Bab 1. (a)

124 80 73
                                    

"Nando bangun! Ayo sekolah." Wanita paruh baya itu mengguncang tubuh Nando berulang, membuat Nando menggeliat tak nyaman. Namun tak urung, ia tetap kembali terlelap. Dengan selimut yang ia tarik menutupi wajahnya. "Nando, ayo bangun!"

Nando berdecak. "Aduh Bun, ini tuh masih pagi. Elah.."

"Pagi apanya? Nanti kamu telat. Ayo!" Lidia menyibak selimut Nando, menarik tangan Nando agar segera bangkit.

"Bunda.. sepuluh menit lagi." ucap Nando dengan suara seraknya.

"Nggak bisa, ini udah siang."

Nando menarik selimut dari tangan Lidia, namun bukan Bunda Nando namanya jika harus menyerah begitu saja. Hingga akhirnya, adu tarik- ulur selimut antara ibu dan anak tak dapat dihindari. "Lima menit lagi."

"Udah siang Nando, kamu niat sekolah nggak sih!"

"Dua menit Bunda.."

"Nggak ada, ayo bangun!"

"Lima detik." tekan Nando akhirnya sembari melebarkan telapak tangannya. Namun tampaknya pendirian Lidia memang tak dapat digoyahkan.

Nando berdecak kesal ketika selimut tebal abu-abu tersebut telah lepas dari tubuhnya. Dan kini, menyisakan tubuh Nando dengan balutan kaos hitam juga boxer bermotif bola warna hitam putih.

Dengan tenaga yang belum sepenuhnya terkumpul, Nando mengucek matanya malas. Dengan kelopak mata yang masih enggan terbuka lebar, ia memperhatikan gadis dengan pakaian rapi yang berdiri di depan cerminnya. Sibuk menyemprotkan parfum di seluruh tubuhnya. Dan Nando pastikan demi ayam jungkir balik, itu parfum miliknya. Sial. Darimana Kakaknya tahu letak parfum tersebut? Padahal Nando sudah menyembunyikannya di tempat yang menurutnya paling aman.

Ira memang keras kepala. Sudah beribu kali Nando mengingatkan untuk tidak memakainya, namun tak pernah Ira dengar. Dengan alasan, "Pinjem bentar, uang saku gue nipis." iya sebentar, tapi setiap hari. Sampai tetes terakhir pula.

"Ayo Nando, bangun. Kok malah tidur lagi sih." tegur Lidia kesal karena melihat putra bungsunya yang kembali terlelap dengan keadaan terlentang. Dasar kebo!

"Ditinggal Nada, tau rasa lo." ucap lelaki jangkung, sembari menggigit apel merah di genggamannya. Ia bersender di ambang pintu, melihat Nando yang kini beranjak cepat dengan wajah paniknya.

"Hah, iya. Kenapa nggak dari tadi sih Bunda banguninnya.. kalau Nando ditinggal Nada gimana? Kacau." Nando terlonjak dengan mata terbuka sempurna. Lidia yang melihat Nando menggaruk tengkuknya frustasi, segera menarik daun telinga Nando. "Aw, Bunda.. aduduh."

"Bunda udah bangunin kamu dari tadi Nando!" mata Lidia semakin melotot tajam. Ia menarik telinga Nando tanpa ampun, tak peduli akan Nando yang meringis dengan terus berusaha menyentuh tangan Lidia agar mau mengendurkan tarikannya.

"Mampus lo, tarik terus Bun."

"Kamu juga, kenapa masih di situ? Katanya ada kuliah pagi, ayo sana!" geram Lidia melihat Rama, kembaran Ira yang masih santai mengunyah makanannya.

Rama menegakkan tubuhnya. "Eh, iya Bun. Ini juga udah mau berangkat. Rama kan disiplin, ya nggak Ra?" Ia melirik Ira yang kini tersenyum menyetujui ucapannya. "Rama berangkat Bun." pamitnya menghampiri Lidia dan mencium pipinya kilat.

"Kalau masalah Nada, aja lo cepet." Rama berhenti mengunyah, kemudian tak lama ia menatap Nando dengan serius. "Gue curiga, kalau misal gue diserang buaya, dan Nada diserang kucing besar. Lo bakal milih siapa?" tanyanya melantur dengan mata menyipit.

Nando tersenyum miring, sejenak melupakan rasa perih karena tangan Lidia yang masih setia berada di daun telinganya. "Pake tanya, jelas gue milih nyelamatin Nada lah. Iya nggak Bun?" Ia mengangkat dagunya sedikit, melihat Lidia yang hanya mendengus lelah. "Dimana-mana tuh ya Bang, orang lebih milih nyerang kucing ketimbang buaya. Idiot kok dipelihara." gumam Nando di kalimat terakhir, dan nyatanya masih sampai di telinga Lidia.

"Yang sopan Nando, ngomong sama Abang kok gitu sih!" Lidia semakin ganas menarik telinga Nando, sudah tak peduli akan Nando yang semakin meringis kesakitan.

Rama menggelengkan kepalanya perlahan dengan wajah prihatin. "Ini nih, anak yang pikirannya cetek. Seharusnya lo milih gue dong, kan yang nyerang gue buaya buntung. Tanpa lo bantu pun, tuh buaya juga bisa gue musnahin sendiri." ucapnya yang berhasil membuat Nando mengerutkan keningnya, mencoba mencerna kalimat Rama.

"Tapi lo milih Nada, siap-siap aja lo berdua dimangsa kucing besar alias harimau." Rama mencoba menghindar ketika Nando yang dengan telak memukul lengannya. Dan seperti menyamakan kecepatan cahaya, Rama berlari keluar kamar.

"Lo tadi gak ngejelasin gue yang itu Bang!" teriak Nando yang hendak kabur menyusul Rama, namun gagal karena daun telinganya yang masih dalam kekuasaan Lidia.

"Mau kemana?! Sekolah Nando!" Nando berdecak disertai desisan kesal karena suara keras Lidia di samping telinganya. Terlebih ketika ia mendengar samar-samar suara laknat dari luar.

"Idiot kok dipelihara!"

Ira terkekeh, mendengar suara meremehkan dari saudara kembarnya. "Ira berangkat deh Bunda." Ia mencium kilat pipi Lidia dengan senyum manisnya. "Ah ya, makasih loh parfumnya. Lain kali jangan taro dalem sepatu, gampang gue nemuinnya. Bye, adek tersayang." peringat Ira pada Nando sebelum akhirnya bergegas lari keluar kamar sembari menyerukan nama Rama agar menunggunya.

Untuk kesekian kalinya Nando mendesis kesal, melihat sepatu sport-nya yang terlantar di samping lemari. Sampai beberapa detik, sebelum akhirnya ia cengengesan. Menurunkan pelan tangan Lidia dan tanpa aba-aba menuju kamar mandi dengan sumpah serapah yang ia tujukan pada kakak kembarnya.

Ira dan Rama, lahir beda 7 menit. Dengan Rama yang pertama. Memiliki kekompakan yang luar biasa, juga sikap yang sangat menyebalkan menurut Nando. Umurnya yang dua tahun di atas Nando, membuatnya semakin bangga mengganggu Nando. Karena jika Nando melawan, akan muncul sebuah kesimpulan. "Jadi Adek nggak boleh durhaka. Sorga ada di telapak kaki ibu. Dan antrian lo masuk belakang, karena gue duluan. Kalau lo macem-macem, gue bisa kunci pintunya dari dalem biar lo gak bisa masuk." dan terkadang, menjadi anak bungsu memang menyedihkan.

*****

Masih inget aku kan ya? Hhhhhh...

Saking lamanya tak jumpa. Maafkan aku, kemarin baru selesai ujian. Hehe.. walaupun belum lega sih, karena belum tau hasil. Terlebih sebentar lagi aku akan menghadapi UN. Wah... Doakan aku ya..

Emm, part ini kelanjutannya Bab 1. Siapa Kamu, ya..
Jangan bingung, akupun sama. Wk.

Itu aja deh. Hehe, makasih.

See you.

Citraangraini99

Bait PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang