Altair Kafka Bramastya

194 15 2
                                    

"Shav, passing sini shav!" Kudengar Diandra berteriak meminta bola ke arahku. Dan.... Dug

"Aw"

Shit. Bola yang kutujukan pada Diandra mendarat mulus di kepala seseorang.

"Hei Kaf, are you okay?" tanya ku pada seseorang itu. Yang kutanyai hanya menatapku datar sambil mengelus kepalanya. Dan itu malah membuatku semakin merasa sedikit  bersalah. Ya hanya sedikit karena perasaan ku benar-benar kacau saat di dekatnya.

"Cha, ini bola ketiga ya yang udah kamu daratin di kepala ku selama bulan ini" katanya sambil menatapku jengah. Aku yang ditatap dan dikatai seperti itu hanya sebisa mungkin memasang wajah polos.

"Yah sorry Kaf, namanya juga nggak sengaja. Lagian kamu ngapain sih baca buku dipinggir lapangan kaya begitu?" tanyaku tanpa mau kalah. Ya, kalian tau kan kalau tidak ada kata kalah dan salah di kamus wanita?

"Dih, emang kenapa?" tanyanya sambil berjalan menuju bangku di pinggir lapangan basket. Aku mengikutinya.

"Kan bikin gagal fokus" jawabku asal.

"Heh, maksudnya?" tanyanya sedikit shock. Aku yang ditanyai begitu malah lebih shock lagi. Duh dasar mulut.

"Eh gini Kaf maksudnya, kenapa gak baca buku di perpus aja? Atau enggak kamu kerjain proyek game buatan kamu yang entah kapan selesainya itu?" tanyaku lagi.

"Gini ya Cha, ngerjain proyek game itu butuh konsentrasi tinggi, jadi harus ditempat yang tenang. Kalo di sekolah mana bisa? Makanya sekarang aku baca teorinya dulu. Ntar dirumah baru deh dipraktekin teorinya" jelasnya panjang lebar.

"Ih, tapi jangan disini, ke kelas aja deh. Disini panas, ntar kamu item lho" paksaku.

"Ck, kamu kenapa sih Cha? Udah pewe disini juga, lagian ya aku cowok, item dikit malah keren" balasnya tak mau kalah

"Altair Kafka, mending kamu ke kelas, perpus atau manalah terserah kamu yang penting jangan disini. Oh ya, aku denger dari Bu Erna tadi sekolah banyak datengin buku-buku baru, pasti perpus ribet banget deh. Mending kamu kesana bantuin Bu Erna, kasian hamil tua gitu" dia terlihat berfikir sebentar.

"Iya deh iya, aku pergi dulu" jawabnya seraya beranjak pergi.
Kupandangi punggung yang makin lama makin mengecil itu, aku mengehmbuskan nafas lelah.

Altair Kafka Bramastya. Dia adalah sahabatku sekaligus cinta pertamaku. 'Kaf' aku biasa memanggilnya begitu. Saat yang lain memanggilnya 'Al'. Entah kenapa aku hanya ingin terlihat special dimatanya. Kami bersahabat sejak kami masih sama-sama duduk di bangku SMP. Pada saat kelas VII kita berada di kelas yang sama. Awalnya kami hanya berteman biasa, normal seperti yang lainnya. Namun semakin kesini aku merasa semakin nyaman dengan dia. Dia yang selalu bisa jadi painkiller ku. Otaknya yang cerdas dan pandangan nya yang luas membuatnya semakin terlihat bersinar. Dan itu juga yang membuatnya memiliki banyak fangirls disekolah. Bukan hanya teman sebaya, bahkan kakak kelas pun banyak yang terang-terangan mendekati nya. Dan aku sangat beruntung karena di izinkan untuk dekat dengannya. Berada di sekitar radarnya, dan menjadi orang pertama yang di carinya saat dunia mulai bergerak meninggalkannya. Dan sampai sekarang saat kita duduk di kelas XII di SMA yang sama, perasaan itu masih ada. Perasaan suka, sayang, cinta. Dan aku tetap membiarkan diriku menjadi pecundang. Menutupi semua rasaku. Biarlah, biarlah seperti ini dulu. Altair Kafka, i have loved you since we were thirteen.

"Shavanna, ngapain masih bengong disitu? Masih lanjut main gak?"

*****
tbc...
Aku dateng lagi. Maafkeun kalo jelek.

Februari, 5 2017
~vee

Langit JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang