FOUR (a)

35 10 7
                                    

"Kadang,
remuknya hati datang dari
orang yang paling kita percayai"

~VERANDERING

◆◆◆

"Terus-terus... tuh cabe kemaren gimana?" tanya Nasya sembari mencomot sebutir bakso milik Tasya.

"Heeh bakso gu-, Mppphmmh" masih dengan mulut penuh bakso, Nasya langsung membungkam mulut Tasya dengan tangannya.

"Yah... Kemaren, begitu Ari muncul di belakangnya, si Oliv langsung meluk Ari. Dia bilang dengan cabenya "plis Ari... Gue sayang banget sama lo.. Jangan pergi cuma buat cewek murahan kayak dia, Ri.."" ujar Lia sambil menirukan cara bicara Oliv yang membuat siapapun merasa geli melihatnya.

"Lah.. Reaksinya Ari gimana?"

"Langsung di doronglah sama Ari. Ya kali dia mau dipeluk cabe"

"Terus terus? Si Nisa gimana?" kekepoan Nasya bertambah akut akan kejadian kemarin. Sementara Tasya sibuk melenyapkan baksonya.

"Yah.. dia pasti trauma.. ngadu sama bapaknya, Pak Asep.."

"Kasiaan tuh anak... Lah habis itu, si Oliv ngapain?" ujar Tasya mulai mengikuti pembicaraan.

"Gak tau.. pokoknya habis gue sama Dira ngelihat Ari ngedorong Oliv, Dira itu langsung lari. Katanya, dia takut di kejar sama Ari. Habis itu gue ngintilin di belakangnya si Dira. Tapi nyatanya si Ari gak ngejar tuh... Dan pas sampe parkiran, mobil kalian udah gak ada.. Jadi ya kita berdua naik angkot."

"Ya kalian sih lama... ditelpon gak dijawab, sms gak dibales.." ujar Tasya yang telah melenyapkan semangkuk baksonya.

"Dira mana sih? Lama amat cuma nganter buku ke perpus.." Nasya yang  memang sedari tadi sedang menunggu Dira untuk diinterogasi.

"Yah deritanya ketua kelas emang gitu" ujar Lia santai sembil menyedot es tehnya.

"Temen-temen!!" teriak Arkan dengan melambaikan tangannya ke arah Nasya, Tasya, dan Lia.

"Temen? Dia manggil siapa? Emang dia punya temen?" Nasya memasang wajah meremehkan.

"Hus! Ngawur!!" tiba-tiba muncul seseorang di samping Nasya.

"Eh anjay.... gue rongsokin juga lu, Dir" ujar Nasya menonyor kepala Dira yang dibalas senyuman jahil dari Dira.

"Temen-temen.... huh..huh..huh..."

"Nih nih nih... diminum dulu Arkan...." Tasya menyodorkan mangkuk berisikan kuah bakso yang super pedas pada Arkan. Dan dengan koplaknya, Arkan malah meminum apa yang disodorkan Tasya.

"Weh weh weh.... Abis kuahnya...  gak pedes, Ar?" tanya Tasya yang diiringi tatapan bingung dari teman teman di sekitarnya melihat mangkuk yang sudah tak ada isinya lagi.

"Enggak... enggak... Dir... gue... tadi itu... gue... anu... Bu Reza... Tadi..."

"Paan sih, Ar? Kalo kepedesan beli minum dulu sanah!!!" ujar Dira.

"Itu... tadi... Bu Reza bilang ibu kamu masuk rumah sakit, Dir..."

Hening. Dira pun masih melotot tak percaya.

"Serius lo, Ar?" tanya Lia memastikan.

Dan tanpa jawaban dari Arkan, Dira segera berlari. Entah pernyataan tadi sebuah kebohongan ataukah fakta, yang pasti itu bukanlah lelucon yang baik.

Tanpa perduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya, Dira terus berlari dengan air mata yang mengalir tanpa ia inginkan. Sesampainya di kelas, tampak seorang lelaki berawak tegap sedang duduk di bangku milik Dira.

"Ayah? Hiks... hiks.. Bunda masuk rumah sakit??" tanya Dira sesenggukan.

Tanpa menjawab pertanyaan Dira, lelaki itu berdiri lantas menggapai tubuh Dira untuk jatuh dalam pelukannya.

"Bundamu ada di rumah sakit deket rumah... Maafin ayah, ya? Ayah memang gak punya pendirian... Jangan pernah cari ayah lagi, ya.. Ayah bukan orang tua yang baik buat kamu.. Sekolah yang rajin... buat bunda kamu bangga... Ayah selalu sayang kamu.."

Lelaki itu pun pergi meninggalkan kecupan sayang di puncak kepala Dira. Dira tak mengerti apa yang ayahnya ucapkan. Dan entah mengapa, ucapan ayahnya mampu membuatnya membeku. Masih dengan derasnya air mata yang mengalir, Dira segera sadar. Ibunya lebih penting dari ucapan ayahnya tadi. Ia pun  lantas membereskan barang-barangnya dan pergi menyusul ayahnya yang berada tak jauh di depan Dira.

"Ayah!!!! Tunggu!!! Dira ikut ke rumah sakit, Yah!!!!" teriak Dira yang dibalas tatapan bingung dari murid-murid yang melihat perilakunya.

"Ayah!!" akhirnya Dira sampai pada posisi ayahnya.

"Plak!!!"  apa ini? Mengapa ayah Dira malah menampar Dira?

"Mungkin  dengan begini, kamu akan membenci ayah, Dira.. Ayah gak mau kamu sakit hati karena telah menyayangi ayah.." Lelaki itu meninggalkan Dira yang masih memegangi pipinya yang terasa panas.

"Ayah?"

Part ini dikit banget emang... tapi ini di buat abc an... jadi nanti bisa satu part.. maaf kalo ada salah kata ato typo...

VERANDERING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang