Closer

72 9 1
                                    

So, baby pull me closer.

Seuntaian lirik lagu yang di bawakan The Chainsmokers mendengung dengan indahnya di kepalaku. Bagaimana tidak, hal yang ia lakukan membuatku tak berhenti melayang-layang di langit ke-tujuh.

Kulemparkan tas sekolahku ke sembarang tempat. Tubuhku ambruk begitu saja di ranjang kamarku. Hatiku tak pernah berhenti meneriakkan Aku sangat BAHAGIAAA. Dan perlahan kututup mataku. Sebuah gambaran jelas kembali berputar, layaknya film yang menghiasi layar proyektor dan menari-nari disana.

*Flashback ON*

"Selamat Ulang Tahun Bella." Nadanya masih saja datar, namun tersirat sedikit senyuman disana, terlalu samar sih namun setidaknya ada.

"Ya ampun, Max." Tanganku sontak menutup mulutku akibat takjub terhadap apa yang aku pandang saat ini.

Aku sedang berada di sebuah menara, lebih tepatnya di balkon menara. Entah bagaimana aku bisa berada disini. Yang kutau hanyalah otakku berhenti bekerja dan yang ada hanyalah mengagumi apa yang kulihat. Menatap luasnya pegunungan Emerland yang di hiasi warna jingga akibat cahaya menyala yang disuguhkan mentari, dengan sedikit goresan warna putih milik awan di sana-sini. Sejumlah burung berformasi yang terbang dari selatan ke utara ikut menghiasi lukisan luar biasa yang manusia tak mungkin mampu membuatnya.

Perlahan namun pasti sang mentari bersembunyi di balik gunung. Meninggalkan ucapan selamat tinggal yang tak terucap. Menyisakan kenangan dan juga membawa doa-doa beserta harapan manusia hari ini.

Terlalu takjub dengan hal ini, membuat air mengalir dengan derasnya dari pelupuk mataku, melewati pipi merona ini, dan jatuh dengan anggunnya menyentuh lantai balkon menara.

"Bella? Apa kau baik-baik saja? Kenapa menangis?" Pertanyaan bertubi-tubi dengan raut wajah khawatir ia lontarkan.

Lidahku terkunci rapat, tak mampu mengatakan apapun. Bahkan tubuhku menjadi kaku, lebih kaku dari orang mati mungkin. Tanganku dingin seakan tak ada aliran darah yang mengalir. Dan mataku masi membanjir mengakibatkan genangan dan aliran yang tak kunjung berhenti.

Tiba-tiba tangannya menarikku. Menarik kedalam dekapannya. Mencoba menenangkanku. Raut wajahnya terlihat khawatir, mencoba menerka apa yang membuatku menangis. Bodohnya dia. Padahal beberapa saat yang lalu dia mampu membaca apa yang aku pikirkan, lalu kenapa sekarang tidak.

"Bella, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Sungguh, percayalah," ucapnya lagi.

Tangannya yang dingin mengelus pucuk kepalaku. Tubuhnya kaku, lebih tepatnya bisa dibilang keras. Kali ini benar-benar persis seperti batu. Tunggu dulu. Dingin? Kaku? Keras?

*Flashback OFF*

Sebuah ingatan mengembalikanku pada kenyataan. Aku baru sadar bahwa Max benar-benar aneh.

Sebersit pikiran muncul di otakku. Aku harus mengunjungi perpustakaan besok, aku harus menemukannya. Sebuah jawaban atas teka-teki perihal diri Max yang sebenarnya dan kejanggalan itu.

Terdengar pintu diketuk seseorang dari luar kamarku.

"Iya, silahkan masuk," ucapku menjawab ketukan pintu itu.

"Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Bella. Selamat ulang tahun."

Lagu selamat ulang tahun dinyanyikan secara bersama oleh ayah, mama, Angela, Alicia, si kembar, dan Lily. Mereka membawa kue ulang tahun yang dihiasi coklat dimana-mana. Biasanya kue itu disebut Black Forest.

"Selamat ulang tahun Bel, semoga apapun yang kau cita-citakan dapat tercapai. Aamin." Ucap Lily dengan tangan kiri merangkulku dan duduk di sisi kananku.

Hello Demons!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang