Part 6

43.7K 4K 132
                                    

Starla menjentikkan jari kepada salah satu kru yang berdiri di dekatnya, memberi isyarat mengibas tangan tanda panas. Dengan patuh, kru perempuan itu segera berlari mengambil payung dan kembali untuk meneduhi puncak kepala Starla.

Starla menyipitkan matanya mengamati sekeliling lokasi pemotretan di lapangan lepas landas pesawat jet tersebut. Mobil-mobil mewah sudah berjejeran di belakangnya, peralatan foto dan segala macam lighting dengan krunya juga sudah bersiap. Starla bahkan sudah tampil fenomenal dengan pakaian dan make up tercantiknya. Tapi sang fotografer belum juga menampakkan diri.

"Ini udah kelewatan," seru Starla saat Nanda menghampiri tempatnya sambil membawa sebotol air mineral dingin. "Mana fotografer sialan itu?"

"Baru juga telat sepuluh menit, Star. Buat orang Jakarta itu wajar."

Starla menurunkan kacamata hitamnya untuk memandangi Nanda, memastikan apakah sang asisten sedang mencari gara-gara.

Nanda berdecak. Dia tahu tidak seharusnya menyiram bensin ke atas bara api. Salahnya sendiri kalau Starla nanti mengamuk, terlebih lagi sejak pagi ini suasana hati Starla sepertinya sedang tidak bagus.

Padahal dia sendiri juga sering terlambat, sindir Nanda dalam hati. "Kamu kayaknya lagi bad mood. Apa yang bisa bikin suasana hati kamu jadi baik lagi?"

"Melihat perempuan yang lebih jelek atau lebih gendut dari aku, biasanya itu selalu membuat mood aku membaik."

Kru pemegang payung tercengang mendengar jawaban Starla. Sementara Nanda menahan diri untuk tidak tertawa. Kadang Starla menyebalkan dengan cara yang lucu.

"Dia cuma bercanda," bisiknya pada si 'ojek payung'. "Ngomong-ngomong, Star, aku lapar. Makan dulu ya sebentar."

Dari balik kacamata hitam Gucci-nya, Starla mengamati gerakan Nanda membuka kantong kresek dan mengambil sepotong tahu isi lalu menjejalkan makanan berminyak itu ke dalam mulutnya. Starla menggeleng menahan rasa jijik.

Siapa bilang dunia ini selalu berlaku tidak adil terhadap rakyat jelata seperti Nanda?

Justru Nanda membuat Starla iri hati. Nanda bebas menyantap gorengan dengan minyak sejorok itu tanpa harus takut jerawatan atau bertambah gendut. Sedangkan Starla? Makan kacang mede lima butir saja langsung jerawatan. Terpapar matahari langsung juga jerawatan. Makan karbo berlebihan bisa gendut, makan bakmi bisa gendut, makan kentang goreng bisa gendut, begitu pun es cendol atau brownies almond Kartika Sari kesukaannya.

Starla harus setengah mati menjaga asupan makanan yang masuk ke tubuhnya. Merelakan beberapa makanan surgawi yang nikmat dan lezat seperti McDonalds, nasi goreng, hingga martabak coklat keju kacang yang tebal dan berminyak, lalu menggantikannya dengan menu diet mayo tanpa rasa yang super menjijikkan itu. Sementara Nanda?

"Hmm." Mulut berminyaknya terus mengunyah tahu isi di hadapan Starla. "Endes."

Hanya satu hal yang tidak bisa Starla kompromi: kopi. Meskipun banyak yang bilang kandungan kafein tidak bagus untuk kulit, tapi tetap saja ia tidak peduli. Lebih baik menari striptease di depan Monas, daripada diminta berhenti minum kopi.

"Ngomong-ngomong," ujar Starla di tengah terik matahari dan aroma tahu isi."Kok Jimmy masih anterin kamu ke apartemen aku?"

Nanda selesai mengunyah tahu isinya, kini dia mengunyah risol. "Emangnya kenapa? Doain aku putus?"

"Iya." Starla menjentikkan jari meminta kru pembawa payung untuk bergeser ke kanan. "Putusin aja Jimbot si Bokek itu. Nanti aku beliin kamu anjing pudel buat gantinya, biar kamu nggak kesepian."

Silence [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang