya penerangan. Senyum yang selama ini ia perhatikan dari kejauhan. Dia Leo. Bintang kehidupan di tengah pekatnya kegelapan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VERANDERING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang