Diamond Castle

52 7 1
                                    

Vote dulu boleh??
.
.
.
Thank you^^

***

Langit malam telah berlalu, digantikan hamparan luas berwarna biru di atas sana. Burung gereja bersahut-sahutan mendendangkan lagu alam. Sinar mentari melirikku, lewat celah jendela dekat balkon, gorden maroon yang menutupi ruangan ini tak mampu membendungnya.

Mataku menyipit membuka mata, kusadari hari telah berganti pagi. Aku masih di rumahnya— ralat, di kamarnya. Semalam ia menyuruhku tidur setelah memberi tahuku bahwa aku dibawa kesini. Alih-alih memilih kabur, aku saja tidak tahu sedang berada dimana.

Kupaksakan kakiku turun dari ranjang, pengelihatan dan suhu tubuhku telah membaik. Rasanya aku ingin mandi saja. Kubuka lemari di sana, kudapati berbagai jenis pakaian di dalam lemari itu.

Mulutku menganga melihatnya. "Wow!" seruku.

Aku memilih mengenakan dress dengan warna lavender dengan bagian bawahnya berbahan sifon berwarna putih, kerahnya berbentuk melingkar. Aku memilih flat shoes lucu warna abu-abu dihiasi pita putih kecil di bagian depan, sebagai alas kakiku.

"Lucu," gumamku. Aku beranjak menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, aku menyisir rambutku yang basah. Air-nya sangat menyengarkan. Jika rumah ini merupakan sebuah villa liburan, mungkin aku akan betah tinggal disini.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan lagi, pintu raksasa itu terbuka. "Kamu ternyata sudah bangun? Hmm, sepertinya sudah mandi juga. . ," ucapnya terputus, ia berdiri di ambang pintu, dengan mata ruby-nya memperhatikanku— bukan, 'menilaiku' lebih tepatnya. Ia mengenakan kemeja berwarna navy, dan celana jeans yang bersimbol Lois. Rambut yang disisir rapi, dan sepatu kets abu-abu. Sangat kontras dengan keadaan rumahnya yang mengusung tema klasik seperti ini. Ia melanjutkan kalimatnya tadi, "ayo turun, dan sarapan!"

Kenapa dia selalu saja bersikap dingin seperti ini. Tidak sekalipun senyum atau gimana gitu. Huh. "Iya, tunggu sebentar." Kuletakkan sisir yang dari tadi kugenggam dan berjalan ke arahnya.

"Ikuti aku," ucapnya. Kakinya melangkah cepat.

Ternyata benar, ini nampak seperti istana. Aku sedang berada di lantai dua, mengitari balkon lebar untuk menuju kebawah. Di luar kamar, arsitektur rumah ini nampak luar biasa. Begitu klasik, namun modern. Kamar yang kutempati tadi, tidak ada bandingannya dengan ini.

Lampu besar menggantung di tengah ruangan sebesar aula Olymlus High School. Memiliki aksen khusus, seperti benda antik. Ya, mungkin perabotan di rumah ini isinya benda-benda antik yang aneh, yang mungkin tidak akan kau jumpai pada toko benda antik sekalipun. Langka.

Kulirik ke bawah dan mendapati ruangan dengan Altar di salah satu sisinya. Altar itu memiliki kursi besar, kurasa itu bukan kursi. Tapi singgasana. Megah, berwibawa, agung, apalah untuk mengungkapkan kesannya. Rumah ini tidak seharusnya bediri di zaman sekarang, apalagi seseorang mengklaim bahwa ini rumahnya. Harusnya rumah ini dilestarikan sebagai 'warisan negara'. Namun, nyatanya lain.

"Cepatlah, Bella! Dasar lambat!" Max berbalik dan mendelik ke arahku.

Aku berseru padanya, "iya-iya, kau saja yang terlalu cepat! Ih!"

Hello Demons!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang