BAB 2

63 10 7
                                    

Langit pagi ini tidak secerah biasanya. Begitu pula perasaan Putri. Sepertinya langit punya ikatan tersendiri dengan nya. Bagaimana Putri tidak sedih? Orang yang selama ini ia sangat sayangi. Orang yang ia harapkan jadi tempat terakhir mencurahkan segala kegundahan hatinya akan pergi sangat jauh. Terpisah lautan berkilo-kilo meter. Ia tak ingin berpisah dari orang tuanya.  Ditambah sampai sekarang Rama belum menghubunginya, hal itu benar-benar menambah keresahannya. Ia merasa sudah tak ada lagi tempat berteduh saat ia sedih, kecewa dan marah.

Angin bertiup sepoi-sepoi mengibaskan rambut nya yang kusut. Ia duduk termenung di atap rumahnya. Memandang nanar langit yang selalu ada untuknya. Ya, ia sadar ia masih punya tempat. Ia masih punya langit. Tetes demi tetes air hujan turun membasahi bumi sekaligus mengkamuflase air mata Putri yang meleleh mengingat kenyataan pahit ini. Ia memeluk lutut menangis tersedu-sedu. Air matanya kini sudah menyatu dengan air hujan.

"Putri, Nak, kamu dimana?" Mama Putri memanggil-manggil nama nya tapi ia masih terpaku di atap.

"Ya Allah Putri!!! Kamu kenapa hujan-hujanan? Kalau kamu sakit gimana nak???" Kata mama Putri dengan menarik tangan putri untuk masuk ke rumah.

Mama Putri memasukan Putri ke kamar mandi dan menyiapkan handuk untuk menghangatkan anak semata wayangnya. Dengan lembut ia mengelus rambut Putri. Ia melihat tatapan kosong di matanya. Sungguh gundah hatinya merasakan kesedihan yang tidak dapat putrinya terima. Ia sunggu tak mau anaknya tersakiti hanya karena mengejar materi belaka. Ia benar-benar tak mau meninggalkan anaknya sendiri di kota metropolitan ini namun, sebagai seorang istri ia tak mungkin tidak menurut pada sang suami. Ia hanya dapat menangis dalam hati.

"Mama, aku gak papa kok kalau mama pergi sama ayah," putri mulai memecah keheningan yang menyelubungi mereka.

"Sayang seandainya mama bisa memilih. Mama tidak akan pernah mau meninggalkan kamu. Apa kamu tidak mau ikut bersama kami?" Jawabnya dengan hati-hati.

"Endak ma, aku baru masuk SMA. Aku jelas gak boleh pindah secepat itu." Putri menjawab dengan senyuman simpul. Ia merasa tidak boleh egois. Orang tuanya berkerja juga untuk dirinya. Ia mulai mengikhlaskan kedua orang tuanya.

"Iya mama tahu. Tapi, kemarin ayah sudah membicarakannya pada guru mu. Katanya nanti kelas 11 kamu boleh pindah. Tapi kalau kamu tidak mau juga mama tidak memaksa" tatapan mama sangat lembut, membuat Putri kembali tenang. Tapi apa yang akan terjadi jika ia tak bisa memandang mata indah mamanya untuk waktu yang sangat lama? matanya kembali meneteskan air mata karena ia sangat-sangat menyayangi kedua orang tuanya. Mama juga ikut menangis dan memeluk Putri sangat erat. Tangisan mereka semakin menjadi memecah keheningan hari sesusai hujan. Yang mereka tak tahu adalah di balik pintu kamar ada papa yang hatinya tergerus rasa bersalah pada keluarga kecilnya. Ia terisak dalam diam. Punggung besarnya menyender pada pintu menandakan bahwa pria itu semakin rapuh. Ia tak kuat melihat kanyataan yang ia buat bukan berdasar kemauannya tapi berdasar tekanan ekonomi.

Tak lama Putri dan mama melepas pelukan yang sangat mengharukan itu. Mereka saling menampilkan senyum haru yang menghangatkan hati. Mama meninggalkan Putri sendirian di kamar karena harus mengurus papa. Putri termenung diselimuti rasa sunyi, dingin dan senang. Sunyi karena ia hanya sendirian di kamarnya, dingin karena langit pagi ini menyisakan mendung, senang karena hari ini ia dapat memeluk mama tercintanya, wanita terbaik yang pernah ada. Ia menyeka tirai jendela kamarnya. Jendela itu terbuat dari kayu jati lama namun telah di poles dengan sangat apik hingga pas dipasang di kamar nya yang bergaya victoria. Yang paling ia suka dari jendela nya adalah terhubung langsung dengan atap rumah nya yang selalu ia kunjungi jika ia senang, sedih, bahagia, marah, kecewa semua ia tumpahkan disana. Hanya di sana ia dapat mencurahkan semuanya pada langit.

Hatinya sekarang sudah lebih tenang. Ia dapat mengerti semuanya. Ia senang, begitu juga langit. Putri melukiskan senyum manis nya, begitu pula langit, ia melukiskan pelangi indah setelah diterpa badai.

My RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang