Part 19

16 2 0
                                    

----
Apabila kita belum mendapatkan sesuatu pasti kita akan melakukan segala macam cara tapi jika kita telah mendapatkan apa yang kita mau kita akan dengan mudah melepaskannya
----

Hosh... hosh...
Demi menghindari dua orang gila itu. Apa-apaan mereka? Asal tarik orang aja.

"Gue aman sekarang!"

"Gila! Kenceng banget lari lo. Ngos-ngosan gue."

Mean menepuk jidatnya sendiri, pupus sudah harapannya. Dia kira sedari tadi dia udah ngak di ikutin ternyata masih yah.

"Apadeh lo? Gue pen pulang! Bye aja yah."

Mean berjalan santai sekarang dia tidak perduli lagi, mau dia di ikutin kek apa kek terserah dia.

"Gue ikut lo eh, tapi gue ada motor."

Mean mengangkat alisnya. Trus kalo lo bawa motor gue harus apa huh? Jingkrak-jingkrak gitu. Ngak aja deh.

"Bodo."

Dari arah berlawanan, mobil berwarna merah dengan kap yang terbuka menampakkan sesosok pria yang tampan. Yah anak baru dan songong itu. Rama! Dia mengklakson mobilnya berkali-kali.

"Ikut gue!"

"Eh eh... apa sih ini. Lepasin ngak!"

Rama menarik tangan Mean dan langsung memasukkannya di dalam mobil. Dia berlari sebelum Mean kembali kabur darinya. Ck, kenapa cewek itu keras kepala? Sungguh Rama bingung.

Dia mengitari mobil dan langsung masuk di bangku pengemudi meninggalkan Arham yang diam melongo melihat orang yang ingin di jaga pulang bersama pria yang baru di kenalnya. Tepatnya anak baru di sekolahnya. Rama kampret! Gue aja baru start dan lo mau ngambil kesempatan yang dari dulu gue sia-siain. Gue ngak akan rela. Sekarang kita akan melihat siapa yang akan Mean pilih kelak. Dengan cara yang sportif pastinya. Lo atau gue? Kita liat nanti.

----

"Masuk sini! Lo mau di luar mulu huh?"

Mean sangat bingung kenapa dia di bawa kemari. Dia tidak punya urusan sama sekali. Masuk atau tidak? Itulah yang ada di kepala Mean saat ini.

"Ck, kelamaan mikir."

Rama langsung saja menarik Mean untuk masuk. Kenapa dia begitu kekeh? Gila ni orang.

Begitu Mean masuk ke dalam rumah itu, dia di suguhkan dengan peralatan yang di perkirakannya sangat-sangat mahal.

Rumah ini begitu luas, mungkin harus di kelilingi berkali-kali kalo kita ngak mau tersesat.

Sedari tadi Rama benar-benar menggenggam tangan Mean dan ntah dari mana asalnya perasaan seakan di lindungi hingga sampai di depan pintu dengan motif classik. Rama membukanya dan di dalam banyak orang. Kenapa Rama mengajakku kemari?

"Bang, ni adek lo udah gue bopong kemari. Gila keras kepala banget."

Mean yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya tidak suka, dia ingin pulang tapi kenapa di bawa ke sini. Sungguh badannya sangat lemas sekarang.

"Dihh, paan sih lo adek gue lo bopong lo kira karung beras apa. Liat tuh mulutnya udah maju sepuluh senti."

"Bang, Mean pulang aja yah. Mean pen istirahat sumpah bang lemes gue."

Mata mean mulai sayu, entah kenapa tiba-tiba matanya terasa begitu panas dan badannya sama sekali susah untuk dia gerakkan.

"Lo sakit dek?"

"Kagak tau bang, tapi tiba-tiba aja lemes."

Iqbal panik bukan kepalang, melihat adiknya yang sempoyongan dan menahan diri agar tidak jatuh. Tiba-tiba badan mean udah terangkat, badannya terasa ringan sekarang. Mean sudah tidak punya kekuatan untuk memberontak dia hanya pasrah dan mengalungkan tangannya di leher orang yang menggendongnya untuk membantu tubuhnya agar tidak jatuh.

"Udah, lo tidur aja jangan maksain diri tetep sadar." Ucap orang itu tegas dan diapun langsung mengikutinya tanpa membantah.

"Bang, ini gimana?"

"Bawa ke mobil kita kerumah sakit sekarang!"

Rama tetap tidak bergeming dia berpikir kenapa tidak di bawa ke rumah saja. Seperti tau isi pikiran rama, iqbal pun menjawabnya.

"Dia kalo sekali sakit bakal parah, kalo cuman kompreasan atau obat biasa ngak bakal berfungsi."

Tanpa banyak bicara lagi rama langsung membawa mean ke rumah sakit terdekat.

***

secret admirer and love in silenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang