Gadis dengan jas panjang yang melekat cantik di tubuhnya, berjalan menyusuri koridor dengan mata yang menyapu sekitar. Banyak orang yang sibuk dengan aktivitasnya. Saling berbincang dengan tawa dan canda yang menemani, sibuk dengan layar persegi di pangkuannya, atau bahkan berlari dengan buku di tangannya karena dikejar waktu.
Dengan senyum yang merekah di bibir tipisnya, gadis itu melangkahkan kakinya menuju tempat yang akan menemaninya beberapa menit ke depan. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kursi putih panjang. Hingga dering ponsel membuat pandangannya pada hamparan rumput di depan teralihkan.
Lala : Sorry woy, gue masih ada mata kuliah satu lagi. Tunggu ya.. jangan tinggal. Entar gue tersesat. Gak tau arah jalan pulang, kayak butiran debu.
Gadis dengan pita hitam di rambutnya yang diikat kuda tersebut, berdecak malas. Temannya satu ini memang lebay menurutnya. Lagipula tanpa disuruh untuk menunggu, Nada pun juga rela menunggu mengingat bukunnya ada bersama Fadhila. Dan tanpa menunggu lama, ia dengan cepat menggerakkan jemarinya di atas layar.
Nada : Kebiasaan! Apa sih, lo tersesat gue syukuran. Wlee
Sepertinya menit akan berubah menjadi jam. Dan karena tak ingin jenuh menunggu, gadis tersebut membuka ransel hitamnya. Mengambil binder warna biru yang akan menemaninya dalam mengisi waktu.
Sejenak, ia melihat langit yang berubah mendung. Ia tersenyum lebar. Tampaknya, tak lama ia akan merasakan buliran air jatuh di kepalanya. Ini bukanlah hal buruk, melainkan saat yang tepat. Untuknya mengorek kenangan.
Gadis tersebut mulai membawa pensil di tangannya menari di atas kertas. Namun sebelum ia memulai menulis awal kata, matanya sempat melirik binder dengan hiasan unik yang menonjol dari dalam ranselnya.
Untuk kesekian kalinya, bibirnya melengkung sempurna. Kecintaannya terhadap puisi, merupakan hal paten yang tak akan musnah dari hidupnya. Seperti layaknya hujan, yang akan selalu bersahabat dengan kehidupannya. Kegemarannya dalam merangkai kata, telah ia bawa untuk menempuh perjalanan hidup. Seperti layaknya hujan, yang selalu menemaninya dalam manis dan pahitnya kehidupan.
Dan sekarang, ia akan memulai ceritanya. Dengan hujan sebagai sahabat, dan puisi sebagai kenangan. Ia mengenakan earphone putih di telinganya. Kemudian, jemarinya dengan terlatih menari di atas layar persegi. Hingga lagu Bruno Mars- It Will Rain adalah pilihannya yang tepat untuk menemaninya memulai cerita.
Inilah, awal dari Bait Pertama yang diciptakan gadis itu, untuknya-- Si Penunggu Hati.
*****
Eaaa..
Ini baru prolog, gimana? Hayooo?
Komentarnya dong? Kalau suka, jangan lupa vote. Hehe...
Btw, tenang aja. Jangan berpikir negatif. Aku bakal tetep lanjutin cerita aku yang lain kok. Iya, suer. Hehe.. cukup tunggu aja.Kalau ini kan, ya gitu. Mumpung ide nyalur kayak sengatan listrik jadi ya, begini.
Udah, deh. Curhat nanti jadinya, Hehe. Intinya, vote dan komentar kalian bener-bener semangat buat aku. So, jangan jadi silent readers ya..
See you..
Citraanggraini99
![](https://img.wattpad.com/cover/98514241-288-k632598.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait Pertama
Novela Juvenil(SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVAT. Jadi mohon follow sebelum baca.) Sinopsis Jika semut tak dapat meninggalkan gula, maka Nando tak dapat meninggalkan pengukir senyumnya. Jika teratai tak dapat bertahan tanpa air, maka Nando tak dapat bertahan tanpa peng...