D u a

4.3K 280 10
                                    

Bersantai di dalam kamar merupakan hal paling menyenangkan setelah pulang sekolah. Itulah yang dilakukan Sasa.

Sepulang sekolah, ia langsung menuju ke kamar tidur dan mnguncinya.
Dia ingin sendiri, tanpa ada yang mengganggunya.
Dia masih bingung dengan perasaannya.
"Masak lo nggak bisa move on sih Sa?" tanyanya dalam hati.

Tiba-tiba lamunannya buyar, karena ponsel di dalam tasnya bergetar dan ia langsung mengambilnya.

Setelah dibuka, ternyata ada pesan singkat.

From Bagas : Hai Sa?

Ya, Bagas Fadaro. Teman kelas sebelah Sasa yang menyukainya 'kata Yura'.
Namun, Sasa tidak pernah tahu kebenarannya.

Dengan malas ia mengetikkan beberapa kata di ponselnya sebagai jawaban.
From Sasa : Hai Gas, tumben sms, ada apa?

Beberapa detik, ponselnya bergetar dan menampilkan nama yang tertera di layar ponselnya.

'Bagas is calling'

Sasa termenung. Dahinya mengerut.
"Ngapain si Bagas nelpon gue?" tanyanya pada diri sendiri. Kemudian, ia segera mengangkat telepon dari Bagas.

"Halo Gas, iya kenapa?"

"Lo ada acara ngga malem ini?"

Ia sedikit terkejut dengan pertanyaan Bagas, lalu ia kembali menjawabnya dengan rasa yang mengganjal.

"Mm.. kayaknya ngga bisa deh Gas, gu-gue, mm.. gue mau ngerjain PR." alibi Sasa. Ia gugup. Dia jarang berbohong. Kecuali tentang perasaannya.

"Oh, oke. Sorry gue ganggu lo." terdengar seperti ada senyuman miris di seberang sana. "Kapan-kapan gue mau ngajak lo jalan. Biar kit.. eh maksud gue, lo sama gue bisa tambah akrab gitu, itupun kalo lo mau."

"Lo ngga ganggu kok, santai aja kali. Oke-oke, kalem, gue mau."

Setelah itu, terdengar sebuah teriakan histeris, namun secepat mungkin laki-laki berambut coklat itu menutupinya.

"Makasih Sa, semangat ngerjain PRnya."

Sasa tersenyum tulus mendengar ucapan Bagas sebelum panggilan darinya terputus.

•••

Semangat yang Sasa bawa ke sekolah hari ini, yang entah dia pun tidak tahu apa penyebabnya.

Dengan langkah kaki yang sesekali melayang di udara, sudah dipastikan oleh kelima sahabatnya, bahwa Sasa sedang bahagia. Karena, sedari tadi saat pelajaran berlangsung hingga jam istirahat berdenting, senyumnya tak pernah hilang dari wajahnya.
Kadang, sahabatnya sering menganganggap bahwa Sasa gila, namun pernyataan itu selalu dibalas dengan teriakkan nyaring dari mulut Sasa. Sahabatnya sangat mengenalinya, sampai mereka tahu bahwa seorang Kalissa Andara Vahendra, gadis yang hari-harinya selalu dihiasi oleh kebahagiaan adalah gadis yang belum bisa move on.

Ya, sedikit bodoh. Karena memertahankan sebuah perasaan yang tak kunjung datang untuk terbalas.

Cantik nan pintar dalam otak, namun bodoh soal hati.

"Eeh, dari tadi ada yang senyum-senyum sendiri kayak orang gila nih." sindir Yura.

Suara itu membuyarkan lamunan gadis bermata coklat gelap itu. Merasa dirinya disindir, Sasa pun mendecakan bibirnya.

"Iya nih, kayanya udah bisa move on nih anak." sahut Helda yang membuat mata Sasa berputar menatapnya dengan tatapan bertanya.

'Move on dia bilang?' batinnya.

"Oh iya, kan udah ada yang gantiin si 'kutil kebo'." kali ini Dira angkat bicara.

Kutil kebo, nama samaran untuk Devan yang entah mengapa para gadis itu menyebut Devan begitu.

"Apaan sih lo lo pada, ngomongin gue mulu kerjaannya." Sasa memutar bola matanya dan berderap pergi ke luar kelas, entah ke mana.

Di sepanjang jalan koridor, banyak yang menyapanya dan ia selalu membalas sapaan tersebut dengan senyuman tulus. Tak terkecuali ketika ada yang memanggilnya. Tidak, ini bukan sekadar nama panggilan, bahkan laki-laki itu memanggilnya dengan nama lengkap.
"Kalissa Andara Vahendra yang cantiknya kaya barbie, pinternya ngalahin seluruh guru di sini, lo lagi ngapain jalan sendirian macam jones begitu?" panggil laki-laki itu setengah berteriak dari jarak beberapa meter di belakangnya.

Sasa berhenti melangkah. Dia belum membalikkan badannya. Dia hanya diam menatap sepasang sepatunya. Hingga suara derap kaki seperti berlari samar-samar terdengar di telinganya. Lelaki yang tadi memanggilnya sekarang ada di depannya. Sasa mendongakkan kepalanya, sehingga yang pertama kali ia lihat adalah tatapan mata teduh dari orang itu. Cukup lama ia memandangi keindahan yang Tuhan ciptakan di dunia ini.

"Eh Sa, lo ngapain ngeliatin gue kaya gitu? Gue ganteng ya? Lo terpesona ya?" dengan kedua alis yang dinaik-turunkan, lelaki itu bertanya dengan rasa percaya diri tanpa rasa malu kepada Sasa yang masih terus menatap laki-laki itu.

Seperti terhipnotis, Sasa tidak memalingkan wajahnya dari Devan. Ya, laki-laki itu Devan. Sampai akhirnya bel masuk jam pelajaranlah yang menyadarkannya dan dengan langkah lebar ia berbalik badan kemudian berlari meninggalkan Devan yang masih diam berdiri kebingungan dengan tatapan Sasa tadi. Devan pun ikut berlari di belakang Sasa yang sudah berjarak beberapa meter di depannya, mengingat kelas mereka sama dan setelah ini adalah jam pelajaran guru killer.

Dengan pipinya yang merona dan senyum yang terus terulas di bibirnya, kelima sahabatnya pun makin dibuat bingung.

'Nih bocah kenapa masuk kelas senyum-senyum sendiri kayak orang gila ya?' batin Helda yang duduk di sebelahnya ketika melihat Sasa masuk ke dalam kelas dengan senyum yang tak kunjung menghilang dari bibirnya.

Yang terpenting, hari ini Sasa bahagia. Sangat bahagia. Walau hanya dengan tatap mata, bibirnya tak bisa berucap sebuah kata, hingga senyum termanislah yang menjawabnya.

•••

Kali ini partnya lebih panjang hehehe😂 semoga kalian suka😊 jangan sungkan buat ngevote dan comment ya😄 itung-itung buat penambah semangat nulis :v
Makasih😍

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang