E m p a t

3K 193 7
                                    

Setelah menutup dan mengunci pintu rumah, suara deru motor milik Devan sudah tidak terdengar lagi dari dalam rumahnya.

Debar di jantung Sasa masih ada. Bahkan ia tidak bisa menormalkannya setelah Devan berpamit untuk pulang.

"Gue pulang dulu ya, habis ini lo langsung tidur. Good night Sa, jangan lupa mimpiin cogan di depan lo ini." ucap Devan sambil menyeringai ke arah Sasa.

Ucapan itu masih terngiang di kepala Sasa.Posisinya saat ini masih sama, berdiri membelakangi pintu dengan tangan memegang gagang pintu di balik tubuhnya.

"Ya Tuhan, kalo gini terus gue kapan bisa move on?" tanyanya sambil menerawang langit-langit rumahnya.
"Dia dateng seolah-olah gue ngga ada something ke dia. Tapi ya emang bener, dia ngga tau, dan gue ngga mau dia tau." terlihat ada senyum pahit di bibirnya.

Terlalu pusing memikirkan persoalan hati, Sasa memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Menguncinya. Lalu tertidur.

Delapan jam kemudian Sasa terbangun. Hari sudah pagi. Ia segera bersiap-siap untuk pergi menjalankan kewajibannya sebagai pelajar.

Dengan diantarkan oleh supirnya. Sasa tiba di sekolah tepat pada waktunya.

Dia berjalan menyusuri koridor dan menaiki tangga demi tangga untuk sampai di kelasnya.

"Wow." ucapnya terkejut melihat suasana kelas yang amat berbeda. "Tumben banget kalian belajar di sekolah pagi-pagi kayak gini." ucap Sasa pada teman-temannya yang sedang sibuk memahami dan menghafalkan rumus demi rumus agar tes harian mereka mendapat nilai bagus.

Karena tidak ada yang menghiraukannya, ia mendecak kesal. Dia memilih untuk mengikuti teman-temannya. Belajar.

Lima menit setelah bel masuk berdenting. Seorang siswa masuk dengan mengendap-endap. Merasa takut jika guru killer sudah masuk di kelasnya.

'Belum masuk ternyata.' batinnya dan kini ia bisa bernapas lega.

Sekarang cowok itu berjalan santai menuju tempat duduknya. Dengan gaya sok cool dan wajah tanpa dosanya, ia melewati bangku demi bangku milik teman-teman kelasnya yang terus menatap dan sesekali membicarakannya. Begitu pun yang dilakukan Sasa.

"Ehh Dev, lo tuh udah berangkat telat, pake baju ngga ada rapi-rapinya dan lo ngga merasa malu dengan menunjukkan tampang sok ganteng lo itu?!" teriak Yura sambil mengomeli Devan yang baru saja lewat di depannya.

"Emang dasar tuh anak yang ngerasa paling ngga punya dosa." timpal Anne yang menyetujui perkataan Yura.

Devan tidak membalas sepatah kata pun. Ia hanya menampilkan cengiran ke arah teman-temannya yang sedari tadi terus mencelotehinya. Berbeda dengan Sasa. Ia hanya diam, dan ketika tatapan Devan jatuh tepat di retina matanya, jantungnya tidak bisa diajak berkompromi lagi. Hingga suara Pak Dadang menginterupsinya untuk membalikkan badan agar bisa melihat guru matematikanya tersebut. Dan kini, waktunya berperang dengan huruf dan angka akan dimulai.

•••

Bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya. Seluruh siswa di SMA Nusantara langsung menuju ke tempat peristirahatan, eh maksudnya ke tempat istirahatnya masing-masing. Toilet penuh, jalanan koridor penuh, dan kantin juga penuh.

Dengan napasnya yang menderu akibat mencari-cari tempat kosong untuk istirahat, kini hal itu tergantikan dengan hembusan napas lega dari Sasa ketika ia melihat satu meja kosong di pojokan kantin.
Ia langsung menuju ke sana. Ia memesan segelas jus jeruk dan semangkuk bakso. Kali ini ia istirahat sendiri, karena teman-temannya sedang sibuk menyalin PR Bahasa Inggris miliknya.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang