Fifth

56 3 3
                                    

"What's meant to be will always find a way"
                                                                                         ― Trisha Yearwood

Lune Claire Lintoln

Berulang kali aku menghembuskan nafas mengulang satu rangkaian kata yang ku harap dapat mengubah segalanya. Meski aku tahu semua itu hanya harapan ku saja. Karena sejak dulu kata-kata nya tak akan berubah, keputusan nya selalu final dan tak terbantah.

Sambil menghitung menit demi menit kebebasan terakhir ku, entah kenapa keheningan di dalam mobil milik ka Dami tak mengusik ku kali ini. meski biasanya aku merasa canggung dengan keheningan diantara kami, saat berada di satu mobil. Kini keheningan ini malah membuat ku bersyukur karena setidaknya pikiran ku bisa sedikit bernafas.

Hari ini ia menepati perkataannya kemarin, ia membawa ku pulang untuk menerima pidato panjang dari Mama dengan berakhirnya kebebasan ku sebagai penutupnya. dan hal ini yang membuat suasana hati ku mendung sejak kemarin. Ku rasakan kecepatan mobil nya berkurang saat pelataran rumah kami mulai terlihat.

Saat deru mesin telah berhenti ia menatap ku, bibirnya membentuk garis lurus seolah menahan sesuatu yang ingin ia katakan. Ia menghembuskan nafasnya sekilas, membuat ku tiba-tiba merasa jengkel. Bukankah harusnya aku yang bersikap seperti itu sekarang?

Sebelum aku mulai menyumpah dalam hati ketika kami sudah sampai di depan pintu mansion keluarga Lintoln, ia memotong ku dengan menanyakan sesuatu.

" Are you ok? "

Lucu. Aku terdiam dan bingung harus menjawabnya apa. Otak ku mengatakan semuanya telah berakhir saat dewi dalam batin ku hanya tersenyum lebar. Mengapa bagian dalam diri ku bahkan tak memihak pada ku? dear god..

" Ok " aku menjawabnya pelan, meski aku sendiri meragukan jawaban ku. dari bagian mana keadaan ku yang terlihat ok?

Ia hanya menatap ku dalam diam dengan bibir terkatup rapat sebelum mengulangi jawaban ku, dan betapa tak adilnya ia masih terlihat seperti Adonis dalam ekspresi seperti itu.

" Ok. let's in, Claire " ucapnya berdiri di samping pintu menunggu ku masuk terlebih dulu dengan pintu yang telah di buka kan oleh Willton kepala pelayan rumah kami.

........................

Willton mengantarkan aku dan ka Dami menuju taman belakang, hingga kemudian aku melihat kedua orang tua ku sedang duduk santai membahas sesuatu sambil menikmati teh dengan hidangan kecil di pavilliun.

Mama dan Papa segera menyapa ku dan ka Dami dengan peluk dan cium seperti biasa, begitu kami tiba di pavilliun. Sigap seperti biasa Willton menyediakan ku dan ka Dami dua cangkir teh sebelum berpamit pergi.

" Oh ada apa dengan wajah mendung putri Mama satu ini? " Tanya nya dengan hangat, sedang Papa hanya memandang ku dengan senyum.

" Mama tahu kenapa " jawab ku sedatar mungkin, berusaha menunjukan aksi protes ku.

Papa dan ka Dami seperti biasa sudah mulai membicarakan entah apa, karena aku hanya menunggu balasan dari Mama. Aku tahu alasan sebenarnya kenapa mereka memutuskan hal ini, dan aku tahu aku hanya bersikap kekanakan saat ini. Tapi aku tetap sebal dengan mereka karena mereka memutuskannya tanpa diri ku.

Aku tahu kedua orangtua ku mempunyai penilaian yang bijak karena mereka membuktikannya dengan kesuksesan mereka masing-masing hingga saat ini. Terutama wanita yang sudah membesarkan ku ini, aku tak pernah membantah penilaian dan nasihatnya yang selalu berguna untuk ku. hingga saat ini.. ia meneguk teh dalam cangkirnya sebelum membalas perkataan ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let me with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang