Akashi membuka kelopak matanya begitu mendengar tirai kamarnya tersibak, disusul dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah jendelanya.
"Sei-kun, bagun. Sudah pagi." Bisik sebuah suara. Seingatnya ia tak pernah menyuruh Ibunya, Shiori, untuk membangunkannya atau membuka tirai.
Kini, kelopak matanya sepenuhnya terbuka. Manik heterokromnya mulai menyesuaikan cahaya. Dahinya berkerut begitu mengetahui sesosok wanita yang telah membangunkannya.
"(Y/n)?" Panggil Akashi. (Y/n) hanya tersenyum. Kemudian mengecup kening Akashi.
"Selamat pagi, Sei-kun."
○○○○
Akashi membuka matanya. Jantungnya berdegup kencang.
'Mimpi?' Pikirnya bersandar pada tempat tidurnya. Sejenak ia menghela nafas, kemudian menenangkan diri. Ia pun beranjak untuk membuka pintu kaca yang menghubungkannya ke balkon.
Akashi menghirup udara pagi dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya perlahan. Sedikit meregangkan ototnya yang kaku, ia kembali menghembuskan nafas. Pikirannya kembali pada mimpi yang menghampirinya beberapa menit lalu.
'Apa aku begitu rindu hingga bermimpi tentangnya?' Pikir Akashi kemudian menggeleng pelan. Kemudian kakinya melangkah menuju wastafel, menghidupkan kran, kemudian mencuci muka dan menggosok gigi.
Langkah kakinya kini menuju almarinya. Ia mengganti piama yang dikenakannya dengan kaos abu-abu gelap dengan celana selutut yang senada, lalu mengambil handuk kecil, dan sepasang sepatu yang sering ia gunakan saat jogging.
Akashi membuka pintu kamarnya usai memakai sepatu bersamaan dengan (y/n) yang berlalu mengenakan stelan olahraga.
"Astaga! Ah, kau mengagetkanku Sei-kun," Tiba-tiba saja Akashi mengingat mimpinya beberapa saat lalu.
"Sei-kun mau jogging juga?" (Y/n) bertanya setelah melihat penampilan Akashi. Sedangkan Akashi memilih untuk tidak menghiraukan pertanyaan (y/n) dan berjalan mendahului (y/n).
"Hei! Kenapa tidak menjawabku?" (Y/n) menyusul langkah Akashi. Hingga merekapun sampai di pintu depan.
"Sei-kun, aku bertanya padamu. Kenapa kau tidak menjawab?"
"Kalau kau sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya?" Akashi menjawab dingin kemudian membuka pintu dan meninggalkan (y/n).
"Astaga. Apa-apaan.. semalam dia bersikap manis dan sekarang? Lagipula aku kan cuma bertanya. Apa itu salah? Kenapa juga dia jadi dingin begitu? Ck, aku akui dia memang tampan tapi apakah sikapnya tidak bisa lebih konsisten?" (Y/n) mulai mengomel hingga ia mulai berjalan ke taman dan biasa ia kunjungi saat jogging.
"Ah, benar-benar. Apa sebenarnya Sei-kun diam-diam mengidap penyakit bipolar? Astaga (y/n) kenapa kau jadi peduli seperti ini? Dari dulu juga Sei-kun sejahat itu 'kan? Maksudku, dari dulu bukankah ia cuek?" (Y/n) terus mengomel sepanjang perjalanannya, bahkan saat melakukan pemanasan.
"Ugh.. tapi aku benar-benar bingung. Maksud kecupannya itu..." walaupun hanya di dahi, kecupan yang diberikan Akashi cukup menggoyahkan pikirannya. Semalam ia hampir tidak bisa tidur. Wajar saja. Orang yang selama ini tidak dekat dengannya dan terkenal cuek, tiba-tiba mengecup dahinya padahal ia baru saja pindah.
"... apa?" (Y/n) melanjutkan kalimatnya. Tangannya menyentuh dahi. Tapi entah mengapa malah membuat pipinya bersemu. Ia berfikir bahwa dirinya bodoh hanya karena mengharapkan sesuatu yang tentu saja hanya delusi belaka baginya.
"Aargh.. kenapa aku jadi memikirkannya?!" Frustasi, (y/n) mencoba mengalihkan pikirannya dengan mulai berjalan. Pagi ini cukup ramai, ia juga belum melihat surai kemerahan Akashi di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor [Akashi x Reader]
FanfictionMataku terpaku padanya. Pada iris dwiwarnanya. Pada caranya menatapku. Menatap angkuh. Dan jangan lupakan senyum setannya. Yang sialnya adalah kakak kelasku. Sekaligus tetanggaku. Warning! • Typo • AU • Gaje, abal, dkk. [Akashi Seijuurou X Reader] T...