0.1

33 4 0
                                    




Nama gue Azura tapi biasa dipanggil Ara. Umur gue 15 tahun. Dan gue sekarang kelas 10 SMA. Gue bersyukur diberikan paras cantik, ekonomi yang melebihi cukup, dan keluarga yang harmonis. Bagaimana tidak? Gue adalah anak blasteran Perancis – Indonesia. Daddy gue yang keturunan Perancis adalah seorang CEO sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang tour and travel dan cabangnya berada di seluruh penjuru dunia. Sedangkan Mommy gue yang keturunan Indonesia adalah seorang wanita karier yang mempunyai perusaahan boutique sendiri dan sudah beroperasi di Negara – Negara Asia dan Eropa. Tapi walaupun begitu, Daddy dan Mommy gue tetap sempat meluangkan waktunya untuk gue dan adik gue.

Sudah satu semester genap gue bersekolah di SMA ini. Ada beberapa laki – laki yang berusaha mendapat perhatian gue, tapi gak ada yang gue anggap spesial. Kalau mereka sapa, ya gue balas. Tapi gak pernah lebih dari itu. Karena jujur, gue bener – bener gak percaya dengan love at first sight yang sering disebut - sebut. Gimana caranya orang yang baru ketemu beberapa bulan sudah bisa bilang bahwa dia jatuh cinta kepada seseorang. Itu namanya bukan cinta, tapi nafsu, atau hanya sekedar kagum, karena love at first sight itu pasti lihat dari penampilannya, bukan hati.

Tapi ada satu laki – laki yang, eerrgghh...... kena kutukan apa gue bisa sepuluh tahun sekelas sama dia? Gue sekelas sama dia dari kelas 1 SD sampai kelas 10 SMA. Dan ya, jadi bisa disimpulkan bahwa kita satu sekolah dari SD sampai SMA.

Kalo kalian mau tau dia itu gimana orangnya, dia itu salah satu most wanted laki – laki yang ada. Yaa... dia mungkin adalah gue versi laki – laki nya. Selalu jadi most wanted dari SD sampai SMA. Tapi dia itu bukan tipe laki – laki yang playboy ataupun badboy. Dia most wanted, tapi sikapnya kelewat dingin sama perempuan. Sama sih kayak gue, tapi gue nggak sedingin dia. Menurut gue sih dia anaknya cool, ganteng-pastinya-, calm, dan dia multitalented. Dia jago basket, jago piano, jago gitar pula. Tapi sikapnya yang kelewat dingin itu membuat dia susah bergaul sama perempuan. Kalo teman laki – laki nya sih banyak. Dia namanya Aldrich tapi lebih suka dipanggil Ari. Namanya cool kayak orangnya, kan?

By the way, hobby gue itu kalo gak baca novel, dengerin musik, makan, dan yang paling gak akan kalian percaya, gue hobby ngerjain soal matematika. Jadi aktivitas gue saat gue senggang ya antara 4 hal itu. Bahkan gue pernah, saking bosannya, gue makan di kantin sambil dengerin music pake earphone. Piring di tengah, buku soal matematika di kanan, dan buku novel kiri. Dan orang ngeliatin gue kayak, "OMG ni cewek cantik tapi rada – rada aneh".

Dan disinilah gue, di kelas 10 IPA-2  yang keadaannya kayak pasar. Guru lagi izin hadir dan jadilah selama 2 jam pelajaran ini dijadikan free class. Dan gue lebih memilih duduk di kursi gue dengan earphone di telinga dan novel di tangan. Dan di saat gue lagi fokus – fokusnya membaca, ada yang menepuk pundak gue. Sontak gue ngelihat siapa yang ganggu gue saat gue lagi baca. Dan itu Ari. Gue melepas earphone gue dan bertanya, "Ada apa?".

"Ajarin gue matematika yang ini." jawab Ari sambil menunjuk salah satu materi di buku yang dipegangnya.

Sebentar... sebentar. Ada yang aneh. Kelas menjadi hening, dan semua pasang mata menatap kearah kami. Setelah gue melihat ke sekitar, gue kembali menatap Ari, tepat ke matanya dan... gila tajem banget. Gue nggak bermaksud sok jual mahal, tapi gue memang nggak bisa ngajarin orang, apalagi matematika -walaupun gue termasuk jago dalam bidang itu- karena gue biasanya ngerjain matematika dengan cara dan rumus gue sendiri, bukan dengan cara dan rumus yang biasa diajarin. Dan pengalaman gue ngajarin orang lain matematika, berakhir dengan orang itu makin nggak ngerti.

Gue menggeleng pelan dan berkata, "Sorry, gak bisa."

"Gue tau lo bisa." jawab Ari sekena nya.

"Sorry, gue gak bisa." tegas gue lagi dan berniat memasang earphone.

Tanpa gue duga, Ari menyambar earphone gue sampai terlepas dari handphone gue dan dia bilang, "Gak terima penolakan. Sore nanti ke apartemen gue," kemudian Ari berbalik menuju ke meja nya. "sekalian ambil earphone lo." Dia melanjutkan langkahnya hingga benar – benar duduk di tempatnya. Gue hanya bisa mendengus kesal saat melihat dia memasukkan earphone gue kedalam tas nya. Keadaan kelas masih hening, tetapi tidak berapa lama ribut kembali.

Adeeva atau yang sering dipanggil Ava -sahabat gue dari SMP- datang dan duduk di kursi sebelah gue. "Ciee, ada yang bentar lagi melepas status jomblo nih!" ucapnya setengah teriak. "Kalo udah jadi, jangan lupa PJ yaa!" lanjutnya.

"Jadi? Jadi apaan?" tanya gue. Gue gak ngerti sama sekali arah pembicaraan ini. "Jadian lah, Araa! Duh, otak lo lemot banget sih!" omel Ava.

"Kok mikirnya sampe situ sih? Dia kan cuma minta di ajarin matematika sama gue."

"Ya ampun, Araa! Ari itu gak pernah ngomong sepanjang itu sama perempuan manapun, kecuali lo! Namanya juga mirip lagi."

"Biasa aja kali, Va." ucap gue santai.

"Lo bilang nya biasa aja padahal dalam hati seneng tuuhh!" goda Ava sambil mengedipkan sebelah matanya ke gue. Gue hanya bisa geleng – gelang kepala sebelum akhirnya gue fokus lagi ke novel gue dan Ava yang entah kemana.

~ ~ ~

Gak terasa pelajaran sudah selesai dan gue lagi merapikan barang – barang gue sementara kelas semakin sepi karena para siswa biasanya langsung ngacir pulang ketika bel pulang dibunyikan. Gue mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari keberadaan Ava dan gue malah eye contact sama Ari. Dan gara – gara itu gue jadi ingat kejadian tadi saat Ari minta-eh bukan, maksa gue untuk ngajarin dia matematika. Dan gue langsung nyusul Ari sebelum di keluar kelas.

"Sekarang jadi, Ar?"

"Jadi."

"Gue kesana bareng lo aja, ya. Buku mathnya udah ada kok."

"Yaudah."Padat, singkat, jelas, dingin. Mantap, Ar.

Akhirnya gue ngikutin Ari dibelakangnya sampai parkiran. Saat nyampe parkiran, dia masuk ke dalam mobil sedannya dan gue ngikutin dia masuk juga. Gue tercengang saat gue masuk ke dalam mobilnya. Sedan yang dari luar terlihat mewah dan menawan, tetapi di dalamnya sangat berantakan. Di bagian belakang mobil ada bola basket, gitar, partitur – partitur, sampai buku pelajaran.

"Sorry berantakan." ucap Ari tiba – tiba.

"Santai." ucap gue sekena nya dan memilih membaca novel gue lagi.

Keadaan di mobil hening karena gue memang memilih membaca novel. Gak berapa lama, mobil yang dikendarai Ari masuk ke sebuah gedung apartemen yang gak asing menurut gue familiar. Tunggu...

~ ~ ~

Yeayy! Part 1 selesai! Gimana, suka sama ceritanya ga? Maafkan kalo tidak memuaskan and sorry for typo!

love, a h d a

Not a BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang