Part 2: Kehilangan Rasa

31 7 2
                                    

"Aku hanya ingin berada disampingmu. Aku tak butuh apa-apa. Aku hanya butuh kehadiranmu. Aku hanya ingin mencintaimu... Su-Won" suara serak gadis itu terus terngiang di telinga pria tampan itu.

Su-Won menatap dingin pada Arisha yang berteriak memanggil namanya. Jika saja gadis ini tak melihatnya, ia akan dengan senang hati memeluk Arisha dan menenangkan gadia itu setiap hari dan menyembunyikan semua kebenarnnya. Tak apa dia dicap pembohong, memang dia sudah menjadi pembohong sejak kejadian berdarah 13 tahun yang lalu.

"Tidak boleh ada saksi mata tuan" ucap pria yang tadi mengejar Arisha. Arisha yang melihatnya dapat menyimpulkan bahwa pria tadi adalah bawahan Su-Won.

Su-Won mengangkat tangannya. Lalu mengibas-ngibaskannya, tanda agar segera dibereskan.

"Tak boleh ada yang menghambat pembalasan dendam ku terhadap raja busuk ini..." batin Su-Won.

***
Sekarang dia sedang diambang kematian. Arisha diseret lalu dihempaskan dan katana sudah siap dilehernya tinggal menunggu aba-aba.

Tak kunjung berhenti Arisha memohon pada Su-Won, dia berharap pria itu berubah pikiran dan saat titah itu muncul Arisha hanya menangis. Meratapi nasib nya yang salah jatuh cinta. Dia berkali-kali meminta maaf pada Ibunya, dia tak bisa membuat ibunya senang walaupun beliau sudah tiada. Itu yang membuat Arisha terus menangis dan memikirkan Su-Won agar memberikan hidupnya sekali lagi.

Lama dia terpejam, tak ada tanda tanda lehernya terpotong atau setidaknya ada benda dingin yang berada dilehernya. Penasaran menyelimuti hatinya dia membuka matanya perlahan menyusuri pandangan sekitarnya dan semua prajurit sudah terkapar dengan luka fatal. Dia menoleh kebelakang dan perasaan lega menyeruak dalam hatinya. "Kau datang" batin Arisha.

"Haku.." suara Arisha serak bukan main. Arisha, terlalu banyak menangis. Dia hanya mampu mengatakan itu untuk mengungkapkan rasa senang.

"Su-Won. Apa-apaan ini?!" teriak Haku marah.

Arisha berdiri dengan tergontai dan menghambur ke pelukkan Haku. Haku menerima pelukkan Arisha yang ditujukan untuknya, dia mengelus sayang rambut merah darah itu. Dan menciumi pucuk kepalanya, seakan gadis didepannya akan menghilang dan pergi dari sisinya.

Setelah merasa cukup menenangkan Arisha. Haku menghela Arisha kebelakang tubuh tegap dan kekarnya.

Dia mengarahkan tombak dengan ujung besar dan tajamnya jangan dipermainkan. Tombak yang terlihat sangat besar itu dapat digunakan Haku dengan mudah, maka tidak dipermasalahkan lagi dia cocok menjadi jenderal atau tidak. Kelima negara sudah mengakui kehebatannya sebagai melindungi Putri.

Su-Won yang diacungkan tombak besarnya Haku, mengangkat pedangnya dan siap untuk menerima dan membalas seranganganya.

Mereka berdua terlibat pertarungan sengit. Haku yang sudah dikuasai amarah dapat dengan mudah memojokkan Su-Won. Suu-Won yang merasakan dirinya terpojok melompat kebelakang dan mengatur nafas yang terengah.

"Kubilang jawab aku. Apa yang sedang kau lakukan?" Tanpa teriakkan namun suara yang tenang dan mengeluarkan aura intimidasi.

Aura intimidasi sama sekali tak berpengaruh pada Suu-Won, buktinya dia tetap bergeming dan menatap dingin pada keduanya. "Hanya sedang membalas dendam, sekalian ingin mengambil tahta" jawabnya tak kalah seram.

Haku yang mendengarnya rahangnya langsung mengeras, dan matanya kembali berkilat. "Apa maksudmu?!"

Su-Won melihat Yen, pelayannya sedang mengendap-endap dibelakang Arisha lalu dia memejamkan matanya menyingkirkan keprimanusiaan nya yang masih tersisa. "Ayah gadis itu membunuh Ayahku karena dia anak kedua. Demi tahta dia membunuh ayahku yang sangat percaya padaku" ucap Su-Won dengan rahang kembali mengeras.

Blond DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang