Niat Move On

57 10 0
                                    

Pagi ini diawali Shavanna dengan keributan. Vanno berulah lagi. Pria kecil itu menyetel ulang alarm kakaknya, yang menyebabkan Shavanna bangun 20 menit sebelum bel berbunyi.

Sial.

"Duh maaf ya Mas Irsyad, berangkatnya jadi kesiangan. Gara-gara bocah tengil itu tu."

Saat ini Shavanna sedang berada di mobil Irsyad yang mengantarnya menuju sekolah. Di pangkuannya ada roti bakar buatan Bunda yang tadi tidak sempat dimakannya.

"Gak papa Shav, adek kamu lucu tau"

Irsyad terkekeh membayangkan pertengkaran-pertengkaran kecil anatara Shavanna dan adiknya yang beberapa hari ini sering dia lihat.

"Lucu gimana sih mas, aku bisa jadi tua lebih cepet kalau tiap hari berantem terus"

"Itu tandanya dia sayang sama kamu. Dia cuman cari perhatian mungkin sama kamu. Kamu lebih deket sama Araz apa Vanno?"

"Dua-duanya sih mas, kalau sama Mas Araz sayang-sayangan gitu walaupun jarang ketemu. Tapi kalau sama Vanno sih tiap hari berantem terus."

Irsyad tersenyum mendengarnya. Sebenarnya Irsyad sangat tertarik dengan gadis kecil ini. Tapi dia takut mengatakannya karena khawatir kalau Shavanna merasa tidak nyaman. Dia akan bergerak perlahan untuk mendekati Shavanna.

"Makasih ya mas udah nganterin, nanti gak usah jemput deh, soalnya aku basket sampe sore"

Mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan sekolah Shavanna. Shavanna menghembuskan nafas lega. Beruntung dia tidak terlambat.

"Iya sama-sama. Kamu yakin gak mau dijemput?"

"Gak usah mas, nanti aku pulang bareng Diandra-temenku"

"Oh oke. Hati-hati ya. Have a great day"

"Iya. Mas juga. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Shavanna bergegas menuju kelasnya. Dia tersenyum saat beberapa orang menyapanya. Di tengah jalan dia merasakan rambutnya ditarik. Spontan dia menoleh kebelakang.

"Kafka lagi, jangan tarik-tarik. Hari ini aku lagi bad mood plus bad hair day."

"Kenapa lagi? Bocah tengil lagi?"

"Dia nyetel ulang alarm ku. Jadi aku bangunnya telat. Pake Bunda gak bangunin lagi. Kan bete"

"Kok Tante Bintang gak bangunin? Harusnya sih kamu diguyur air biar bangun"

Shavanna mendelik, dia melangkahkan kakinya tergesa menuju kelas. Menghindari Kafka yang berpotensi memperburuk moodnya.

"Dih, katanya udah gede. Mana? Masih ngambekkan"

Dia tidak menghiraukan Kafka yang berjalan di belakangnya. Mengingat hari ini dia harus dihadapkan dengan integral, turunan dan kawan-kawannya maka dia harus tetap menyetabilkan emosinya.

***

"Shav, Dee, kantin yuk. Gak laper apa abis marathon otak gitu?"

Namira menggoyang-goyangkan lengan kedua sahabatnya yang masih menelungkupkan kepala diatas meja. Ini semua gara-gara Pak Rahman-guru matematika super galak- yang seenaknya memberikan ulangan mendadak. Pak Rahman berkilah bahwa sebelumnya beliau sudah memberitahukan perihal ulangan kepada para siswanya minggu lalu. Padahal kenyataannya tidak sama sekali. Pak Rahman malah menuduh para siswa jaman sekarang mudah lupa. Semerdekanya bapak aja deh. Kita mah ngikut.

"Diem deh Nam, bentar gue nafas dulu"

Diandra menggerutu sambil melepaskan tangannya dari Namira membuat gadis bertubuh mungil itu mendecak sebal. Kemudian dia beralih menuju Shavanna.

Langit JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang