VI

2.9K 493 55
                                    

Sudah lima hari berlalu dan Jungkook akhirnya berhasil menyelesaikan melody untuk outro-nya. Lima hari juga ia tak bertemu dengan pria penghancur pertahanannya. Lima hari juga ia selalu mendapat kiriman makanan beserta buket bunga. Masih dengan pengirim yang sama, seseorang berinisial V.

Sayangnya lima hari itu Jungkook masih belum menulis lirik untuk outro-nya itu. Ia kehabisan ide. Otaknya buntu. Setiap hari Chanwoo masih menyempatkan dirinya untuk menelpon dan mengabari Jungkook. Sayangnya Chanwoo tak punya banyak waktu. Jadwalnya syutingnya padat. Dan Jungkook memang dapat mendengar bagaimana sang sutradara memanggil Chanwoo setiap mereka sedang menelpon. Dan demi apapun, Jungkook sangat merindukan kekasihnya itu.

"Kapan kau akan pulang? Aku benar-benar merindukanmu..." Jungkook merengek manja.

Suara tawa Chanwoo terdengar renyah di ujung sana. "Ini bahkan belum satu minggu, baby. Bersabarlah, oke?"

"Hhh, baiklah.. Kau tak melirik yang lain disana, kan?" Tanya Jungkook dengan nada yang menyelidik. Tangannya sibuk menuangkan jus jeruknya ke dalam gelas.

"Tidak, sayang. Kau meragukanku?"

"Aku hanya bertanya, sayang. Yah, siapa tahu kau bertemu yang lebih baik disana?"

"Tak ada yang lebih baik darimu."

Jungkook tersenyum mendengarnya. "Aku percaya padamu."

"Bagaimana lirikmu? Kehabisan ide? Pergilah berjalan-jalan mencari udara di luar, sayang. Itu akan membantu menyegarkan pikiranmu."

"Aku berencana ke sungai Han. Tapi aku tak yakin. Pergi keluar tanpa dirimu..."

"Kau akan baik-baik saja." Entah kenapa suara Chanwoo begitu menenangkannya. "Jangan lupa memakai masker dan kacamata, oke? Aku harus syuting lagi sekarang. Telepon aku jika sesuatu terjadi. Aku mencintaimu."

"Aku mencintaimu. Semangat syuting, sayang."

Dan telepon itu tertutup.

.
.
.
.
.
.
.

Sungai Han adalah salah satu tempat terbaik untuk menghilangkan segala kepenatan, bagi Jungkook tentu saja. Sejak masa SMA dulu ia selalu datang kesini setiap ia merasa jenuh akan semua beban sekolahnya. Ia tak pernah datang sendirian. Dulu ia selalu datang kesini, bersama seorang laki-laki berambut oranye yang selalu tersenyum hangat di tengah dinginnya udara malam.

Dulu, Jungkook akan duduk di pinggiran lapangan di sebelah sungai itu, menonton si rambut oranye bermain basket dengan penuh semangat. Laki-laki itu akan mengacak rambut hitam Jungkook hingga Jungkook harus merengek sebal agar ia berhenti, lalu mereka akan duduk di pinggir sungai, merasakan dinginnya angin malam, terkadang berbagi cerita atau terkadang tanpa cerita hanya ditemani keheningan dan suara desiran angin. Tak ada rasa canggung, hanya ada rasa kenyamanan dan rasa aman setiap kali Jungkook berada di sebelahnya.


Meletakkan kepalanya di pundak si rambut oranye, dengan tangan yang saling menggenggam, dengan suara berat pria itu yang menyanyikan sebuah lagu klasik favoritnya. Saat itu, Jungkook hanya akan memejamkan matanya hingga ia tertidur, membuat pria berambut oranye itu akan menggendongnya pulang ke apartemennya.

Kembali ke masa sekarang, Jungkook menghela nafas beratnya di balik masker hitamnya, dengan baju lengan panjangnya dan jeans hitamnya. Tak lupa ia memakai kacamatanya untuk sedikit penyamaran. Untunglah jam sudah menunjukkan jam sembilan malam dan jalanan sudah agak sepi. Ia berjalan menyusuri pinggir jalan di sekitar sungai Han, senyumnya mengembang sembari menghirup udara disana setelah menurunkan maskernya. Sudah lama ia tak berjalan senyaman ini. Apalagi sendirian. Chanwoo biasanya menemaninya keluar, setidaknya membuat dirinya merasa lebih aman. Bahaya bagi seorang idol sepertinya untuk keluar malam sendirian.

Baru saja Jungkook hendak menuju pinggiran sungai, ia mendengar suara bola basket dipantul-pantulkan di sebuah lapangan. Lapangan yang dulu sering ia kunjungi bersama pria berambut oranye masa lalunya itu. Dengan rasa penasaran, Jungkook melangkahkan kakinya menuju lapangan basket itu. Disanalah ia menemukan sosok itu.

Sosok seorang pria dengan hoodie abu-abu dan beanie hitamnya sedang men-dribble bola basket dan melemparkannya ke dalam ring dengan sekali lemparan. Jungkook terdiam. Pria itu hebat dalam bermain basket. Dari jauh Jungkook terus memperhatikannya. Dan entah kenapa gaya bermainnya mengingatkan Jungkook pada sosok pria berambut oranye dari masa lalunya.

Tunggu.

Mana mungkin?

Pria itu terlalu sibuk dengan jabatan tingginya dan tak akan punya waktu bermain di lapangan di pinggir sungai.

Seolah takdir mempersatukan mereka, bola itu terpantul kearah Jungkook ketika si pria tidak berhasil memasukkannya ke dalam ring. Jungkook lantas mengambil bolanya dan berjalan menuju sang pria dengan maksud mengembalikan bola tersebut.

Pria itu berbalik dan disanalah tatapan mata mereka bertemu. Mata Jungkook melebar seolah kaget dengan apa yang ia lihat. Hingga sebuah suara berat itu kembali meruntuhkan segalanya dan memutar kembali memori dalam benaknya.

"Kookie?"

Kenapa? Kenapa harus ia lagi? Kenapa Tuhan begitu kejam hingga selalu mempertemukan dirinya dengan pria yang seharusnya terus terkubur dalam masa lalunya itu?

"K-Kenapa kau disini?" Suara Jungkook masih terdengar bergetar.

Mendengar itu, si pria dengan beanie abu-abu itu tersenyum kecil. "Mencari udara segar. Pekerjaan membuatku lelah. Kau sendiri?"

Agak ragu untuk menjawab namun Jungkook tahu ia tak bisa selamanya lari. Tenanglah Jeon Jungkook. Kau tidak sedang dalam masa lalumu. Semua sudah berbeda.

"Sama sepertimu. Lima hari mengurung diri di rumah membuatku jenuh."

Jungkook melemparkan bola basket itu pada Taehyung. Ada hening sejenak diantara mereka hingga Taehyung kembali berkata, "maaf mengganggu waktu santaimu. Aku tahu kau tak nyaman di dekatku. Kalau begitu aku pergi."

Seolah tergerak tanpa kemauannya, bibir Jungkook bergerak, mengucapkan sebuah kalimat yang malah membuat dirinya sendiri kaget. "Jangan pergi." Ujarnya.

Dahi Taehyung berkerut. "Kau tak ingin aku pergi? Kau yakin?"

"A-Aku hanya tak suka sendirian. B-Biasanya Chanwoo akan menemaniku tapi ia sedang tak di Seoul. Kalau kau tak mau, kau boleh pergi."

Bodoh. Jungkook, kau bodoh. Tak perlu alasan dengan nama Chanwoo. Kau seharusnya tak memintanya menemanimu. Ini malah akan membuat semuanya semakin sulit.

"Baiklah." Balas Taehyung.

Jungkook menjadi terdiam. Ini gawat. Pertahanannya akan semakin hancur. Danger! Danger!

"Mau duduk di pinggir sungai?"

Bodohnya, Jungkook mengangguk pelan.

.
.
.
.
.
.
.
.

"

Jadi, bagaimana kabarmu?" Taehyung membuka pembicaraan setelah lima belas menit mereka berada dalam suasan canggung dipenuhi keheningan. "Sejak pertama bertemu kembali denganmu aku ingin bertanya namun kau menolakku." Taehyung tertawa kecil. Entah apa yang ia tertawakan. Entah itu dirinya, atau diri mereka berdua.

"Kabarku baik. Kau?"

"Aku? Tak baik. Aku tak akan baik-baik saja jika pria cantik yang kucintai tak kembali padaku." Taehyung menjawab santai.

"Taehyung..." Jungkook meringis.

"Lupakan. Kudengar kau sedang membuat outro untuk albummu? Bagaimana perkembangannya?"

"Aku baru saja menyelesaikan melody-nya hari ini. Tapi aku tak bisa memikirkan lirik yang pas."

