[3]jiwa

2.3K 371 7
                                    

"Tell me exactly what happened."

Mario menghela nafas, "You're not going to let this one pass, are you?" Gue menggeleng kuat, "Not even after i bought you this?" Lanjutnya, sambil menunjuk segelas jus mangga yang sekarang sudah tersisa setengah.

"Okay, thanks for the juice." Kata gue, "Tapi lo kan janji kasih tahu gue detailsnya. Bukan hal yang biasa untuk seorang Mario minta disamperin ke rumahnya malem-malem."

"Gue kangen aja sama lo, Jiw. Makanya gue minta samperin ke rumah." Gue hanya bisa mendecak sebal ketika jawaban Mario masih saja bercanda."Okay sorry, chill dong cantik."

"Yo, ketahuan ngebakar?" Tanya gue to the point, kalo gak digituin Mario pasti akan mencoba mengalihkan dengan mencari topik lain - berharap gue lupa, itu adalah salah satu alasan kenapa hari ini dia traktir gue makan siang.

Mario tersenyum masam, dan mengangguk pelan. "Gue kira mereka baru balik weekend, makanya gue cuek. Gak taunya pas gue lagi ngebakar, bokap masuk kamar. Kelihatan dan kecium banget sih baunya."

"Yooo...lagian kenapa sih sekarang jadi sering banget? Dulu kan lo janji cuma occasionally aja, bahkan lo bakar juga kalo liburan ke Bali doang karena emang ada momentnya." Omel gue, dan Mario cuma bisa manggut-manggut aja, "Udah dong jangan lagi. Lo tuh udah dikasih kepercayaan banget sama orangtua lo untuk stay disini - gak usah ikut mereka ke Singapore. Jangan disalah gunakan dan buat mereka kecewa lah, Yo."

"Iya Jiw. Gue kemarin lagi pusing banget aja, iseng-iseng kebetulan ada sisa barang dari liburan kemarin. Gak taunya apes aja." Jawab Mario, "Eh anyway, gimana kabar anak-anak? Udah lama kita gak main."

"Gue kemarin sempet ketemu Vino sih, dia lagi kurang baik kabarnya. Tapi gak enak kalo gue yang cerita, nanti aja kalo kita ketemu." Kata gue, "Lo coba chat dia, Yo. Tanyain kabarnya, mungkin Vino butuh temen cowok buat curhat."

"What's up with him? Heartbroken?" Sahut Mario sambil menyalakan rokoknya, "But okay then, i'll text him later. Gue ajak nongkrong aja kali ya, maybe he needs a booze." Gue cuma membalas Mario dengan mengangkat bahu gue - masalah Vino sebenernya lebih dari itu, tapi bukan hak gue untuk menceritakannya ke Mario kan? "Ngomong-ngomong soal booze, gue denger-denger Aneta ke Ms.Jackson minggu lalu."

"Oh ya? Sama siapa?"

"Siapa lagi sih, Jiw?"

Gue menghela nafas, "Gue tuh heran deh, Yo. Kenapa ya Aneta tuh nurut banget sama Indra? Lo inget gak sih waktu itu Aneta pernah bilang pendapatnya ke Indra, terus yang ada Indra malah maki-maki Aneta. Gue dari situ udah off banget sih sama dia. Ditambah lagi Aneta kan gak suka ke tempat-tempat gitu, kok tumben banget?"

"Minum dulu, tenang dulu." Mario mendekatkan gelas jus mangga gue, "Gue juga gak gitu suka sih sama Indra. Dia gak pernah mau turun, even untuk say Hi. Terus kalo Aneta bilang dia mau pergi sama kita, malah berantem dulu. Tapi gimana Jiw, Aneta kan happy sama Indra. Kita gak bisa ikut campur urusan mereka juga."

"Are you sure she's happy with him?"

"That's none of our business, Jiw. We need to stay out of their relationship."

Sebenernya gue gak begitu terima dengan jawaban Mario. Gue gak yakin Indra cowok yang baik untuk Aneta...sesimple Aneta gak bisa menjadi dirinya sendiri kalau sama cowok itu. Tidak jarang juga Aneta menangis di kampus — di kelas, di kantin, di ruang himpunan ; dan semuanya tahu penyebabnya adalah Indra. Tapi Mario ada benernya juga, it's none of my business.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jiwa & RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang