Part 5: Kepergian (2)

28 6 2
                                    

Nafas Haku masih tidak beraturan sejak keluarnya sang putri dari kamarnya, pikirannya berkecamuk. Sesekali ia mengeluarkan nafasnya kasar.

Haku memegang dadanya yang meledak didalam sana, ia tak boleh jatuh cinta dengannya. Dengan putri Raja Wong, kenapa? Tentu saja karena ia akan semakin gila nantinya. Sudah cukup memendam perasaanya yang membuatnya gila.

Tok.. Tok. Merasa pintu disebelahnya berbunyi, Haku berdiri dan membukanya. Nampaklah, kakek Jin meringsut masuk.

Haku menyalakan lampu minyak untuk dijadikan penerangan. "Apa tak ada yang ingin kau jelaskan?" tanya kakek Jin.

"Apa yang ingin kau tanyakan? Cepatlah aku tak mau bertele-tele," sahut Haku cuek.

Pak. Satu jitakkan mendarat dikepalanya, sontak ia jongkok dan meringis. "Jangan kepalaku, kakek tua." pekik Haku.

"Kau tidak berubah, kau menyukainya?"

"Hmm... Menyukai siapa?" balas Haku mengelak.

"Putri cantik yang selalu kau bicarakan,"

"Kau memang selalu menjadi kakek tua yang menyebalkan, kapan kau mati?"

Pak. Satu jitakkan lagi-lagi mendarat tanpa perintah, "apa yang terjadi dengannya?"

Haku mnghela nafas, orang satu ini cepat atau lambat pasti akan menanyakan itu, "Raja Wong-su telah tiada, yang membunuhnya Su-Won. Arisha bisa tertawa disini jadi mau tak mau aku harus meninggalkannya."

Kakek Jin tercekat saat salah satu nama cucunya disebutkan. "Su-Won?! Apa aku salah dengar?"

Yang membuat kakek Jin terenyuh lagi adalah Haku menggeleng, dengan kata lain pelakunya memang 'dia'

"Bagaimana bisa?" tanya kakek Jin lagi seolah menuntut jawaban sedetail detailnya.

"Tanyakan saja pada orang yang benar-benar mengalaminya," balas Haki acuh tak acuh.

Kakek Jin berusaha menormalkan ekpresinya lalu menatap sendu pada cucu kandungnya,"Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?"

Haku tampak menimang-nimang jawaban apa yang akan ia beri, setelah Haku mengatakannya kakek Jin hanya menghela nafas dan tersenyum dengan wajah sendu "jangan paksakan dirimu, pulanglah sewaktu-waktu ini adalah rumahmu nak."

***
Arisha membuka matanya perlahan alhasil sinar matahari sudah mulai meninggi, ia meringsut bangun dan mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Anda sudah bangun nona?" tanya Irian lembut seraya membawa nampan.

"Sudah kubilang tak perlu," keluh Arisha, ia merasa tak enak diperlakukan berbeda disini.

"Anggap saja sebagai awal kita nanti menikah." balas Irian tersipu.

Arisha tak bisa menahan senyumnya, melihat Irian mengingatkannya pada Su-Won rambutnya yang berwarna pirang serta... Arisha menggeleng rapuh, ia tak boleh memikirkan orang itu, tidak sampai ia bisa membalas dendam.

Arisha berjalan keluar, ia melihat sekeliling yang mulai sibuk akan kegiatan masing-masing.

"Ah kau anak yang dibawa oleh Haku, yah? Kemari akan kuajarkan caranya mencuci pakaian,"

Arisha tersentak saat ada kata Haku, ia segera berlari kecil menghampiri bibi yang umurnya sekitar berkepala 4. Arisha tersenyum merasakan kehangatan saat bibi yang diketahui namanya Mina itu menceritakan segala sesuatu tentang desa Angin.

Serta kelucuan Haku saat berlatih bersama laoshi Jin, "Haku tak pernah membawa wanita sebelumnya, tolong jaga ia baik-baik yah." sahut bibi Mina lembut.

Blond DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang