FLASHBACK Masa SMA
"Kar, gue pinjem pena dong. Pena gue ketinggalan nih." Ucap seorang gadis manis disebelah gue dengan suara pelan.
Sekarang kami tengah berada dikelas bimbingan Ujian Nasional mata pelajaran Kimia, dan guru yang mengajar pada mata pelajaran ini terkenal Killer dengan slogan "Jangan berisik dikelas saya atau tutup pintunya dari luar."
Gue mengambil pena berwarna pink bergambar piglet di kotak pensil dan menyerahkannya pada Laras, nama gadis manis yang berada disebelah gue.
"Thanks, Karina."
Gue tersenyum tipis lalu menyisipkan rambut gue kebelakang telinga. Dan kembali memperhatikan mata pelajaran dengan seksama. Walaupun sebenernya gue sama sekali nggak ngerti.
Apaan ini? Rantai karbon? Positif negatif? Uji? Apaan!??
Yup, gue jurusan IPA. Namun otak gue sama sekali nggak pernah nyambung sama mata pelajaran IPA. Saat ujian Fisika gue cuma bisa jawab satu dari dua soal dan itupun salah. Saat ujian Kimia gue nggak ngejawab satu soalpun dengan alasan hemat pena demi keberlangsungan Indonesia yang lebih baik. Padahal gue nggak tau mau jawab apa.
Tapi di mata pelajaran Matematika dan Biologi nilai gue agak terbantu. Tak jarang Laras marahin gue karena nilai yang selalu nggak bener. Tapi kenyataannya bukan cuma gue yang nilainya jelek. Kami satu kelas nggak pernah ada yang dapet nilai bagus, kecuali Laras. Jadi, salah siapa?
Laras adalah teman dekat gue, my bestie, my partner. Sejak pertama kali masuk SMA, dia orang pertama yang gue kenal. Dengan malu-malu gue mengajaknya berkenalan dan kemudian merasa akrab dan berakhir tiga tahun berada dikelas yang sama dengan dia.
Laras itu, lucu. Dia suka sekali makan roti. Setiap kekantin hal yang dicarinya hanya roti dan sebangsanya. Dia termasuk remaja yang sangat ceria dan pintar. Dia memiliki banyak teman baik. Tak seperti gue.
Gue adalah anak pendiam yang cuma akan heboh kalau sedang dengan laras. Sisanya gue jadi si anti sosial yang nggak punya temen. Gak ada pergaulan.
Gue sayang Laras. Walaupun terkadang dia aneh. Jika ia sedang kesal, maka gue lah sasaran utamanya untuk marah. Jika dia bahagia dia bisa menghabiskan hari hanya dengan memasang wajah sumringah yang membosankan. But it's okay. Jika dia bahagia gue juga tempat dia cerita dengan muka sumringah. Gue sayang Laras.
***
Gue menggenggam buku cetak Fisika yang tebalnya bisa buat kecoa seketika mati gepeng jika dilempar. Bibir gue tak henti-hentinya bergetar. Hari ini Ujian Nasional. UN. Ujian Nasional. Oke sekali lagi, UJIAN NASIONALLLL!!!!
Gue menggigit bibir frustasi. Gue nggak bisa. Gue takut. Sekuat apa gue belajar semua rasanya kosong. Gak ada yang nyangkut diotak gue. Jangankan buat nyangkut. Nemplok dikit aja nggak ada.
Gue membuka-buka lagi buku Fisika digenggaman dengan fikiran kacau. GUE HARUS APAAAA!!!! Arghhhh!!
Pagi ini hujan turun dengan derasnya. Padahal gue nggak mau telat kesekolah dan menerobos hujan pada pukul 6. Setelah hampir satu jam duduk tanpa kemajuan didepan kelas ini gue menggeleng lagi. Nggak! Gue pasti bisa! Gue bisa ngerjain soal nanti. Gue hebat!
Laras datang menembus hujan dengan jaket softpink nya dan payung berwarna pink pula. Ia turun dari mobil ayahnya didepan sekolah. Karena kelas gue berada tepat didekat gerbang sekolah, gue bisa melihat jelas Laras berlari-lari kecil menghindari percikan hujan.
"Ehh, tumben lo pagi amat? Biasanya juga telat." Dia mendorong lengan gue dengan lemah.
"Ini kan ujian nasional! U eN, Ras! Gue harus dateng pagi biar bisa masuk kekelas. Lo tau kan gue sering banget gak boleh masuk dikelas bu Mini gara-gara telat dateng lima belas menit?" Gue memandang penampilan Laras kali ini, dia terlihat lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jones Love Story "Ketika Cerita Cinta di London Kejauhan."
Humor"Jones Akut." Satu kalimat yang mencabik-cabik harga diri gue. Entah kenapa temen-temen kuliah gue hoby (atau doyan?) ngejudge gue sebagai jones akut. Hell-o? Gue single brooooh! Single! Gak pake T yaa! Ntar jadinya singlet (re: baju dalem). "Seora...