Melihat wajah Jungkook yang terlihat stres, Taehyung tersenyum dan mengacak pelan rambutnya. Senyuman khas pria berambut lavender itu terpampang disana. "Jangan terlalu dijadikan beban. Kau pasti bisa, Kookie."

'Aku tahu kau pasti bisa, Kookie.'

Jungkook tertegun. Pria di hadapannya ini sama sekali tak berubah. Senyum berbentuk persegi panjangnya tetap sama. Tetap terasa hangat di tengah desiran angin malam. Tetap mampu menenangkan perasaan Jungkook. Tangan besarnya yang mengacak rambut merah Jungkook masih sama hangatnya.

Kenapa? Apa ia adalah seorang penyihir? Apa ia memiliki sebuah sihir yang mampu membuat perasaan Jungkook menghangat dan merasa tenang hanya dengan kehadirannya.

"Kookie?" Suara itu kembali memanggil namanya. Jungkook seolah dibawa ke dunia yang berbeda. Taehyung mengambil syal merahnya dan melingkarkannya di leher Jungkook. Kemudian suara tawa ringan mengikutinya. "Kau tak berubah, eoh? Tetap lucu dan manis jika kau melamun."

Tanpa Jungkook sadari wajahnya merona merah. Ia pun menyentuh syal itu dan mengeratkannya. Berusaha menutupi wajah merahnya. Sama seperti lima tahun lalu, Taehyung selalu mampu membuat ia jatuh cinta berkali-kali hingga terasa sakit. Sihir apa yang sebenarnya dimiliki seorang Kim Taehyung?

"Bagaimana hubunganmu dengan pria itu? Hmm, siapa namanya-"

"Chanwoo."

"-ya, Chanwoo."

"Baik. Hubungan kami berjalan baik."

"Oh..."

Tak ada yang kembali berbicara. Taehyung terdiam tanpa tahu harus bereaksi apa. Tentu saja hubungan mereka baik. Jung Chanwoo bukanlah pria jahat yang meninggalkan sosok baik hati seperti Jungkook, tidak seperti yang ia lakukan lima tahun lalu.

"Kau...sangat mencintainya?" Ada suatu makna dalam pertanyaan itu. Seperti ada sebuah makna yang tercekat di tenggorokannya tanpa bisa ia keluarkan.

Dada Taehyung berdegup semakin kencang tatkala menunggu jawaban yang keluar dari bibir Jungkook.

"Ya. Aku mencintainya." -kuharap melebihi cintaku padamu. Namun lanjutan itu tak terdengar, hanya terhenti dan tersimpan di hati Jungkook saja.

Di sisi lain ada sebuah hati yang terasa retak. Dada Taehyung terasa nyeri seketika. Tentu saja Jungkook mencintainya. Pria itu terlalu baik untuk tidak dicintai. Taehyung sekuat mungkin mengeluarkan senyuman terbaiknya. Sekali lagi tangan besarnya menyentuh kepala Jungkook dengan lembut.

"Syukurlah. Aku senang jika kau bahagia."

Jungkook terdiam sambil menatap mata Taehyung. Salah. Ia tak sebahagia itu. Kau salah, Kim Taehyung.

Taehyung beranjak, berdiri dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar keatas, meluapkan segala kepenatannya.

"Sudah malam. Lebih baik kita pulang sekarang. Aku akan mengantarmu."

"Tak usah. Aku bisa pulang sendiri."

"Berbahaya. Aku tak menerima penolakan, Jungkook."

Jungkook.

Bukan Kookie?

Kenapa Jungkook merasa sakit mendengarnya?

"Ayo, Jungkook!"

Masih tetap diam, Jungkook hanya memperhatikan bagaimana punggung pria itu menjauh. Punggung besar yang tak berubah sejak dulu. Punggung besar yang dulu selalu menjadi tempat ternyamannya untuk tertidur.

Ia tersenyum kecil.

Tak ada salahnya menerima sedikit, kan?

"Jungkook!"

"Iya, hyung."

Tanpa Jungkook sadari bahwa keputusannya untuk kembali membuka dirinya adalah suatu kesalahan fatal. Karena ia tak tahu masa depan apa yang menantinya.

***














Long time ga update cerita ini.
Masih ada yang menunggu?
Apa masih ada yang berniat baca?
😂😂😂

Review dan upvote sangat ditunggu.
Terimakasih atas perhatiannyaaaa!

FAITH (KTH +JJK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang